"Meghan." Elie memanggil Meghan dengan nada suara yang tegas. Suasana dapur malam hari ini sudah sepi.
Para pelayan dapur sudah menuju ke kamar tidur mereka untuk istirahat. Sebagian ada yang pulang jika rumah mereka dekat. Namun, sistem di kerajaan Berlian menerapkan menginap untuk semua para pelayan yang belum menikah.
Hanya saja Ariadne berbaik hati bagi pelayan yang sudah berkeluarga dan butuh pulang setelah bekerja seharian di istana.
Meghan yang sedang memeriksa tabung air bersih dan minuman anggur itu langsung menoleh pada Elie. Wanita itu langsung menatap Elie dengan santai.
"Ada apa Elie?" Meghan bertanya.
Elie berjalan mendekat ke arah Meghan. "Apa yang kau masukkan ke dalam makanan putraku tadi pagi?"
Mendengar pertanyaan itu, kedua kaki Meghan gemetar dibalik roknya. Kedua tangan Meghan langsung terasa dingin. "Ah, aku hanya menambahkan bubuk merica saja." Ujarnya membela diri sendiri.
Elie menatap Meghan dengan curiga. "Itu nasi, bukan bubur. Tidak perlu kau tambahkan merica untuk nasi biasa yang tidak dihaluskan." Tegas Elie.
"Elie, kau sangat berlebihan. Maafkan aku jika aku salah memasukkan sesuatu ke dalam sana. Lagi pula kupikir nanti Darian akan menyukai rasanya."
"Kau pikir aku bodoh? Kalau itu merica bubuk, mengapa kau mengeluarkannya dari dalam saku gaunmu? Katakan padaku, apakah itu racun?" Elie bertanya dengan nada suara yang mulai meninggi.
Meghan berjalan mundur. Tubuhnya merasa terpojok. "Kau sungguh berlebihan sekali, Elie. Aku hanya---"
"Berhenti mengganggu ibuku." Ucap Sergio yang tiba-tiba datang dan masuk ke dalam area dapur. Lelaki itu bertampang marah dan menjauhkan tubuh Meghan dari hadapan Elie.
Elie bersedekap dada dan tersenyum tipis. "Aku tidak mengganggu ibumu. Aku hanya menanyakan pertanyaan yang seharusnya ada jawabannya."
"Aku sudah menjawab pertanyaanmu. Itu adalah merica bubuk." Ucap Meghan tetap dengan pendiriannya.
"Syukurlah kalau itu merica bubuk. Lagi pula anakku tidak kubiarkan memakan nasi itu tadi pagi. Mulai besok, Darian tidak perlu memakan makanan darimu. Aku bisa memasakannya sendiri." Ucap Elie. Perempuan itu langsung pergi dari area dapur. Meninggalkan Meghan dan Sergio yang hanya berdua saja.
Meghan langsung menghembuskan napasnya lega. Setidaknya Elie tidak menindaklanjuti masalah ini.
"Bu, sudah kubilang jangan lakukan itu lagi. Kau sudah janji padaku." Ucap Sergio dengan tatapannya yang sedih. Wajah tampannya langsung membuat Meghan luluh dan terdiam. Meghan langsung memeluk Sergio dengan erat dan mengelus punggung putranya.
"Sergio, apa hidupmu baik-baik saja dengan keadaan ini? Seharusnya, yang duduk di kursi singgasana adalah dirimu. Bukan Ariadne." Kata Meghan dengan air matanya yang sudah mengalir.
Sergio melepaskan pelukan Meghan. Lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan. "Bu, aku tidak apa-apa hidup seperti ini. Yang kukejar bukan tahta. Namun aku dan ibu bisa hidup bahagia. Tunggulah sebentar lagi, setidaknya sampai aku bisa memimpin semua prajurit. Aku akan menyerang balik istana ini. Setelah itu aku akan membawamu ke negeri lain. Kita akan hidup bahagia di sana."
"Tidak. Ibu tidak mau. Ibu hanya ingin kamu duduk di singgasana itu. Itu hakmu!!" Meghan membentak Sergio.
"Bu, dengarkan aku. Masih ada cara lain. Jangan membunuh siapapun di sini. Setidaknya ibu jangan bertindak kriminal. Lagi pula aku bukan anak pertama. Aku adalah seorang anak yang tidak dia inginkan untuk hadir dalam silsilah keluarga. Jadi kumohon, jangan membuat hal kriminal selagi aku masih berjuang di sini."
Mendengar itu Meghan langsung menundukkan kepalanya. Wanita itu menangis. Kemudian Meghan langsung membanting botol kecil yang ia keluarkan dari dalam saku gaun pelayannya. Botol kecil berisi bubuk putih itu hancur dan isinya keluar. Meghan menginjaknya dengan disertai rasa kesal.
Sudah lama Meghan tidak menggunakan bubuk itu lagi. Sangat lama sekali. Namun, satu kali ia memakainya, kematian langsung saja terjadi.
"Kuantar kau ke kamarmu, Bu.. istirahatlah." Ucap Sergio dengan lembut.
Meghan menganggukkan kepalanya. Wanita itu berjalan pelan dengan berpegangan pada tangan Sergio. Kedua kaki Meghan masih agak lemas ketika Elie berhasil menginterupsinya tadi.
Namun, di detik berikutnya seorang gadis dengan gaun tidur warna putih keluar dari belokan dinding dapur. Gadis itu Ariadne. Rambut Ariadne tergerai panjang sampai ke bawah pinggang.
Wajah Ariadne langsung merah padam. Gadis itu tidak memakai alas kaki apapun. Ariadne bermaksud mencari air minum untuk diisi ke dalam gelasnya. Karena hari sudah malam dan para pelayan istirahat, Ariadne berinisiatif untuk mengambil air minum sendiri di dapur. Dan Ariadne mendengar semua pembicaraan dari awal.
Dan saat Sergio melewati area dapur lagi, Ariadne langsung cepat bersembunyi di balik meja. Mengamati Sergio yang berjalan menjauh untuk menuju ke gedung lain.
Setelah Sergio tidak terlihat, Ariadne keluar dari persembunyiannya. Gadis itu mengamati botol kaca kecil yang hancur di atas tanah dapur. Isi botol kecil itu keluar. Berisi bubuk putih dan teksturnya sangat halus.
Ariadne mengambil bubuk putih itu sedikit di ujung jari telunjuknya. Gadis itu berusaha mencium bubuk putih itu. Bubuk putih itu tidak ada baunya sama sekali. Dengan berani, Ariadne mencoba merasakan bubuk itu di ujung lidahnya. Ia mencobanya sedikit, sangat sangat sedikit.
Setelah mengetahui rasa bubuk itu, Ariadne tidak mengecapnya ataupun menelannya. Gadis itu langsung meludahkan air liur ke sembarang arah. Kemudian Ariadne mengambil air bersih untuk berkumur tanpa menelan airnya.
"Bubuk apa ini? Tidak berbau, tidak ada rasanya. Namun lidahku agak panas." Ariadne bergumam pelan.
Dengan hati-hati Ariadne mengambil satu kain pembungkus makanan. Untuk memindahkan bubuk yang tumpah itu beserta botol kecil yang pecah tadi. Ariadne langsung membungkus bubuk yang berhasil ia kumpulkan dan memasukkannya ke dalam saku gaun tidur.
Pikiran Ariadne langsung menaruh curiga pada Meghan. Gadis itu termenung agak lama di tengah dapur. Kemudian memilih mengambil air minum untuk dituangkan ke dalam gelas khususnya.
Ariadne berjalan kembali menyusuri lorong istana yang kosong. Cahaya rembulan yang remang-remang menerangi langkah kakinya yang telanjang. Gadis itu berjalan sambil membawa sebuah mug besar berbahan emas. Gelas seorang puteri kerajaan memang berbeda dan khusus.
Malam ini tidak ada penjaga di depan pintu kamar Ariadne. Para penjaga diarahkan Darian untuk menjaga kawasan bawah kamar Ariadne. Supaya bisa mengawasi balkon kamar Ariadne agar tidak ada orang yang masuk.
Ariadne masih duduk termenung di pinggir ranjangnya. Gadis itu mengamati bubuk putih halus yang ia buka di dalam balutan kain.
"Meghan, apa yang kau sembunyikan? Siapa Sergio sebenarnya? Dan ini bubuk apa?" Ariadne bertanya sendirian. Pikiran mengenai bubuk halus itu mengganggu pikirannya.
Namun, seketika kedua mata Ariadne langsung melebar. Gadis itu mengamati bubuk putih halus di pangkuannya.
"Racun arsenik. Ya. Ini arsenik. Bubuk arsenik. Meghan, apa kau yang membunuh orang tuaku?"
***