Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 6 - Sah Menjadi Suami Istri

Chapter 6 - Sah Menjadi Suami Istri

Dia ingin segera menyelesaikan ijab qabul untuk segera membawa Asih ke kamar, dia menjadi sangat ganas setelah menyadari kecantikan Asih yang lebih manis dibanding almarhumah kakaknya Nengsih.

Asih jadi nampak lebih cantik dan lebih menggoda baginya sekarang.

Air mata Asih surut karena calon suaminya itu mencubit lengan Asih agar dia tidak terus menangis.

Asih menahan getir dalam hatinya, memikirkan hidupnya ke depan yang akan dilalui olehnya sendirian di tempat si Fir'aun modern ini yang menurut Asih sangat kejam dan tak punya hati.

Bisa saja Asih disiksanya dengan brutal jika kemauannya nanti tidak Asih turuti. Terkadang terbesit dalam pikiran Asih untuk bunuh diri seperti kakaknya Nengsih.

Tapi itu sama saja dengan dirinya tega meninggalkan keluarganya dalam kemelaratan.

Walaupun Asih harus mengubur cita-citanya yang ingin kuliah dan merantau ke Jakarta, Asih tetap harus menerima garis takdirnya yang belum pernah dia pikirkan sebelum ini.

'Ya Alloh, tabahkan hamba menerima cobaanmu ini,' gumam Asih dalam hatinya meminta pertolongan pada Tuhan Pencipta Alam yang menulis skenario kehidupan.

Asih tahu jika Tuhannya tidak akan membebani seorang hamba di luar batas kemampuannya.

Asih yakin Tuhannya percaya jika Asih bisa bertahan menerima nasib yang sudah Tuhan berikan untuknya.

Selalu ada hikmah di setiap kejadian dalam hidup seseorang, biarpun Asih harus menanggung keperihan … setidaknya dia bisa melihat adiknya sekolah dengan tenang, orang tuanya juga tidak harus bersusah payah lagi bekerja demi tutup lobang gali lobang.

Karena semua hutangnya sudah dianggap lunas dengan perjanjian di atas materai, dan semua kebutuhan keluarganya pun akan ditanggung oleh suaminya nanti.

Asih siap walaupun nanti dia juga pastinya akan mendapat cemoohan dari teman-temannya. Asih tak punya pilihan lagi.

Entah kerasukan apa si Tuan Tanah itu juga jadi menyukai Asih selama bulan-bulan terakhir sesudah kesepakatannya dengan Asih untuk membayar hutang ayahnya dan membebaskan ayahnya itu disekapati dengan mudah oleh Jajaka Purwa.

Jajaka Purwa telah memata-matai Asih dan memotret setiap gerak-geriknya yang diintai oleh anak buahnya. Senyuman Asih dalam foto dan aslinya tetap sama-sama membuat dirinya tergairahkan.

Jiwa tua-tua keladi semakin tua semakin menjadi itu adalah benar adanya, bukannya melemah, dia justru semakin tertantang untuk mencoba yang lebih segar dan berbeda dari istri-istrinya yang lain walaupun dalam hatinya Jajaka Purwa sendiri sadar jika Asih mengingatkan dia pada putrinya Hani yang kini sedang sekolah di luar negeri dan akan kembali pulang sesudah dia diwisuda.

Hari ini pun ayah Asih tidak hadir karena dia menyerahkan haknya untuk menikahkan Asih pada Wali Hakim. Asep tidak ingin menikahkan Asih langsung, itu hanya akan membuatnya merasa bersalah.

"Sah, Para Saksi?"

"Sah." Semua menjawab walaupun rata-rata istri Jajaka Purwa menolaknya dalam hati dan ada beberapa dari mereka yang tak peduli akan perkawinan itu.

Sebagian mereka berpikiran yang penting hidup nyaman dan segala terfasilitasi, tidak memikirkan apa suami mereka akan menikah lagi atau tidak, sakit atau tidak ataupun juga bahkan tidak mengunjungi mereka satu hari pun itu terserah, tidak rugi bagi mereka yang hanya ingin hidup enaknya saja.

Air mata Asih pun terjatuh lagi, seharusnya itu adalah air mata haru seorang pengantin.

Tapi sayangnya tidak, itu adalah air mata yang Asih yakini terakhir menetes di hari ini yang mungkin pikir Asih adalah awal penghantar air mata berikutnya yang akan sering terjatuh lagi, lebih banyak.

Bara tidak ingin menyaksikan lagi pernikahan ayahnya dan memilih pergi dari kerumunan.

Adrian sudah lebih dulu menghilang sebelum Bara.

Tiba-tiba ponsel Bara berbunyi, dilihatnya pacarnya yang menghubungi. Tapi Bara sudah tidak menganggapnya pacar, mereka sudah putus … hanya saja Bella tidak ingin putus dari Bara.

Dia selalu mengajak Bara balikkan tanpa rasa malu, dan tetap memperkenalkan Bara sebagai pacarnya.

Bagi Bara, perselingkuhan tidak bisa ditolelir. Jika baru pacaran sudah selingkuh, gimana jadinya jika sudah menikah.

Bella menyelingkuhi Bara dengan temannya yang setengah berdarah inggris yang kini jadi anak baru di sekolah mereka.

Bella sudah lama mengenal teman bulenya bernama Alfred itu yang bahkan sengaja pindah sekolah hanya agar bisa bersama Bella.

Bella blasteran Indonesia dan Inggris, dia mengenal Alfred juga di inggris saat keduanya masih kecil sedang Alfred blasteran Inggris dan Jerman.

Indonesia menjadi tempat favoritnya karena ada Bella.

Alfred yang juga kebetulan mempunyai paman blasteran Indonesia dan Jerman, menjadi alasannya untuk berani meminta izin keluarganya untuk ke Indonesia.

Dia juga bisa diizinkan orang tuanya tinggal dan bersekolah di Indonesia untuk mencari pengalaman lebih untuk menunjang karir anaknya karena ada sang paman juga.

Karena hidup kedua orang tua Alfred juga sangat bebas, mereka selalu rela merogoh uang dalam-dalam untuk segala hal yang mereka inginkan dalam hidup, pikir mereka hidup hanya sekali dan harus dibuat serame mungkin.

"Kenapa lagi sih Bella?" gerutu Bara dan langsung mereject telepon dari Bella. "Ganggu!" katanya sebal.

Selang satu menit, terdengar suara panggilan telepon juga kembali berbunyi.

"Gak nyerah juga nih cewek. Dasar keras kepala!" Bara semakin mendidih.

Emosinya selalu saja meluap karena Bella yang terkesan memaksakan dirinya untuk kembali pada Bara lagi.

Dibacanya pesan dari Bela yang membuat Bara berpikir dua kali untuk tidak mengangkatnya.

"Ada pesan penting buat kamu, Bar. Ini soal Miftah." Tulis Bela dalam pesannya yang sekarang terlihat di layar ponsel Bara.

Bara ragu untuk mengangkatnya, Bara tidak ingin dibohongi oleh mantan kekasihnya.

Tapi karena Bella membawa-bawa nama 'Miftah' membuat Bara justru lebih ragu untuk tidak mengangkat telepon dari Bella.

Diangkatnya telepon dari perempuan itu. "Hem? Ada apa? Jangan bohong ya, kamu!" ucap Bara ketus.

Si perempuan di ujung telepon menyeringai senyum.

"Aku gak bohong kok. Seriusan, kalau kamu gak percaya juga gak apa."

"Iya, apa?" suara Bara meninggi, dia penasaran dengan apa yang akan Bella sampaikan.

"Besok aja di sekolah. Kamu bakal berterima kasih padaku, Bar."

Menyebalkan!

Bara kira Bella akan membicarakannya di telepon. Pikir Bara dia bodoh, mau-maunya menuruti Bella untuk mau menganggkat panggilan teleponnya.

Tapi Bara mencoba sabar.

Di sisi lain pikiran Bara traveling ke mana-mana. Kecurigaannya pada Bella yang pernah membohonginya perihal asmara membuat Bara tidak percaya kata-kata perempuan itu.

Langsung ditutupnya sambungan teleponnya, membuat perempuan itu kesal tapi dia percaya kalau Bara pasti akan penasaran dengan kabar yang dia punya dan akan mengejar-ngejar Bella demi untuk mengetahui kabar terbaru dari Rivalnya itu.

"Dia maunya apa sih, Cewek Matre!" gerutu Bara.

***

Di kamar Jajaka Purwa, hati Asih tengah merasa campur aduk.

Ingin sekali dia bunuh diri karena tidak ingin disetubuhi oleh lelaki tua yang juga tidak Asih cintai.

"Lepaskan riasanmu dan bajumu!" titah si Tuan tanah itu sembari dia membuka bajunya sendiri.

Asih masih ragu, keringat dinginnya keluar banyak seperti air terjun.

Tubuhnya gemetar, tapi mau tidak mau Asih menurut melepaskan riasannya karena memang sedari tadi juga kepalanya pusing karena riasan dan juga karena efek sudah menangis terlalu lama.

Setelah si Tuan Tanah itu melepaskan bajunya dan hanya tersisa celana dalam saja, Asih terkejut. Dia hampir menjerit, tapi Asih tahan.

'Ya Alloh, sekarang dia suamiku. Tapi aku tidak ridho melayaninya ya Alloh, ampuni aku ya Alloh,' gumam hati Asih tak menentu.