Chereads / Suami Butaku / Chapter 11 - Ciuman Pertama

Chapter 11 - Ciuman Pertama

Karina dan Indry kini tengah berada di sebuah Cafe. Keduanya baru bisa bertemu di sore hari begini karena kesibukan masing-masing.

Seperti biasanya keduanya memesan lemon tea. Mereka begitu menyukai minuman yang rasanya asam namun begitu menyegarkan tersebut.

"Huh!" Indry menghembuskan nafasnya kasar.

Karina yang saat ini tengah menyesap lemon teanya mengerutkan kening bingung. "Ada apa?" tanyanya pelan.

Indry langsung memberenggut kesal. Tadi, sang Papa datang ke kantornya sambil membawakan beberapa data pria yang akan dijodohkan dengannya.

"Biasalah. Papaku bertingkah," sungut Indry begitu kesal.

Karina yang mendengarnya langsung tertawa kecil. "Haha. Sudahlah pilih saja satu diantara mereka," seloroh Karina.

"Tidak! Aku tidak suka dengan anak manja yang hanya bisanya mengandalkan harta orang tua saja," sahutnya.

Karina hanya manggut-manggut sambil terus menyesap lemon teanya. Jujur saja, ia begitu kehausan.

"Iya sich. Tapi, kan nggak semua. Tidak mungkin papamu asal menjodohkanmu."

"Kamu seperti tidak tahu Papaku saja. Dia pasti ngasal. Yang terpenting aku menikah dan memberikannya cucu."

Indry yang begitu kesal langsung menegak lemon teanya sampai tandas tak tersisa. Karina yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.

"Jika begitu. Kamu cari saja pria di luaran sana yang sesuai kriteriamu. Terus ajak dia nikah. Dengan begitu kan, Papamu pasti akan diam," nasehat Karina.

"Sepertinya sulit. Aku tidak yakin bisa menemukan pria yang sesuai keinginanku. Kalau pun ada, dia belum tentu mau denganku," kata Indry sambil tersenyum nanar.

Masih jelas dibenaknya, jika orang yang begitu ia kagumi menolaknya mentah-mentah dan lebih memilih menikah dengan orang lain. Padahal, dirinya selalu ada untuk pria itu.

Bisa dikatakan jika Indry nasibnya sama seperti Karina yang dijadikan ATM berjalan oleh orang yang mereka cintai. Dan endingnya sama-sama menyakitkan. Jika Karina diselingkuhi. Indry malah dianggap sebagai adik saja.

Jika memang pria yang dicintainya itu dulu tidak pernah menaruh rasa kepadanya. Kenapa pria itu begitu perhatian kepada dirinya. Entahlah. Indry tak ingin mengingat hal itu lagi.

Karina yang tahu jika sang sahabat kembali mengingat masa lalu, sedikit merasa bersalah. Ditepuknya pelan bahu Indry sambil tersenyum.

"Sudahlah. Lupakan masa lalu. Aku yakin, pasti ada pria yang seperti kamu inginkan. Percayalah."

Indry menatap Karina lekat. Ia pun mengangguk kecil dan balas tersenyum. Keduanya lalu saling berpelukan. Mereka benar-benar beruntung memiliki satu sama lain.

Di dunia ini, hanya Indrylah sahabat yang Karina punya. Begitu pula sebaliknya.

Pelukan keduanya pun terlepas. Indry memakan cake coklat yang mereka pesan tadi.

"Eh. eh. Gimana malam pengantinnya? Seru banget ya pasti," goda Indry sambil menaik turunkan alisnya.

"Apaan sich kamu. Hubungan kami tidak sejauh itu," sahut Karina cepat.

Raut wajah Indry mendadak kecewa. "Yah. Nggak seru dong. Berarti belum jebol gawangnya ya." Menghembuskan nafas kasar.

"Ya belumlah. Aku masih segel dan selamanya akan tetap seperti itu."

"Jangan dong. Aku kan pengen punya keponakan yang lucu dari kamu." Memberenggut kesal.

"Tidak. Hal itu tidak akan pernah terjadi. Kamu saja gih yang kasi aku keponakan yang lucu," saran Karina.

"Aku tidak mau! Ya kali aku yang belum nikah bisa kasi anak. Ngaco kamu Kar!" ujar Indry jengkel.

"Ya, mana tau kan." Karina tertawa kecil melihat wajah sang sahabat yang sudah seperti benang kusut saja.

"Ah iya. Ngomong-ngomong sayang banget ya. Suami kamu itu tampan. Tapi, dianya tunanetra."

"Kenapa kalau tunanetra?"

"Ya cuma sayang aja gitu. Sendainya dia tidak tunanetra. Pasti sempurna banget," ujar Indry terlihat antusias. Indry akui jika Ken benar-benar tampan bak artis-artis holywood.

"Tidak ada manusia yang sempurna In. Kesempuranaan itu cuma milik Tuhan."

"Iya-iya."

Tiba-tiba saja ponsel Karina berdering menandakan ada panggilan yang masuk. Karina melihat sekilas siapa gerangan yang menelepon.

Hembusan nafas panjang lolos dari bibir mungilnya itu. Kenapa sich, pria itu selalu saja menelponnya? Sehari ini saja, ia sudah mendapatkan panggilan sebanyak sepuluh kali dari pria itu.

"Dari siapa Kar?" tanya Indry penasaran.

"Dari Ken," jawabnya malas.

Sontak saja, Indry terlihat begitu semangat dan senang. "Ya sudah. Cepat diangkat. Suamimu itu pasti kangen," godanya.

"Tidak mungkin!" balas Karina cepat. Yang ada pria itu akan terus memerintahnya ini dan itu.

Dengan berat hati. Karina pun mengangkat telepon dari suami menjengkelkannya itu.

***

Karina menetralkan nafasnya yang terengah-engah. Ia sedari tadi harus berlari menuju tempat yang jalanya hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki saja. Mobil tidak akan muat.

Sedetik kemudian. Karina mengerutkan keningnya tatkala melihat sebuah Panti Asuhan.

"Eh, aku tidak salah alamat kan?" lirih Karina. Ia pun mengecek alamat yang tadi di sharelock oleh sang suami.

"Tidak. Benar ini tempatnya kok."

Karina pun melangkahkan kakinya dengan cepat ke tempat itu. Ia masih tidak yakin jika Ken berada di tempat seperti ini.

Sebuah Panti Asuhan? Untuk apa coba?

Karina yang terus melangkah. Tak terasa sudah memasuki bangunan yang terlihat terawat itu. Sepertinya, tempat ini disokong oleh donatur yang begitu dermawan.

Hingga, ia dikejutkan dengan kehadiran seorang gadis kecil yang kira-kira berumur sekitar sepuluh tahunan kini tengah tersenyum manis kepadanya.

"Kakak, istrinya Tuan Ken kan?" tanya gadis itu.

Karina mengangguk kecil.

"Ayo," ajak gadis kecil itu.

Karina pun mengikuti langkah gadis kecil di depannya itu. Sepanjang perjalanan, Karina memperhatikan interior ruangan yang begitu unik.

Akhirnya, sampailah mereka di sebuah taman. Taman yang begitu indah. Banyak ditumbuhi bunga yang beragam. Selain itu, banyak pepohonan yang begitu rimbun. Tempat ini benar-benar indah sekali. Karina begitu terkagum-kagum dibuatnya.

"Hey! Kemarilah," titah seseorang.

Karina langsung berbalik dan mendapati Ken sedang duduk bersama puluhan anak panti. Anak panti yang terlihat begitu menggemaskan. Mereka cantik dan tampan. Lagi-lagi Karina terkagum-kagum.

"Cepatlah!" kata Ken tak sabaran.

Karina menghembuskan nafas kasar. Dengan langkah malas, ia pun menghampiri Ken.

"Ada apa Tuan?" tanyanya selembut mungkin.

"Cepat, pijiti badanku," titahnya.

Karina membuka mulutnya tak percaya. "Jadi, masalah urgent yang Tuan katakan di telepon tadi ini?" tanya Karina memastikan. Ken mengangguk kecil.

Tanpa sadar Karina mengepalkan tangannya. Ia benar-benar kesal sekali. Pria di depannya ini benar-benar sangat menyebalkan.

"Simpan rasa kesalmu itu. Cepatlah!" ketusnya.

"Ya Tuhan. Berikanlah hamba kesabaran yang begitu banyak untuk menghadapi pria tidak waras ini," gumamnya dalam hati.

"Ah, tunggu sebentar. Bukakan dasiku dulu."

Karina mengangguk kecil. Ia pun melangkah untuk mendekat. Namun, baru satu langkah. Kakinya tersandung kayu yang ia rasa tadi tidak ada.

Karina yang sempoyongan pun akhirnya tak sengaja menubruk tubuh Ken yang sedang terduduk manis.

Hingga, Karina bisa merasakan benda kenyal hinggap di bibirnya. Keduanya melotot sempurna dengan situasi yang sedang terjadi.

Sedangkan para anak Panti tengah bersorak sambil menutup mata mereka yang masih suci.

Entah dorongan dari mana. Ken perlahan melumat bibir itu. Karina begitu terkejut, namun tak lama kemudian dia membalas lumatan itu.

Ini, adalah ciuman pertamanya. Karina benar-benar baru tahu begini rasanya berciuman. Selama berhubugan dengan Adam. Dia tidak pernah melakukan hal ini. Mereka hanya berpegangan tangan saja.

Ken sepertinya sangat ahli dalam hal ini. Sedangkan Karina bergerak amatir. Ini sesuatu yang baru untuknya. Dan rasanya benar-benar luar biasa.

Keduanya begitu hanyut dalam suasana, sampai tidak mempedulikan para anak panti yang masih setia menutup mata.