Bumi terdiam, Tasya dinyatakan mengalami keguguran dan kekurangan gizi juga dehidrasi, untuk umur 22 tahun dengan tinggi 167 seharusnya berat badan Tasya minimal 48kg, sementara yang dia miliki hanya 42kg dan juga kondisinya juga tengah berbadan dua itu cukup berbahaya sebenarnya.
"Sialan" upat Bumi kesal.
Dia marah, ya dia marah karena Tasya tak mengatakan apapun tentang kehamilannya, dan ya Tuhan dia takut dan trauma melihat banyaknya darah di sekitar gadis itu tadi, dia tak akan pernah membiarkan Tasya hamil lagi, tak akan pernah.
"Mi"
Setelah total 7 jam tertidur dengan Bumi di sebelahnya, akhirnya Tasya terbangun, netranya menangkap ada Bumi di sebelahnya dan gadis itu tersenyum samar.
"Gue gak mau lo hamil lagi"
"Maksud lo Mi?"
"Lo catet di otak lo gue gak mau punya anak sama lo ngerti?"
Wajah bingung Tasya menghiasi pandangan Bumi saat ini, tapi mending seperti itu karena Bumi tidak ingin semua hal gila ini terjadi lagi.
"Kenapa Mi? Kita suami istri kan, kok lo gak mau punya anak sama gue? Sehina itu gue dimata lo?"
"Ya bahkan lo bukan apa-apa buat gue, ngerti lo"
"Ya Allah, ya udah kalau lo gak mau punya anak gue kabulin"
Lagi dan lagi senyum bodoh itu hadir di paras Tasya, walaupun saat ini dia ingin menangis keras untuk menghalau rasa sesak di dadanya karena apa yang Bumi ucapkan cukup menyakitinya, demi Tuhan dia tidak pernah berpikir jika Bumi menolak memiliki anak bersamanya padahal notabenenya mereka adalah suami istri yang sah.
"Lo tidur aja, gue mau keluar, sumpek gue di dalam, lagian lo sakit aja, lo gak tau ini rumah sakit mahal, gue mau bayar pakek apa, mulai hari ini lo makan semua hal yang ada di kulkas gak usah tanya gue gimana, gue lebih baik repot belanja dibanding harus bayarin rumah sakit super mahal kayak gini buat lo" Bumi melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Tasya, gadis itu terdiam, mencerna setiap ucapan yang baru Bumi katakan.
Yang dia tangkap Bumi lebih sayang uang nya dibandingkan kondisi dirinya saat ini, ya Tasya menangis tampa suara, meremas dadanya kuat, demi Tuhan rasanya sangat sesak, kenapa semuanya jadi serunyam ini, dan kenapa dia malah jatuh cinta dengan laki-laki yang bahkan tak pernah menganggap kehadirannya itu ada.
"Lo gak boleh sakit kalau gitu Sya, lo ngerepotin banget"
Walaupun tubuhnya belum sepenuhnya pulih dia ingin segera keluar dari rumah sakit ini, karena jika dia menambah sehari lagi untuk berada di sini otomatis Bumi akan mengeluarkan uang lebih untuk membiayai pengobatannya.
Tapi sial untuknya, tubuhnya lemas luar biasa, bahkan untuk duduk lama saja kepalanya berkunang-kunang, alhasil dia kembali merebahkan tubuhnya, ya besok dia akan mengirimkan uang ganti dari biaya rumah sakitnya ini, beruntung uang yang pernah bumi berikan belum ada yang dia gunakan jadi setidaknya dia bisa mencicil sedikit.
"Karma"
Dia tertawa, ah coba dulu sebelum melarikan diri dan menutup semua kasus ini, dia tidak pernah melakukan hal gila itu kepada Senja dan mulai berdamai dengan masa lalu Bumi dan juga kenyataan bahwa laki-laki itu lebih mencintai Senja di bandingkan dengan dirinya, atau dia yang tidak memilih untuk menghancurkan rumah tangga Senja dan Elang, mungkin hidupnya akan jauh lebih baik, tidak terjebak dengan cinta yang menyakitkan seperti saat ini.
"Makan"
Karena terlalu sibuk dengan lamunannya Tasya bahkan tak menyadari kehadiran Bumi, ah dia datang dengan berbagai jenis makanan, dan juga satu troli makanan rumah sakit.
"Lo habisin, kalau ada yang sisa gue gak segan-segan kurung lo di gudang"
Dengan tatapan takut Tasya memakan semua hal itu dengan cepat, bak srigala kelaparan, dia memasukan apa saja ke dalam mulutnya, ya karena hampir 60 hari ini Bumi selalu hanya memberinya waktu 5 menit untuk makan, dan selebihnya bekerja, apapun itu, Bumi harus melihat Tasya sibuk dan agar tidak ada waktu untuk gadis itu menempelinya.
"Sampah"
Tasya menghentikan makannya, mendengar ucapan menyakitkan yang untuk keberapa kali hari ini yang laki-laki itu ucapkan untuknya.
"Makan sialan lo malah berhenti"
Dan ya layaknya kerbau yang cilok hidungnya, Tasya menuruti semua perintah Bumi tanpa terkecuali, dia memakan tuntas semua makanan itu hanya dalam waktu 5 menit.
"Tidur"
"Mi"
"Apa?"
"Gue pengen muntah"
"Lo telen muntahan lo, gue gak mau urusin orang penyakitan kayak lo"
Dengan sekuat tenaga Tasya menahan segala gejolak dalam dirinya, walaupun rasanya tak enak dia tetap melakukannya, karena melihat Bumi marah lagi itu akan layaknya sebuah mala petaka.
Dengan sekuat tenaga gadis itu turun dari brangkarnya, Bumi yang baru saja memejamkan matanya tak mengindahkan apapun yang wanita itu lakukan, dengan pelan serta menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya dia berjalan menuju kamar mandi, menutup pintu itu untuk memastikan jika Bumi tak akan terganggu dengan apapun yang Tasya lakukan nanti.
Setelah memastikan semuanya tak akan di ketahui oleh Bumi, Tasya mulai mengeruk kembali isi perutnya, semenjak menikah wanita itu memiliki gangguan makan yang sangat buruk, karena yang biasanya dia bisa makan dengan porsi yang seimbang, ada karbohidrat dan protein serta mungkin dengan tingkat takaran gizi yang tepat ditambah lagi dengan cara makan yang tidak terburu-buru layaknya militer, namun tidak dengan sekarang, dia malah makan apa yang bisa dia makan, kadang saking laparnya Tasya hanya memakan makanan sisa atau bahkan dia memasak kembali sayur yang bahkan mungkin sudah basi karena Bumi jarang membiarkan dirinya keluar karena keseringan menguncinya dari luar, di tambah lagi ada sekat antara dirinya dan Bumi, semacam hak milik, Tasya tak boleh memakan apapun yang ada di kulkas milik Bumi karena laki-laki itu benar-benar tidak suka hal itu terjadi.
Setelah selesai dengan urusannya, Tasya terduduk cukup lama di dalam toilet, tubuhnya lemah di tambah lagi kakinya yang sakit luar biasa, sebenarnya dia tidak bisa bergerak bebas, entahlah luka lebam dan mungkin juga ada jahitan di lututnya membuat geraknya terbatas.
"Ya Allah sayang amat ini makanan gue muntahin lagi, gue gak tau besok mau makan apa"
Walaupun dia sudah menyiram semua muntahannya, Tasya masih menatap closet itu dengan sendu, karena selama ini Neneknya akan selalu marah jika dia membuang makanannya, tapi sekarang apa yang dia lakukan, memang jika dia memakan semua makanan itu sampai habis, hanya saja cuma bertahan beberapa menit di dalam perutnya dan harus dia keluarkan lagi dengan cuma-cuma.
"Andai gue punya temen di sini, seengaknya bisa bantu gue buat beli apapun deh kalau gue di kurung sama Bumi di rumah"