Chereads / As A Princess (Indo Version) / Chapter 13 - 13. Malam Rahasia Ariadne

Chapter 13 - 13. Malam Rahasia Ariadne

Ariadne mendengus sebal mendengar jawaban dari Darian. "Apa maksudnya dengan cemburu? Kau mencemburui siapa? Avery?"

Darian merasa kikuk. Lelaki itu menggaruk bagian kepalanya yang tidak gatal. "Ekhem! Yah, mungkin begitu." Jawabnya.

"Ayolah Darian.. yang benar saja?! Jangan membuatku berpikir bahwa kau menyukaiku. Tidak kan? Kau sudah seperti sahabatku dari kecil."

"Uum.. yah, aku cemburu sebagai sahabatmu." Darian berbohong pada Ariadne. Ia tidak mau kalau Ariadne benar-benar menebak dengan benar bahwa ia menyukai Ariadne sebagai seorang wanita.

Ariadne menghembuskan napasnya lega. Mengetahui bahwa jawaban Darian sangat terdengar wajar. Karena sejak ia dekat dengan Avery, Ariadne menjadi jarang bertemu dengan Darian. Pantas saja Darian merasa cemburu. "Syukurlah. Kau tidak menyukaiku sebagai seorang wanita. Kau pengawalku. Jangan sampai ada hal yang tidak wajar terjadi diantara kita."

"Baiklah, puteri."

"Aku juga minta maaf tadi sudah meneriakimu. Aku juga minta maaf perihal kemarin, tentang perdebatan kita. Bertengkar dengamu membuatku kesulitan menghadapi hari."

Darian terkekeh pelan. "Memang kau kesulitan dalam hal apa, puteri?"

"Aku jadi memikirkan perkataanmu kemarin malam. Tentang Avery yang memakai topeng di hadapanku. Aku pikir, ia memang tidak benar-benar mencintaiku."

"Bukankah itu sudah jelas?"

"Aku tidak tahu. Karena aku baru merasakan yang namanya jatuh cinta. Dan Avery berhasil membuatku seperti itu."

Darian termenung sejenak. "Kau mencintai Pangeran Avery?"

Pertanyaan itu membuat Ariadne bingung. Apakah Ariadne harus menjawab iya? Pasalnya, ia menyukai Avery ketika mencium dirinya kemarin.

Ariadne mendenguskan napasnya pelan, kemudian bertanya. "Apakah ketika merasa nyaman dicium oleh lawan jenis, itu berarti adalah cinta?"

"Apa? Apakah Avery menciummu?"

Ariadne mengangguk sebagai jawaban.

"Puteri, katakan padaku bahwa hal itu tidak terjadi."

Ariadne menatap lurus Darian. "Itu terjadi. Jelas saja terjadi. Dia menciumku sejak pesta ulang tahunku selesai. Dia menyatakan cinta padaku di kursi taman. Dan ciuman keduaku terjadi kemarin, saat berada di air terjun."

"Cukup. Jangan beritahukan padaku seberapa detailnya hal itu."

"Kenapa?" Ariadne bertanya dengan tidak paham.

"Apakah kau mencintai Avery juga?"

"Tidak."

"Kenapa kau menjawab tidak, puteri? Padahal kau baru saja mengakui kalau ciuman Avery membuatmu nyaman. Kenapa jawabanmu adalah tidak?"

Ariadne terkekeh pelan. "Kurasa aku sudah cukup dewasa untuk belajar memahami bahasa tubuh seseorang. Mungkin benar seperti yang kau beritahu padaku kemarin malam. Avery memakai sebuah topeng."

"Apa yang membuatmu yakin?"

"Karena Avery tidak pernah menanyaiku tentang sesuatu yang lain, kecuali perihal pernikahan dan mempersatukan kerajaanku dengan kerajaannya. Itu sudah cukup aneh bagiku. Dan seharusnya seorang kekasih memang tidak akan tega membiarkan kekasihnya pulang sendirian melewati jalan yang gelap."

Mendengar alasan Ariadne, perasaan Darian sangat lega. Ternyata Ariadne tidak menganggap remeh perilaku apa yang ditunjukkan oleh Avery.

"Apalagi yang membuatmu yakin bahwa pangeran Avery memang mengenakan topeng?"

"Orang tua Avery tidak pernah kemari. Dan sampai saat ini aku belum pernah tahu bagaimana wajah Raja Eden dsn Ratu Berenice. Avery juga tidak pernah membicarakan orang tuanya di hadapanku selama tujuh tahun dia mengenalku."

"Ya, itu benar puteri. Inilah yang aku maksudkan. Aku khawatir jika terjadi sesuatu padamu ketika kau pergi sendiri dengan Pangeran Avery." Darian mengucapkan itu dengan perasaan yang sangat gelisah.

"Tenang saja, setidaknya aku tahu aku harus berbuat apa."

Darian mengernyitkan dahinya. "Kau akan berbuat apa, puteri?"

"Aku akan mengikuti permainan yang sedang Avery mulai."

***

Jam romawi di dalam kamar Ariadne sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Di mana semua penghuni istana sudah pasti tertidur dan hanya para penjaga yang setia berjaga di sekeliling tembok kerajaan.

Ariadne sedang mengeratkan sabuk kulitnya. Gadis itu malam ini berubah menjadi seorang gadis tangguh, bukan lagi seorang puteri. Ariadne memakai setelan baju berbahan kulit. Warnanya serba hitam dengan memakai sepatu bot dan membawa sebuah pedang samurai di tangan kirinya.

Rambut gadis itu dikepang satu di belakang. Tentu saja ia mengepangnya sendiri tadi setelah para pelayan meninggalkan kamarnya.

Ariadne membungkus beberapa roti gandum dan dua botol susu murni. Dimasukkannya ke dalam kantong yang ia ikat pada pinggangnya. Namun sebelum itu tentu saja Ariadne sudah membungkus roti gandum dengan kain bersih khusus untuk membungkus makanan.

Setelah dirasa perbekalannya cukup, Ariadne bergegas turun ke bawah melalui balkon kamar. Dengan kuat dan cepat gadis itu menuruni dinding berbatu istananya. Sampai kedua kakinya sudah menapak di atas rerumputan dengan aman.

Ariadne berjalan perlahan dan mengendap-endap seperti seorang pencuri di malam hari. Tenang saja, ada satu sisi istana yang aman dari penjaga. Yaitu sisi sebelah kiri istana yang terdapat sebuah kolam tempat pembuangan sampah makanan. Ariadne lewat sana dengan memanjat dinding berbatu.

Kedua kakinya dengan gagah langsung melompat begitu saja ketika dirinya berhasil memanjat dari atas dinding. Ariadne langsung meregangkan otot tangan dan otot lehernya. Kemudian ia berkata, "Ah, lama sekali aku tidak melakukan ini."

Dan akhirnya Ariadne bisa benar-benar keluar dari area kerajaannya. Dilihatnya kondisi kerajaan dari balik semak-semak yang tumbuh tinggi. Terlihat dengan jelas bahwa di bagian depan gerbang istana para penjaga sangat sigap dan tetap setia mengawasi kondisi sekitar.

"Ah, kalian para penjaga yang baik. Kapan-kapan aku akan memberikan hadiah pada kalian ya. Tunggu saja. Terima kasih sudah menjaga istanaku."

Ariadne terkekeh setelah mengatakan hal itu. Gadis itu kemudian segera berbalik untuk menuju ke jembatan air terjun. Di mana jarak tempuhnya satu kilometer dari istana.

Kondisi jalanan di tengah malam seperti ini memang sangat gelap. Bahkan Ariadne tidak bisa melihat langkah kakinya sendiri. Hanya bisa mengandalkan bunyi air terjun. Jika bunyinya semakin jelas, berarti ia sudah dekat dengan posisi air terjun.

ZZRRAAASSHH!!

Bunyi air terjun terdengar sangat jelas dan membisingkan telinga. Langkah kaki Ariadne langsung mencari pijakan aman untuk menuju ke belakang air terjun.

Di balik air yang jatuh dari tebing atas itu, sebenarnya ada jalan rahasia menuju ke sebuah tempat yang belum diketahui oleh siapapun. Hanya Ariadne dan Charlotte yang menemukan adanya tempat itu.

Jalan rahasia di balik air terjun itu tertutupi oleh tumbuhan merambat yang akarnya sangat tua sekali. Jadi hanya orang yang mengira itu hanyalah dinding bebatuan besar dan itu buntu.

Ariadne menyibak tumbuhan rambat yang menjuntai seperti tirai dedaunan. Memasuki sebuah lorong yang mirip seperti goa sepanjang sepuluh meter saja. Kemudian melangkahi aliran sungai kecil dengan mudah. Dan setelah itu ia melihat hamparan rerumputan yang luas dengan dikelilingi dinding bebatuan yang tinggi.

Tampak Charlotte sedang duduk di depan api unggun untuk menghangatkan tangan dan kakinya.

"Hai Charlotte, apa kabar?" Ucap Ariadne menyapa Charlotte lebih dulu.

***