Chereads / As A Princess (Indo Version) / Chapter 12 - 12. Cemburu Yang Berkelanjutan

Chapter 12 - 12. Cemburu Yang Berkelanjutan

Hari ini Ariadne bangun lebih pagi dari para pelayan. Gadis itu sedang membaca buku yang berisi tentang tata krama seorang puteri kerajaan. Menjelaskan bagaimana berjalan dan duduk dengan baik. Cara bertemu orang lain. Cara bertemu raja dan ratu dari kerajaan lain. Cara memperlakukan pelayan dengan baik. Dan masih banyak lainnya.

Sebenarnya buku tersebut sudah Ariadne pelajari sejak ia berumur sepuluh tahun. Namun ia baru benar-benar mengerti di umur dua belas tahun. Sekarang ia hanya sedang mengulangi tata krama yang ia baca saja. Untuk dilakukan di kehidupan sehari-hari.

Jam romawi dalam kamar Ariadne masih menunjukkan pukul tiga pagi. Suasana istana masih hening. Hanya ada bunyi suara burung dari luar jendela.

Ariadne menutup buku yang ia baca ketika ia sudah mulai bosan. Semalaman tadi Ariadne memang sulit untuk tidur. Ia memikirkan Avery. Tentang bagaimana Avery memperlakukan dirinya dan mengajaknya menjalin sebuah hubungan. Ariadne merasa sedikit aneh saja. Karena Avery terlihat sekali memaksakan sesuatu.

Pikiran Ariadne kembali mengingat perbincangan dirinya dengan Avery saat di dekat air terjun kemarin sore. Dari segi pembahasan Avery terus meneru membicarakan tentang pernikahan saja. Avery tidak pernah menanyakan apa yang Ariadne suka dan Ariadne inginkan. Apalagi, Avery cenderung menciumi bibirnya saja. Dan menurut Ariadne, itu bukanlah bentuk cinta.

Benar kata Darian, bahwa Avery mengenakan sebuah topeng adalah peluang yang sangat besar. Ariadne seharusnya menyadari hal itu lebih dulu. Ah, nanti setelah sarapan ia ingin bertemu dengan Darian. Ariadne ingin bertanya lebih banyak lagi pada pengawalnya itu.

Sambil menanti fajar, Ariadne beranjak dari ranjangnya menuju ke balkon. Menikmati udara dingin yang terasa sangat menusuk. Namun bagi Ariadne suhu dingin itu bukanlah apa-apa. Ada hal yang ia tunggu di jam sekarang.

Nampak seekor burung merpati putih datang ke balkon Ariadne. Burung merpati putih itu berhenti di atas kayu balkon. Ariadne tersenyum menatap burung merpati yang ada di hadapannya.

Ariadne berkata, "Hai, temanku. Rupanya kau datang lebih cepat dari dugaanku."

Burung merpati putih itu tampak menyahut apa yang dikatakan Ariadne kepadanya. Dengan hati-hati Ariadne melepaskan pita merah yang menahan gulungan kertas kecil di salah satu kaki merpati itu.

Setelah Ariadne mengambil kertas guluangan berisi pesan dari sang pengirim, burung merpati itu langsung terbang lagi. Dan Ariadne melambaikan tangannya sembari tersenyum.

Ariadne membuka gulungan kertas kecil itu dan membacanya.

Isinya begini :

'Datanglah ke tempat latihanmu nanti malam. Dari hasil pengamatanku, keadaan nanti malam sangat aman.' -C-

Ariadne tersenyum. Gadis itu kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintu balkon. Menghentikan udara dingin menyakiti kulitnya. Ariadne mengambil sebuah kaleng besi yang ada di bawah ranjangnya. Kemudian ia memasukkan kertas berisi pesan tadi ke dalam sana.

Ariadne membawa kaleng besi itu dan mendekati tungku perapian yang ada di seberang ranjang. Ia mengambil sebuah kayu kecil yang terdapat api dan ia masukkan pada kaleng besi. Kertas yang dibawa burung merpati tadi terbakar di dalam kaleng tersebut.

Ariadne menuangkan bekas pembakaran di dalam kaleng besi ke dalam perapian, setelah kertas dan kayu sudah terbakar menjadi abu.

"Terima kasih, Charlotte." Ariadne bergumam dengan lirih.

***

Ariadne sedang tidak ada agenda hari ini. Elie membebaskan dirinya untuk menikmati sesuatu yang lain. Namun Ariadne jadi tidak tahu harus berbuat apa. Darian sejak pagi tadi tida terlihat sama sekali.

Langkah kaki Ariadne langsung menuju ke aula kerajaan. Elie berada di sana dengan penasehat kerajaan dan menteri. Perempuan itu terlihat sangat serius memperbincangkan jalannya ekonomi kerajaan.

"Maaf mengganggu. Elie, apakah kau sedang sibuk?" Ariadne bertanya dengan wajah yang ceria.

Penasehat kerjaan dan satu menteri kerajaan itu langsung membungkuk sopan pada Ariadne. Mereka memberikan rasa hormat pada Ariadne.

Elie mengelus dada karena sedikit terkejut dengan kedatangan Ariadne. Ia langsung menyuruh penasehat dan menteri tadi untuk pergi dari aula kerajaan.

Elie bertanya. "Ada apa, puteri?"

"Kau sedang sibuk tidak?"

"Iya. Aku sangat sibuk. Aku harus memantau bagaimana jalannya ekonomi kerajaan. Serta memantau berkas-berkas yang kamu setujui kemarin."

Ariadne terlihat sedang berpikir. "Untuk apa berkas-berkas yang kusetujui dipantau?"

"Supaya benar-benar dikerjakan oleh para petugas kerajaan."

"Ah begitu, baiklah."

Elie tersenyum. "Ada apa? Sejak tadi pertanyaanku belum kamu jawab, puteri."

"Ah, tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin bertanya saja."

"Tanyakan saja jika ada yang ingin kau tanyakan padaku."

"Di mana Darian?"

Elie tertawa pelan. "Kau mencari putraku rupanya?"

Ariadne menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Bukankah putraku akan selalu berada di sampingmu ketika aku sedang sibuk?"

"Sejak pagi aku tidak melihat Darian. Atau Darian tidak terlihat olehku?"

Elie terkekeh. "Apa kalian bertengkar? Tadi malam Darian merajuk dan tidak mau bertemu denganku."

"Ah, aku berdebat kecil dengannya." Ucap Ariadne mengakui perbuatannya.

"Carilah dia di lapangan berkuda. Kalau dia tidak ada di sana, berarti sedang latihan memanah."

"Kalau tidak ada di tempat memanah aku harus mencari Darian ke mana lagi, Elie?"

"Emm.. di mana ya? Mungkin dia akan ada di pertambangan berlian."

"Menyebalkan sekali kalau Darian memang berada di sana. Itu jauh dari istana. Ya sudah, aku akan mencari Darian."

"Tidak membutuhkan bantuanku, puteri?"

"Tidak."

Mendengar jawaban Ariadne, Elie mengangguk dengan sopan. Dilihatnya gadis itu setengah berlari kecil sambil menjinjing ujung gaun mekarnya. Elie membiarkan Ariadne bebas hari ini.

***

Cuaca cukup terik dan panas siang ini. Ariadne menyeka keringatnya sendiri yang menetes di pelipis kepala. Ia berhasil menemukan Darian. Ternyata lelaki itu berada di lapangan memanah.

"Darian." Ariadne memanggil dengan berteriak.

Darian mendengar itu. Ia tahu Ariadne berdiri di luar pagar lapangan memanah. Gadis itu melambaikan tangan padanya. Darian tidak peduli. Lelaki itu bergeming di tempatnya berdiri sambil bersiap memanah lagi.

Ariadne sangat kesal ketika Darian tidak tidak menghiraukannya sama sekali. Lapangan memanah siang ini sangat sepi. Hanya ada Darian saja di balik meja kayu tempat anak panah diletakkan.

"Apa kau tuli? Haruskah aku berjalan mendekatimu seperti ini? Kakiku sakit berjalan ke sini. Cuacanya panas sekali. Mengapa kau sejak tadi tidak terlihat? Apa kau lupa tugasmu adalah seorang pengawal untukku?" Ariadne menatap Darian dengan kesal. Kedua tangannya bertumpu pada pinggangnya.

Darian langsung menghentikan aktivitas memanahnya. Diletakkannya busur panah dan anak panah di atas meja kayu. Kemudian lelaki itu menatap lurus kedua mata Ariadne.

"Bukankah kemarin malam kau menyuruhku untuk tidak ikut campur lagi?" Darian bertanya dengan nada yang kesal.

Tentu saja Ariadne terkejut karena Darian bersikap tidak sopan saat bertanya. "Aku hanya menasehati sikapmu. Itu kan urusanku dengan Avery. Tidak ada hubungannya dengan tugasmu sebagai pengawalku."

"Ada hubungannya, puteri."

"Apa?"

"Aku tidak ingin berada di dekatmu lagi jika kau mencuri waktu untuk keluar diam-diam seperti kemarin."

"Aku tidak keluar diam-diam. Buktinya Elie tahu keberadaanku di mana."

"Tapi kau tidak bilang pada ibuku bahwa kau menemui seorang pria. Jika ada orang lain yang melihat, pasti dikira kau sedang bermesuman dengan Avery."

"Kau!! Barusan mengatakan apa? Mesum? Hei!! Kau sedang mengolokku? Kau berani sekali Darian!! Baru kali ini kau terlihat seberani ini padaku."

Darian langsung terdiam. Ia merasa lepas kontrol pada amarahnya. "Maafkan aku, puteri. Kurasa aku sedang marah."

Napas Ariadne memburu. Baru kali ini ia bertengkar dengan teriak pada Darian. "Kumohon jangan begitu lagi."

"Baiklah. Maafkan aku." Ucap Darian yang memilih mengalah saja.

"Kumaafkan. Tapi kenapa kau bersikap seperti ini?"

Darian terdiam sejenak. Seolah sedang mempersiapkan jawaban dari pertanyaan Ariadne. Kemudian ia berkata, "Mungkin aku sedang cemburu."

***