Keduanya kemudian pergi menuju tempat yang masih kosong dan sudah ada teman-teman Bella di sana. Keyla melambaikan tangannya.
"Di sini, Bell!"
Bella dan Alfred menoleh, dan mempercepat langkah mereka.
Tata yang duduk di samping Keyla kemudian berbisik pada temannya itu, karena si loading Ica sedang memesankan pesanan mereka.
"Apa perlu si Asih juga kita ajak ke sini?" tanya Tata pelan.
Keyla pun mengalihkan pandangan pada Asih yang sedang memilih jajanan kemasan di kantin.
Mereka awalnya memang berniat memasukkan Asih ke dalam gengs mereka, tapi karena Bella balikkan sama si Alfred kayaknya rencana mereka juga harus dibatalkan atau mungkin dicancel dulu untuk menunggu putusan dari Bella.
"Kita buka hak suara nanti deh," balas Keyla.
"Oh, oke."
Asih masih menilik-nilik jajanan, dia ingat kalau kemarin Asih belum sempat jajan.
Kemarin juga dia berniat memberi jajanan untuk Fira sebagai bentuk perkenalan, Asih rasa dia memang harus peduli pada teman sebangkunya itu.
Walaupun mungkin memang akan butuh waktu yang lama agar si Fira bisa menerima Asih sebagai temannya.
"Neng murid baru, ya?" tanya si ibu kantin yang selalu dipanggil Mama oleh para murid-murid di sana.
Mungkin karena Asih memanggilnya dengan sebutan 'Ibu' dan juga wajah Asih yang tidak familiar di lingkungan sekolah dia dengan mudah tahu kalau Asih adalah murid baru.
Asih tersenyum. "Iya, Bu."
"Pantas saja, kayak baru lihat." Si Ibu pemilik kantin itu pun juga tersenyum sambil meladeni murid-murid yang jajan.
"Iya, Ma. Dia sepupu Bara." Bara yang baru datang langsung nimbrung. Tatapan keduanya pun saling bertemu. Asih begitu kaget mendengar ucapannya barusan, seperti tidak ada rasa benci yang dipancarkan dari wajah Bara yang biasa dia perlihatkan sebelumnya.
Seketika riuh suara laki-laki teman-teman Bara pun meramaikan suasana.
Bara membawa sekomplotan geng yang entah kelas berapa saja. Asih pun tidak tahu.
Dengan laga-laga songong mereka, bergiliran datang dan hampir serempak semuanya duduk memadati kursi.
Sebagian murid-murid yang kalah pamor memilih minggir dan membiarkan mereka-mereka yang punya nama menempati bangku yang sudah lebih dulu diduduki murid lain yang sekarang lebih memilih mengalah.
Asih tidak ingin berlama-lama di sana, dia pun bergegas meninggalkan Bara.
Tapi, tangan yang kuat itu menggenggam pergelangan Asih ditambah tatapan penuh ancaman dan bisikkan kemarahan.
"Lo kalau di depan umum jangan gituh ke gue, ramah dikit bisa kan?" Bibir Bara menggertak.
Tapi Benar apa yang diucapkan Bara barusan, kalau Asih terlihat membenci Bara … semua orang pasti curiga.
Asih pun tersenyum.
"Euleuh-euleuh, manis gituh senyumnya," puji salah satu lelaki. Bara dan Asih pun langsung menoleh.
"Sepupu gue dong. Jangan naksir lo, enggak se-Level." Bara memihak.
Semua teman-teman Bara pun tertawa dan mengacak-acak rambut lelaki itu yang memuji tadi dan memang jangan ditanyakan lagi. Dia terkenal playboy di antara mereka.
Asih begitu terkejut dan mereka kembali saling tatap.
"Mau ke mana lo?" bisik Bara begitu pelan.
"Aku mau ke perpustakaan," balas Asih juga pelan.
"Oh, oke. Tapi gue jamin, percuma lo belajar. Hidup lo aja enggak mungkin merdeka. Orang udah jadi –"
"Permisi." Asih memotong ucapan Bara lebih cepat dan meninggalkan kerumunan.
"Mau ke mana sepupu lo, Bar?" tanya temannya.
"Ke perpus katanya, maklum Asih orangnya kutu buku. Jadi ya … gitu deh." Bara beralasan.
Semua hanya mengangguk-angguk, dan bangga mendengarnya. Sangat jauh berbeda dengan Bara yang pergi ke perpustakaan hanya ketika disuruh guru saja.
Hilman kemudian berdiri untuk mengumumkan pengumuman dengan keras bermaksud membalas aksi Alfred tadi di dalam kelas, demi mensupport King mereka yaitu Bara.
"Pengumuman semuanya, temen-temen!" gelegar suara Hilman terdengar jelas oleh semua orang.
Semua orang langsung melirik, Asih juga menghentikan langkahnya dan melirik ke belakang. Ke tempat Bara dan teman-temannya berkumpul dekat kantin.
Tidak terkecuali juga Alfred dan teman-temannya, begitupun Bella and The Gengs.
Kebetulan juga Miftah dan teman-teman sekelasnya baru saja datang. Itu sangat pas sekali bagi Bara and gengnya yang memang ingin menyombongkan kekuasaan mereka.
"Cepet umumin Man, mungpung ada gengs The Gods," desak Tobi yang juga diikuti anggukan yang lainnya.
"Ok, ok santai." Hilman menggerak-gerakkan tangannya sebagai simbol agar teman-temannya tidak terlalu rusuh.
"Kami, The Kings akan traktir semua murid di sini," teriak Hilman antusias.
Belum sempat Hilman melanjutkan ucapannya, semua murid pun sudah ramai bersorak sorai.
Teman sekelas mereka semakin senang, selain ditraktir oleh Alfred tentunya hari ini akan ada double jajan gratisan.
Bisa sekalian dibungkus ke rumah ini mah, kata mereka yang ambisius pada makanan. Lagi pula sayang untuk disia-siakan.
Para pedagang pun ikut senang akan hal itu. Bisa-bisa dagangan mereka raib seketika di hari ini.
"Semua yang nanggung King Bara, ok? Jadi semuanya ditraktir, enggak sekelas doang. Sekelasmah levelnya regional. Kalau King Bara sukanya yang level universal. Bener gak temen-temen?"
"Yoooi!" serempak mereka menjawab.
"Hahaha," tawa mereka pun pecah dan menggema.
Bara dan teman-temannya tertawa lepas, dan tentunya mereka sangat senang melihat wajah si bule Alfred yang begitu mendidih.
Kulit putihnya tidak bisa menyembunyikan kemarahan sampai wajah Alfred pun terlihat memerah dan dia dengan sengaja menggebrak meja.
Semua yang dekat dengannya terkejut, kecuali Bella. Dia tidak suka kalau kedua lelaki itu terus-terusan berselisih.
Bella juga merasa aneh, kalau Bara sudah tidak mencintainya lagi, kenapa dia begitu ingin bersengit dengan Alfred dan melayani permainannya?
Bella hanya diam dan menikmati minumannya dengan santai. Diputar-putarkannya sedotan, setelah itu dia seruput.
"Sial si Bara, dia mau ngobarin api sama gue? Punya nyali ternyata dia." Alfred mengepal bekas minuman botolnya, meremasnya sampai terperintil.
"Tenang Bos, itu tandanya dia kepancing sama permainan kita. Bos jangan mau kalah."
"Bener-bener. Bos jangan mau kalah, tambahin lagi traktirannya dong Bos. Kalau perlu sebulan full."
Vino dan Alex justru menggoda bosnya sendiri. Hingga dipukullah kedua kepala mereka itu dengan bekas botol tadi yang sudah dirusak Alfred.
Gengs Bella hanya tertawa melihatnya, karena Keyla, Tata dan Ica pun setuju dengan perkataan Vino barusan.
"Itu sih, mau lo … lo pada ya."
"Hehe he …." Keduanya terkekeh-kekeh sambil kesakitan.
Miftah dan teman-teman lelakinya bingung, antara milih lanjut jajan atau pergi.
Tapi kalau mereka enggak jajan di sana tentunya dua jam pelajaran ke depan perut mereka akan berbunyi keroncongan.
Bara dan geng motornya seperti sengaja mengumumkan kehebatan mereka mentraktir semua orang, pikir Miftah.
Tapi, Miftah tidak terlalu memedulikan itu.
Dan karena melihat Asih, dia pun langsung menyapa.
"Hai, Asih."
Asih pun membalas senyuman Miftah.
"Hai, juga."
"Cie," sindir teman-teman Miftah.
"Kalau gituh kami duluan deh, semoga jajanan enggak habis diborong sama mereka."
Mereka pun pergi meninggalkan Miftah yang sudah dapat mereka tebak kalau ketua geng motor mereka itu sedang jatuh cinta pandangan pertama pada murid baru itu.
Asih yang sudah Miftah ketahui juga tentangnya –perempuan yang diakui oleh Bara sebagai sepupu. Itu tidak menjadi masalah bagi Miftah. Karena menurutnya Asih ya Asih, Bara ya Bara. Beda jalur walaupun sepupu.
Dari kejauhan, Tobi melihatnya. Dia pun melaporkan itu pada Bara yang sibuk mengobrol dengan yang lain.
"Bar, Bar. Itu sepupu lo digodain sama si Miftah."
Semua teman-temannya pun langsung menoleh. Terlihat Miftah dan Asih begitu akrab. Tidak seperti saat Asih dan Bara mengobrol.
'Sial, si Asih kecentilan bangt, si Miftahnya lagi kurang ajar. Enggak puas apa dia udah deketin Rani? Harus gue kasih pelajaran dia,' amarah Bara di dalam hatinya dan langsung pergi menghampiri mereka.
"Asik, bakal ada adu mulut nih."
Teman-teman Bara mendukung hal itu.
"Kamu suka baca buku emang?" tanya Miftah.
"Lumayan," jawab Asih tersipu malu dan tiba-tiba, Bara datang dan langsung memegang tangan Asih.