Jam 1.30 tengah malam, ah ini sudah dini hari, Bumi memarkirkan mobilnya tepat tak jauh dari lift, ya dia terlalu lelah untu berjalan lagi.
Memencet no lantainya lalu bersandar disisi kiri lift, hari ini cukup seru, seharian bersama Ayumi, makan mie dan sosis serta di temani minuman soda yang bahkan sudah sangat jarang dia minum.
Mungkin besok dia akan mengulanginya lagi, tapi dengan burger mungkin.
Unitnya masih terang, ya karena cahaya lampu mempias ke lantai dan Bumi melihatnya, ketika membuka pintupun pandangannya tak lepas dari Tasya yang tertidur di sofa, namun masa bodo dia tak peduli mau gadis itu tidur di jalananpun bukan urusannya.
Di tatapnya meja makan, ya semua makanan itu sudah tertata rapi, namun lagi dan lagi Bumi tak pernah sudi mencicipi masakan yang Tasya buat dengan tangannya sendiri.
Dia malah memilih berlalu masuk ke kamarnya dan tidur, tubuhnya perlu istirahat sebelum besok dia akan mengajak Ayumi makan masakan Asia di salah satu tempat yang sudah dia cari tadi di internet, ya ratingnya 9/10 jadi pasti enak.
Tasya terbangun karena sakit yang luar biasa pada kakinya, dia berteriak karena tak tertahankan lagi rasanya, namun setelah melirik ke rak sepatu dan menemukan sepatu Bumi di sana Tasya mengurungkan niatnya untuk berteriak karena takut mengganggu Bumi.
Dia berjalan tertatih menuju dapur, menyiapkan baskom kecil dan handuk serta menuangkan air panas yang di campur air mentah dingin untuk mengompres kakinya, dia duduk di lantai sembari meletakan handuk basah suam-suam kuku itu pada lututnya.
"Apa gue harus ke rumah sakit ya, tapi gimana mau ke rumah sakit gue di kunciin ama dia, jatah keluar gue kan kemaren, lah gue kan minggu lalu malah gue pakek pingsan segala"
Ya kenyataannya baru 60 hari ini Bumi menetapkan peraturan jika Tasya hanya boleh keluar dua minggu sekali, dan itu hanya hari sabtu atau minggu, selebihnya dia akan mengunci Tasya di dalam rumah karena itu tadi dia tidak ingin Tasya mengadu yang terjadi padanya kepada orang lain.
"Kok biru ya"
Melihat jelas perbedaan kaki kanan dan kirinya, ya memang pas dijahit kemarin itu dokter mengatakan kalau mungkin nanti akan meradang tapi kalau sakitnya berlanjut bisa langsung kembali ke rumah sakit.
Tapi ya boro-boro bisa balik ke rumah sakit, keluar rumah saja dia bahkan tidak bisa, karena pintu sedari pagi sudah Bumi kunci.
Mungkin untuk saat ini Tasya di sini dulu saja, dia tak punya tenaga untuk berjalan ke kamar Bumi hanya sekedar mengecek apa Bumi sudah menganti pakaiannya dan membuka sepatunya apa belum.
"Gila ini super sakit"
Keringat dingin dari tubuhnya keluar karena menahan kesakitan yang luar biasa ini, sesakitnya keram menstruasi dan sakit perutnya seminggu yang lalu, ini bahkan jauh lebih sakit lagi ternyata.
"Oke tahan Sya"
Setelah beberapa lama, ngilunya mereda, setidaknya dia melupakan jika harus berteriak kesakitan yang otomatis akan membangunkan Bumi nantinya.
Setelah membereskan semua kekacauan yang dia buat, matanya tertuju pada meja makan, masakannya tak tersentuh, rasa laparnyapun lenyap seketika, ya Bumi tak memakan masakannya lagi.
Tasya tersenyum, gila ya dia sudah menghabiskan waktu hampir 3 jam untuk memasakan semua makanan kesukaan Bumi yang baru tadi siang dia tanyakan resepnya kepada samg mertua, eh pas sudah jadi malah tak dimakan sama sekali.
"Ya Allah sakit banget jadi gue"
Mengambil semua masakannya dan membuangnya ke tempat sampah, padahal kepiting saus tiram ini adalah makanan terenak yang pernah dia makan selama ini, bahkan ketika dia mencicipi masakannya sekalipun rasanya tak kalah enak.
Ya Tasya pintar memasak, karena Neneknya mengajarkannya berbagai masakan tradisional, walaupun tinggal di korea bukan di Indonesia Tasya mampu belajar dengan sang nenek yang notabenenya adalah seorang koki dari gerai rumah makan ternama, ya setidaknya dia mendapatkan ilmu dapur yang gratis.
Selama melarikan diri ke korea, karena patah hati percintaan yang membuatnya kesulitan melupakan Elang, justru dia mendapatkan banyak hal dari sang Nenek, wanita paruh baya dengan hati lembut yang dengan senang hati untuk merawatnya selama ini, berbeda dengan kedua orang tuanya, mungkin jika disuruh memilih uang atau dirinya, jawabannya adalah uang.
"Ya udah deh tidur aja, nanti abis subuh gue masakin dia lagi, gini aja terus abisin duit tapi gak dimakan"
Berjalan menjauh dari meja makan, ya kamarnya bersebelahan dengan dapur, bukan kamar tamu tapi gudang, karena apartemen mereka hanya satu kamar, karena Bumi menyewa unit yang paling kecil karena murah katanya.
Kamar Tasya hanya separuh dari kamar Bumi, sirkulasi udaranya juga buruk, karena tak ada fentilasi sama sekali dan juga tidak ada penyaring udara, hanya kipas 200 ribuan yang dia beli di pasar dekat apartemennya, ya ini baru musim semi, dia tak terlalu masalah, kalau nanti pas musim panas mungkin dia mulai berpikir untuk tidur di mana, tidak mungkin di dalam gudang kecil itu, karena kesehatannya pasti akan terganggu belum lagi udara panas yang akan membuatnya kesulitan bernafas karena udara yang kering bahkan tak berganti di dalam saja.
Karena sudah jam setengah 3 pagi, Tasya memutuskan untuk menulis saja, karena memang dia harus mencicil part ceritanya agar gampang nanti saat dia sibuk dia masih punya tabungan untuk di upload.
Part hari ini berjudul makanan basi, semua isi hatinya dia tuangkan di sana, karena ini juga menjadi alasan kenapa dia menulis, yang pertama dia punya setuja cerita di kepalanya yang bahkan tidak bisa dia ceritakan kepada siapapun, kedua dia takut untuk berbagi karena menganggap tak semua orang akan peduli dengan ceritanya, tidak semua orang mau mendengarkan ceritanya.
Aneh memang sifat manusia, mereka berakal tapi tak berhati nurani, eh sama sepertinya dua bulan lalu ternyata, sebelum dia memutuskan untuk bertaubat
Bahkan hewan saja tak di lengkapi dengan akal dan pikiran saja dia jauh lebih baik berperan sebagai makhluk hidup.
Dia menulis bukan tentang kisah hasil kehaluannya, tapi tentang semua keluh kesahnya selama ini, bagaimana perasaannya bekerja terhadap semua luka yang sudah Bumi berikan untuknya.
Dalam waktu dua bulan saja Bumi sukses membuatnya patah dalam cinta, ya sejujurnya dia sudah jatuh cinta dengan Bumi dan segala berlakuan buruknya.
Dia menuangkan dengan kata kiasan yang membuat cerita itu semakin dramatis, semua orang berkomentar suka, tak jarang ada yang membeli bukunya di online, ya dia juga menulis versi elektronik-book nya juga.
"Layaknya makanan basi, aku memasaknya lalu dia meninggalkannya lagi tanpa mencobanya, begitu juga perasaan nya mulai tak lagi terasa nikmat untuk ku telan, membuatku sakit, namun besok aku akan tetap memasaknya lagi, karena itu adalah makanan kesukaanku"