Seminggu setelahnya, rutinitas Bumi masih sama, kuliah dan mengantar Ayumi kemanapun gadis itu mau pergi, kadang tak jarang juga jika sahabat Ayumi tidak pulang ke asrama, Bumi malah menginap di sana, ya asrama yang dipilih oleh Yumi adalah yang bukan milik universitas layaknya indekos, dan juga Bumi sudah mengatakan juga jika dia bertanggung jawab sampai Yumi sembuh jadi pihak asrama memperbolehkan kapan saja Bumi ingin datang dan pergi dari kamar Yumi dengan privilege khusus.
Memang benar jika mungkin kondisi Tasya sudah lumayan membaik, hanya saja ini juga bukan alasan kan untuk meninggalkan gadis itu sendirian di rumah begitu saja, tapi seakan tidak peduli Bumi sibuk memasak mie goreng dengan rawit super pedas sebagai experiment mereka, iya sepertinya kala hujan, mie adalah salah satu solusi terbaik.
"Sosis dong Mi"
"Oke"
"Dulu ya gue sekolah di Jakarta dan akhir bulan mie mulu ampe eneg"
Bumi tertawa, karena setiap yang dilakukan Ayumi diiringi dengan reka adegan, ya gadis itu lugu, polos, namun bocor juga otaknya, jarang lelaki itu merasa bosan jika ada di dekatnya.
"Namanya juga mojang Bandung ya, apa aja jadi lalapan, pernah tu sekali gue nyuri pare di ladang bapak-bapak keker gitu, eh ketauan trus gue ngibrit lari gitu, tapi mayan Mi, gue dapet pare 2 ama terong satu"
"Bodoh banget sih lo"
Kali ini tak seperti intonasinya kepada Tasya, Bumi malah menoyor kepala Ayumi dan tertawa lepas seperti tak ada kekesalan layaknya yang sering dia lakukan kepada Tasya.
"Tapi serius ya Mi, nyuri itu enak banget, pantesan ya dewan wakil kita di atas sana suka banget nyuri uang rakyat, segala uang bansos dipotong"
Ya mungkin politik bukan ranah nya, hanya saja Bumi mengangguk setuju akan hal itu, tak ada yang bisa di percaya, janji layaknya bak sampah yang akan membusuk sewaktu-waktu.
"Lo masih pacaran sama Kenzo?"
Bumi mencomot satu buah sosis di atas piring yang sudah Ayumi tata.
"Yaaak...
"Sorry" cengiran khas seorang Sabumi membuat amarah yang tadinya hadir di raut wajah Yumi menjadi berubah sumbringah.
"Tapi Yum kok gue gak pernah liat Kenzo lagi, ya sih kita juga kenal baru sebulan tapi kan seminggu pertama Kenzo kekep lo mulu" Bumi menaikan alisnya pertanda penasaran.
"Dia bukan pacar gue Mi, harus berapa kali sih gue bilang sama lo"
"Tapi dia bilang ke gue kalau lo pacarnya"
"Halu tu orang, gue tu mau nya ya sama-sama orang Indonesia, gue gak mau ni kejebak lagi di negara orang kayak gini, jujur ya Mi, makanannya gak enak, gak selera gue"
Lagi dan lagi makanan, si tukang makan ini selalu kesulitam untuk mengeksplore segala hal yang dia suka, ya setidaknya makanan Asia di seberang kampusnya sedikit membuatnya bisa bernafas lega.
"Lo ama gue mulu, lo jomblo apa gimana?"
Bumi diam, ya bahkan dia tak memakai apapun yang berbau pernikahan, ya layaknya hal yang wajib ada cincin nikah gitu misalnya, namun Bumi tak memakainya, dia tak ingin siapapun tau jika dia sudah memiliki seorang istri bahkan almarhum dari cabang bayi yang baru berumur satu bulan itu.
"Gak, gue mau fokus skripsian dulu deh, males gue pacar-pacaran juga ribet, apa lagi bule-bule njir banyak banget tetek bengeknya."
Bumi mengatakan itu tanpa rasa bersalah sama sekali, pernikahan untuknya adalah sekedar status dan sebagai bentuk pertolongannya kepada Senja agar terhindar dari wanita pelakor seperti Tasya.
"Halah bilang aja lo gamon kan?, Ama siapa sih?"
"Sotoy lo, gak lah"
"Cerita kali"
Laki-laki itu tersenyum, dan mendorong kursi roda Yumi menuju ruang tamu, ya setidaknya mereka bisa nyaman bercerita sambil memakan semua makanan ini.
"Dulu gue suka sama cewe namanya Senja, cuma ya dia suka sahabat gue, udah nikah lagi mereka"
"Cinta bertepuk sebelah tangan ni ceritanya" Yumi menyuap satu sosis ke mulutnya.
"Ya semacam itu lah, tapi sampai saat ini gue gak bisa lupain dia di hidup gue, gak tau kenapa cuma ya tiap gue ngerasa gue harus ngelupain dia, semakin gue pengen inget dia terus"
Yumi mengangguk, ya menurut pengalamannya pun, melupakan seseorang adalah perkara tersulit, mungkin wajahnya akan bisa dihapus dengan kebencian kita terhadapnya, namun kenangannya, mungkin hanya lupa ingatan yang bisa menjawab segala macam hal itu.
"Dia cewe yang keras tapi seru, walaupun kita sama-sama anak motor, dan hidup ya layaknya anak jalanan, suka tauran, tapi gue masih ngeliat hal yang menarik dari dia selayaknya wanita pada umumnya, dia orang yang sederhana, walaupun kaya raya, gak mau banggain harta orang tuanya, ya simple lah gak neko-neko juga jadi cewe." Bumi tersenyum, jika diingat banyak sekali kenangan yang sudah dia lewati bersama Senja, namun layaknya sebuah harapan, akan ada yang namanya kekecewaan yang menjadi hal terakhir yang harus dia terima.
"Kalau Lo Yum?"
"Hmm? Ah iya, gue sih bukan gamon ya, cuma gak siap aja jadi alasan kebahagiaan orang lain"
"Maksud lo?"
"Hidup itu bersosialisasi Mi, ya gue setuju dengan itu, hanya saja jika gue punya pasangan gue harus bertanggung jawab untuk kebahagiaannya, sementara gue sendiri aja belum bahagia gimana gue bakal ngasih itu sama pasangan gue" Ayumi menatap Bumi lekat.
"Nyokap gue single parent, udah nikah 2 kali tapi gagal, alasannya simpel, karena dia gak bisa jadi wanita yang laki-lakinya mau, kayak dia harus mau ikutin semua hal yang laki-lakinya minta, tapi Ayah gue masih sama seperti yang kita kenal saat memperlakuin gue, dia selalu bilang ke gue kalau kamu siap lanjutkan ke jenjang yang lebih serius, lakukanlah, tapi ingat jika kamu memutuskan untuk mengisi ruang kosong di hatimu, kamu juga berkewajiban untuk mengisi ruang kosong di hati seseorang yang kamu pilih, tapi setelah gue coba gue gak bisa, gue masih sibuk sama dunia gue sendiri Mi" Yumi terkekeh kala mengingat gaya pacarannya sewaktu SMA yang untuk pertama kalinya.
"Gue coba sih buat jatuh cinta, cuma susah, gue gak ngerti kenapa, cuma pas gue rasa nemuin orang yang tepat, gue gak berani buat berharap atau ngasih harapan, kadang gue bingung mau sampai kapan gue begini, tapi gue selalu ngeliat nasip nyokap gue, dua kali gagal juga otomatis buat gue ngerasa takut buat menjalin hubungan sama siapapun."
Bumi tersenyum, ya siapa sih yang akan mudah sembuh dari sebuah ketakutan, karena layaknya tanaman takut adalah hal yang akan berkembang biak, dan parahnya bisa menjadi sebuah trauma yang akan jauh lebih besar mempengaruhi hidup seseorang.
"Lo kalau punya pacar ya nanti ni Mi jaga deh, gak tau kan luka apa yang ada di dalam hatinya yang mungkin gak dia ceritain sama siapapun"