Chereads / Asih Tanpa Kasih / Chapter 27 - Ketegangan dengan Miftah

Chapter 27 - Ketegangan dengan Miftah

Asih kembali dikejutkan.

'Anak ini kenapa lagi sih? Terus saja pegang-pegang tangan.' Asih heran, tapi hanya di dalam hati saja dia berkomentar.

"Maksud lo apa? Mau ngedekatin sepupu gue?" Bara terlihat menantang.

Semua fokus murid-murid di sana pun tertuju pada mereka. Gengs Bara begitu bangga karena King mereka terlihat hebat ketika melabrak orang lain.

Tapi Gengs Miftah justru takut kalau Gengs Bara membuat ulah di sekolah. Tapi tidak ada yang ingin ikut campur, semuanya hanya memerhatikan dari kejauhan.

Alfred dan teman-temannya, juga Bella and The Gengsnya pun tidak mau ketinggalan episode ini.

Mereka juga memerhatikan mereka dengan khusu. Bella menganggap Bara memang adalah saudara yang baik. Dia adalah seorang lelaki gentleman yang sangat bodohnya Bella sia-siakan.

Bella sangat menyesal, Asih saja dijagain sepenuh hati. Apalagi dia dulu, lebih romantis.

"Ampun deh gue," ucap Miftah, "kalau gue ngobrol sama Asih pun harus dengan izin lo, emang? Begitu ya, Asih?" Miftah menunggu jawaban Asih. Asih takut salah bicara dan dia hanya diam saja.

"Inget ya, lo jangan gangguin Asih kalau enggak mau berurusan dengan gue. Paham lo?" Bara menunjuk wajah Miftah dengan ancaman yang tidak dihiraukan oleh lelaki kalem itu.

Miftah begitu santai dan hanya membalasnya dengan senyuman saja, tangannya pun bergerak mengusap hidung. Sungguh sikap yang membuat para kaum hawa klepek-klepek.

Bara pun melenggang meninggalkan Miftah yang masih mengembangkan senyuman manisnya yang bisa memelet para siswi di sana.

Teman-teman Bara pun terkejut melihat sikap Miftah yang begitu berani.

"Mau ke mana si Bara? Lah, yang bayar kita siapa?" Tobi bicara dengan mulutnya yang masih mengunyah roti.

"Kalem, dia pasti cuman nganter si Asih doang."

"Lagian si Miftah juga, ngapain lagi dia so manis ngedeketin Asih. Kan Asih inceran gue," celetuk Hilman dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari semua teman-temannya yang juga naksir pada Asih.

Termasuk Tobi. Padahal, Hilman hanya bercanda saja.

"Oh, jadi lo mau saingan sama gue?" tanya Tobi yang langsung memasukkan sepotong roti bekas ke mulut Hilman.

"Cuih, cuih, jijik banget ini kan bekas lo."

Semuanya kembali tertawa dan mengolok-olok kedua teman dekat itu agar saling berkelahi di sana.

"Biar lo tahu betapa asinnya ditikung temen. Kencut."

Hilman menekukkan leher Tobi, mereka pun berkelahi dan teman-teman lainnya jadi penonton.

"Berani lo, hem? Hem?"

"Mustahil gue enggak berani. Aaaa, sakit. Gue tercekik, Ma, Mama kantin tolong!"

Catatan:

Hanya berkelahi sebagai lelucon saja.

Miftah kemudian menghampiri teman-temannya, dan tidak peduli dengan tatapan murid-murid di sana yang menjadikan dia sebagai pusat perhatian.

Miftah percaya kalau Asih juga menyukainya. Dia sangat yakin dan tak peduli kalau Asih adalah sepupu Bara. Miftah akan mengejar Asih sampai mana pun.

Jauh dari kantin, Bara pun melepaskan genggaman tangannya pada Asih dengan kasar dan tak lupa mengelap bekas sentuhannya itu ke celana. Seperti merasa jijik.

'Dia yang pegang kok dia yang jijik,' oceh Asih lagi di dalam hatinya.

"Jadi cewek jangan centil, tahu udah jadi istri orang jangan belaga kayak anak SMA. Ngerti lo? Mau gue laporan ke ayah gue?" Bara memperingati Asih dengan nada pelan tapi begitu terdengar sangat menyakitkan di telinga Asih.

"Bukannya kamu disuruh Ayahmu agar jadi bodyguard aku, ya?" sindir Asih membalikkan keadaan.

Bara pun seperti tertuduh sebagai pelaku, dia jadi inget kalau mobil yang sudah diberikan ayahnya padanya sebagai imbalan atas bersedianya Bara mengawasi Asih di sekolah.

"Tapi lo enggak boleh seenaknya begitu. Gimana kalau si Miftah akhirnya tahu kalau lo –"

"Enggak mungkin," potong Asih lagi, "udah ya, aku harus pergi." Tanpa izin dari Bara, Asih pun langsung meninggalkannya. Bara sangat kesal, Asih jadi semakin berani menjawab setiap perkataannya.

"Lo perlu gue hukum Asih, biar enggak ngelunjak." Bara menatap kepergian Asih dengan penuh dendam.

Dia pun kemudian pergi kembali ke kantin, dengan penuh amarah. Mulai dari si Alfred yang mengajak bersaing, si Miftah yang kegantengan pikir Bara, dan kali ini Asih yang sulit diatur.

Urusan perasaannya dengan Rani pun masih belum selesai, Rani masih belum mau mengangkat telepon dan membalas pesan yang dilayangkan Bara padanya.

Hari ini pun, wajah adik kelasnya yang cantik itu belum terlihat. Mungkin karena di kantin sangat ramai jadi dia sudah tahu kalau ada Bara bersama kawanannya yang menyita lokasi.

Hari yang tidak menggembirakan bagi Bara. Jadi, dia kembali ke kantin untuk membuat keseruan di hadapan parah musuhnya, Miftah dan Alfred yang sepaket dengan mantannya si Bella.

Asih berjalan grusak grusuk karena dia teramat kesal pada Bara. Bara telah membuat Asih malu tadi di kantin.

Perihal hanya ditanya oleh Miftah apa salahnya? Toh si Tuan tanah juga tidak akan tahu juga, lagian Asih memang masih muda jadi wajar kalau ada lelaki yang ingin mengenalnya.

Andai saja takdir Asih tidak begini, mungkin dia tidak perlu berpura-pura menjadi sepupu Bara.

Terasa selalu diintimidasi olehnya dan menjadi seleb dadakan karena semua orang di sekolah ini pasti sudah tahu pada Asih dan penyebab ketenarannya adalah Bara.

Asih masih memegang jajanannya tadi, sebungkus keresek hitam hampir penuh. Asih kemudian berubah pikiran, dia tadinya ingin ke kelas saja dan memberikan jajanan itu pada Fira dan Hasan setelah masuk.

Tapi, waktu istirahat masih lama. Tidak ada salahnya kalau Asih mengunjungi keduanya ke perpustakaan.

Mungkin jika hanya mengobrol bertiga saja, Fira jadi bisa lebih baik pada Asih.

Siapa yang bisa menebaknya bukan? Asih pun bersemangat untuk pergi, dan dia sangat tahu lokasi perpustakaan di mana.

Tidak jauh dari ruang guru, karena saat Asih pertama kali ke sini dia melewatinya.

Asih pun mempercepat langkahnya, keburu minuman dingin itu berubah jadi hangat.

Fira dan Hasan pasti senang diberi minuman yang bisa membuat dahaga terlepas karena hari ini langit cukup terik sekali.

Tak butuh waktu lama, Asih pun sudah berdiri di depan pintu perpustakaan.

Di sekitaran sini cukup sepi karena jarang sekali orang yang suka baca buku, apalagi di sekolah.

Hanya beberapa ekor yang rela menghabiskan waktunya di perpustakaan dan juga memilih memanjakan mata mereka dengan sampul menarik dan beragam kalimat di dalamnya.

Asih pun memegang gagang pintu, ditekannya ke bawah dan pintu itu pun langsung terbuka.

Ada penjaga perpustakaan yang langsung menatapnya heran. Lagi-lagi mungkin dia heran melihat wajah Asih yang sangat asing ini.

Asih pun tersenyum padanya, di sini tidak ada larangan seseorang tidak diperbolehkan membawa makanan, asalkan membuang bekasnya kembali dan tak boleh jorok.

Ada satu dua orang yang asik nongkrong di sana, terlihat ada dua orang perempuan yang sedang curhat dengan suara yang dipelankan, terlihat sosok-sosok introvert yang hanya menyendiri, dan … tepat di paling ujung perpustakaan, ada Fira dan Hasan sedang membaca buku.

Mereka duduk saling berhadapan dan terlihat asik dengan kesibukan masing-masing. Meski ragu, Asih tetap mantap untuk berjalan dan menghampiri mereka lebih dekat.

Asih berdiri di antara keduanya, baru saja Asih ingin menyapa … Fira sudah sadar akan kehadirannya. Dia tampak sangat terkejut.

"Lo!" Kerutan di dahinya menunjukkan rasa tidak suka.

Hasan pun menoleh, berbeda dengan reaksi Fira yang terlihat ingin mengusir Asih. Hasan justru menyambut Asih dengan baik.