Chapter 7 - Tujuh

Tasya POV.

Jam 12 malam, lucu ya aku masih di depan TV dan duduk mengarah malah ke pintu utama rumah kami, tak ada pesan apapun dari Bumi, memang itu laki-laki kemana?, Masa iya kuliah sampai tengah malam kayak gini, bahkan tu ya 15 menit lagi udah ganti hari.

Ngomong-ngomong soal kondisiku ya syukurnya udah gak apa-apa, bahkan tadi pagi aku udah nyuci 2 baskom baju, gak ngerti sama laki-laki, pakek baju sekali sehari, kadang gak sampe sehari juga udh diganti, padahal yang nyuci kan aku bukan Bumi.

Tapi aku gak mau rusak mood dia dengan mengeluarkan semua keluh kesah ku, toh aku hidup di sini hanya berdua dengannya, bayangin aja kalau nanti dia murka trus usir aku dari rumah, ya kali aku luntang lantung di jalanan kan gak lucu.

Berulang kali aku menelphonenya, tapi yang jawab ya mbak-mbak operator aja, kebiasaan Bumi emang, lagian dia juga memisahkan gawai yang mana untuk teman-temannya dan yang mana untuk ku, ya untuk ku ada gawai nya sendiri, jadi dia tak akan terganggu jika aku menghubunginya, karena jujur untuk gawai yang selalu ada di kantongnya itu aku tak mengetahui nomornya sama sekali.

"Iss pasti dia tinggalin di mobil lagi"

Jadi mungkin kalau dia gak pulang itu sangat besar, aku menyeret kaki pincangku untuk masuk ke dalam kamar ku, iya kamarku karena jika aku dinas sunah malam juma'at sebagai istri baru malam itu aku bisa tidur di kamar Bumi.

Kadang aku mikir kenapa ya aku bisa bertahan segininya, padahal kesempatan aku kabur itu ada loh, ya mungkin jawabannya itu ada beberapa hal, pertama adalah ancaman Bumi untuk menghancurkan keluargaku, asli itu cukup membuatku menciut sih, kedua aku menyayanginya terlepas dari sikap kasarnya terhadapku, gila ya bahkan aku udah dipukul sama dimaki-maki tapi aku gak pernah sekalipun tuh marah sama dia, aneh sih tapi kenyataannya emang gitu.

Pernah tu ya aku gak mencoba gak mikirin Bumi, demi Allah susah banget, padahal malamnya abis di pukulin, belum lagi kalau misalnya pagi gak bikin sarapan, rasa bersalah banget ya walaupun gak bakal pernah di makan juga sih, tapi yang penting udah di bikinin dulu kan.

Kalau ditanya kenapa terima-terima aja disakitin gitu?, ya gak tau juga ya, pokoknya ya kareka gak mau nyari masalah aja.

Pernah deh tu sekali gak dipukulin, aku malah bertanya-tanya, loh kenapa tumben gak main tangan, atau mungkin Bumi capek banget kali ya lupa buat pukulin aku, loh kan jadi aneh otaknya.

Ah iya, kaki ku sakit jadi gak masak hari ini, untung juga Bumi gak pulang, aku mau masak mie goreng aja.

Untuk kenapa aku di rumah sakit waktu itu juga Bumi gak ngomong apa-apa, tapi yang dia tekenin cuma kalau dia gak mau punya anak dari aku itu aja.

Mungkin nanti aku akalin deh, atau ya mimpi punya anak harus aku kubur dulu jauh-jauh.

Jujur aku cukup kaget dengan apa yang Bumi katakan, ya sehina itu kah aku?, mungkin dulu aku memang berniat menghancurkan hubungan Elang dan Senja, tapi masa iya dia tidak bisa memaafkanku padahal sudah berulang kali aku meminta ampunannya.

"Asli ni kaki kenapa sih tambah lama tu tambah sakit, heran deh"

Aku si kuat begadang, ya seenggaknya aku tu kayak induk kucing gitu, yang selalu waspada dan siap-siap jika aja nanti Bumi mau apa-apa aku tinggal langsung nolongin.

Pernah tu ya aku ketiduran padahal cuma minta panasin martabak aja sampe ngerusak pintu apartemen, ya jadi tu pintu gak pernah aku kunciin lagi, lumayan kan biaya tambahan karena perusakan aset unit secara sengaja.

Pokoknya selama dua bulan hidup dengan Bumi banyak hal yang mulai aku pahami, dia yang tempramental, dia yang tak sekalipun peka dan juga parahnya dia gak pedulian anaknya, mau lo jatoh dari gedung pencakar langit sekalipun kalau bukan urusan dia ya bakal di tinggalin gitu aja.

Pernah juga sekali aku demam, demi Tuhan aku gak bisa berdiri lagi rasanya dia suruh buatin kopi, dan aku bilang lagi gak bisa karena aku sakit, kalian tau responnya apa?, hanya O gak ada huruf H pun di belakangnya.

Tapi itu Bumi, suamiku yang ku pilih, ya satu bulan aku masih jumawa, sombong tidak akan berpengaruh apa-apa jika nanti Bumi gak ada di hidupku, tapi sial sewaktu dia menemukanku bersimbah darah dalam ketakutanku karena itu bertepatan setelah aku menghajar Senja habis-habisan, tapi setelah Bumi membawa jauh diri ku ke London dan menghapus semua bukti yang ada di TKP aku baru merasa berutang budi kepada laki-laki yang aku panggil suami ini.

"Tidur gak ya, nanti dia pulang gimana, ya udah deh tidur di sofa depan aja"

🔺🔻🔺

Sementara di dorm Ayumi, Bumi dan wanita itu masih sibuk menceritakan hal-hal konyol yang pernah terjadi di hidup mereka, sampai lupa waktu.

Pintu utama terbuka ada keera di sana, ah dia adalah mahasiswa asal Malaysia, dia baik juga anaknya, hanya saja di London dia sedang kerja part time di salah satu geray coffee tak jauh dari dorm mereka.

"Hay, kau orang masih di sini ye, kalau i tau i beli banyak lagi makanan" ucapnya.

"Ah gak apa kok, katanya gak pulang kok jadi balik?" Bumi membantu Yumi untuk duduk di kurso rodanya kembali.

"Iye, sebab bos I kate die tak jadi lah buka gerai buat nonton bareng, istri dia nak besalin"

"Oh gitu"

"Nak ke room kah Yum?"

"Iya, Mi lo bisa balik, dan makasi banyak ya lo udah temenin gue" Yumi tersenyum manis dan menatap keera meminta bantuan untuk mendorong kursi rodanya.

"Gue balik ya" Bumi berjalan menuju pintu utama san menghilang.

Keera melihatnya, entah sampai kapan sahabatnya ini menyimpan perasaan itu sendirian.

"U kalau tak nak risau sendiri ya bilang lah kalau U tertarik kat dia tu" ucap Keera jahil.

"Apaan sih gak lah Kee"

"Nape pulak? Tak nak lah macam tu, kalau U dah tepikat sama pesona die punye ya langsung cakap aja macam tu, kesempatan dia dan U pun dekat, jadi gampang tau"

Ayumi menggeleng lalu terkekeh, bahkan dia tak tau perasaan apa yang mulai dia rasakan tentang Bumi, ya laki-laki itu baik sekali, mana ada orang yang mau menghabiskan waktunya untuk hal seperti ini, walaupun berkedok sebagai rasa tanggung jawab tapi yang dilakukan Bumi sepertinya sudah sangat berlebihan.