Hari sudah hapir sore. Tapi, Ibunya Adam rencananya akan menginap di sini. Katanya, dia begitu merindukan Karina.
Karina yang tidak tegaan akhirnya hanya bisa menyetujuinya. Lagipula, dia juga merindukan sosok Lastri yang begitu keibuan.
Baru lagi beberapa langkah, Karina dikejutkan dengan sosok Adam yang tersenyum lembut kepadanya. Ada apa dengan pria itu?
Karina acuh dan melengos begitu saja. Namun, tangannya ditarik oleh Adam.
"Lepas!" desisnya tajam.
"Tidak. Berteriaklah jika mau. Ibu pasti akan mendengarnya," kata Adam tersenyum miring.
"Brengsek kamu Adam!" geram Karina.
Adam lantas langsung menarik Karina ke dalam pelukannya. Tentu saja Karina berontak. Ia tidak rela dipeluk oleh pria jahat seperti Adam. Pria tidak punya hati dan tidak tau diri.
"Aku memang brengsek. Maafkanlah aku, Karina sayang. Mari, mulai dari awal lagi." Mengeratkan pelukannya.
"Tidak! Tidak akan. Jangan bermimpi kamu Adam. Aku sudah menikah." Meronta-ronta.
Sayang, tenaganya tak sekuat Adam. Jelas saja, tubuhnya dengan tubuh Adam tidak sebanding.
"Aku tidak peduli. Jika perlu, aku akan membuatkan surat cerai untukmu. Pria buta seperti itu tak pantas untukmu."
Darah Karina langsung mendidih dibuatnya. Ia benar-benar tak terima jika Adam terus mengolok-ngolok suaminya. Rupanya kenapa kalau suaminya itu buta?
"Kamu tidak waras, Adam. Lepaskan aku."
Adam tertawa kecil. "Ya, aku memang tidak waras semenjak berpisah denganmu."
"Bagaimana ini? Jika aku teriak. Ibu pasti kebingungan nanti," batin Karina bimbang.
Adam memang sudah begitu keterlaluan. Dia ini istri orang. Tidak pantas jika berpelukan dengan pria lain seperti ini.
Hingga, Karina yang begitu bingung langsung menggigit dada Adam. Sontak saja, pria itu menjerit.
"Aaaaa ...."
Akhirnya, Karina bisa terlepas. Dia tersenyum senang. Namun, lagi-lagi dia merasa sial. Lastri sedang berlari menuju tempat mereka saat ini.
"Ada apa ini?" tanyanya keheranan.
Wajah Karina mendadak pucat. Adam meliriknya sekilas.
"Ini kesempatan emas untukku," gumam Adam senang.
"Ah, tidak apa-apa Bu. Adam hanya kaget saja Karina melakukan hal ini." Mengecup bibir Karina tiba-tiba.
Mata Karina terbelalak sempurna. Lancang sekali pria itu.
"Astaga karena itu. Ibu pikir ada apa." Geleng-geleng kepala. Lastri tertawa kecil melihatnya.
Adam semakin lancang melingkarkan tangannya di pinggang Karina. Karina berusaha tersenyum senatural mungkin di depan Lastri.
"Sudah. Cepatlah menikah. Takutnya kebablasan. Ibu maunya cucu bener lho, bukan cucu haram," selorohnya.
"Tenang saja Bu. Sebentar lagi, kami pasti akan menikah." Adam tersenyum lembut kepada wanita yang telah melahirkannya itu.
Ia begitu senang dengan kehadiran sang Ibu yang memberikannya banyak keuntungan baginya hari ini.
"Karina. Tolong ya Nak. Terima Adam apa adanya. Ibu tahu jika kamu adalah wanita yang paling sempurna. Namun, percayalah jika Adam adalah calon suami terbaik untukmu." Tersenyum lembut. Lastri memegang kedua tangan Karina erat.
"Selain itu, kamu adalah calon menantu yang begitu sempurna untuk Ibu."
"Maaf Bu. Sayangnya, anggapanmu tentang anak sulungmu itu salah besar. Dia bukanlah pria baik," kata Karina dalam hati.
"Ah iya Adam. Kamu juga menginap di sini ya, Sayang." Menatap Adam lekat.
Adam langsung mengangguk dengan begitu antusias. Karina yang mendengarnya begitu shock. Apa dirinya akan sanggup tinggal berlama-lama dengan Adam?
"Tentu saja Ma. Iya kan, Sayang?" melirik Karina sekilas. Karina hanya mengangguk kecil.
Lastri tertawa kecil. Ia benar-benar bahagia melihat keduanya. "Ya sudah kalau begitu. Mama ingin istrirahat dulu. Biasalah, habis perjalanan jauh. Jadi capek."
"Iya Ma. Mimpiin kami menikah ya," kata Adam begitu bersemangat.
Setelah, sang Ibu tidak lagi terlihat. Karina langsung menjauh dari sosok Adam yang menurutnya begitu banyak sandiwara.
"Sudah cukup sandiwaranya Adam! Kamu benar-benar sudah begitu keterlaluan!" kata Karina benar-benar tak terima.
Kekehan kecil lolos dari bibir Adam. "Kenapa? Aku hanya mengecupnya saja kok. Apa kamu menginginkan lebih, Sayang. Semisal bercinta mungkin?" Mengedipkan satu matanya.
Karina semakin berang dibuatnya. "Aku tidak sudi!" tekannya.
Adam tersenyum remeh. "Kenapa? Apa suami butamu itu begitu hebat? Apa kamu tidak berdaya di bawah kungkungannya. Huh! Dasar perempuan murahan."
"Plak." Satu tamparan mendarat mulus di pipi Adam. Karina benar-benar kehilangan kesabaran.
Ia yakin, jika Lastri tak akan mendengar pertengkaran mereka ini. Mengingat, wanita paruh baya itu yang berpamitan untuk tidur.
"Yang murahan itu kamu, bukan aku!" ujar Karina berapi-api. Dia langsung meninggalkan sosok Adam seorang diri. Jika terus berlama-lama. Takutnya, Karina tidak bisa menahan diri lagi.
Adam hanya bisa mendengus sebal melihat kepergian wanita yang pernah begitu mencintainya itu.
"Awas saja kamu Karina. Aku yakin, dalam waktu dekat. Kamu akan mengemis-ngemis cintaku kembali." Mengepalkan tangannya erat.
***
Ken sudah berbaring di kasurnya. Ia berusaha menghubungi nomor sang istri. Namun, hasilnya selalu nihil. Nomor sang istri tidak aktif.
"Sebenarnya dia kemana? Bikin khawatir saja," dengusnya sebal.
Bohong. Jika dirinya tak khawatir. Biasanya, Karina selalu berpamitan kepadanya. Hari ini aneh sekali.
Tadi, Ken juga bertanya kepada asistennya Karina. Katanya Karina sudah pulang sedari siang.
Dering ponsel langsung menyadarkan Ken. Ia langsung mengangkat telepon itu.
Lima menit kemudian. Ken terlihat begitu marah. Tadi, adalah telepon dari anak buahnya yang mengatakan jika istrinya itu sedang bersama sang Mantan di rumah masa depan mereka.
Ken sangatlah tahu, seluk beluk kehidupan Karina. Sebelum mereka menikah, Ken sudah menyelidikinya. Ia sangat tahu, jika istrinya itu patah hati karena dikhianati.
"Untuk apa mereka di sana? Jangan bilang, jika mereka ingin merajut kasih kembali." Menggertakkan giginya.
Ken tidak tahu kenapa dirinya semarah dan sekesal ini. Namun, yang dia tahu adalah jika Karina adalah miliknya. Jika sudah menjadi miliknya, maka tak ada satu pun yang boleh mengusiknya. Termasuk Adam yang notabenya hanya mantan belaka.
Ia langsung duduk bersandar. Pikiran-pikiran buruk langsung hinggap di kepalanya begitu saja. Sebenarnya, Ken percaya dengan Karina yang tidak mungkin main api di belakanganya.
Hanya saja, dirinya tidak percaya dengan Adam. Bisa saja kan, Adam nanti menjebak Karina. Hal itu tidak boleh terjadi.
Ken pun langsung beranjak dari tempatnya. Ia harus menjemput sang istri malam ini juga. Ken benar-benar tak rela jika Karina disentuh oleh pria lain.
Dirinya saja, yang sudah sah menjadi suami gadis itu belum melakukan apa-apa. Niat hati ingin menjebol gawang sang istri. Ken masih terlalu takut jika Karina akan marah besar kepadanya.
"Ken, kamu mau kemana malam-malam begini?" tanya sang Mama yang begitu keheranan.
"Ken mau menjemput Karina, Ma."
"Loh, kenapa dijeput? Biarkan saja istrimu itu. Dia ingin menghabiskan waktunya malam ini dengan Ibu angkatnya yang jauh-jauh datang dari desa," jelas Linda.
Kening Ken seketika langsung berkerut. "Karina ada pamit sama Mama?" tanya Ken memastikan.
Linda mengangguk mengiyakan. "Iya. Tadi siang dia pamitan."
Ken langsung terdiam. Terlihat sekali, jika dirinya tengah menahan marah.
"Apa-apaan dia?! Kenapa hanya Ibu yang diberitahunya? Benar-benar!" geram Ken dalam hati. Istrinya itu sudah bertindak kurang ajar rupanya.
Bagaimanapun, dia ini adalah seorang suami yang harus dihormati. Seharusnya, Karina berpamitan juga kepadanya.
Ken mendadak kesal. Tangannya sudah terkepal sempurna. Antara khawatir dan kesal menjadi satu saat ini.
"Awas ya kamu Karina!" menggertakkan giginya.