Ariadne terbangun lebih awal pagi ini. Gadis itu sekarang lebih nyaman mandi sendiri. Ariadne sudah tidak suka mandi dengan ditemani para pelayan. Jadi, para pelayan yang melayaninya sekarang hanya bisa menunggu Ariadne di depan ruangan kamar mandi.
Setelah mandi, seperti biasanya Ariadne langsung sarapan. Berbagai macam lauk ada di meja makan. Meja makan yang besar dan panjang. Tentu saja hanya Ariadne yang berada di meja makan besar itu. Tidak lupa para pelayan juga ada di sekeliling gadis itu dengan berdiri.
Elie tidak pernah bisa makan bersama Ariadne. Wanita itu pasti disibukkan oleh serba-serbi di pagi hari. Elie pasti sudah berada di aula kerajaan bersama para menteri dan penasehat. Tentu saja wanita itu sedang mengerjakan beberapa dokumen yang sudah Ariadne setujui kemarin untuk diteruskan kepada para pekerja di tambang berlian.
Keadaan ekonomi kerajaan berlian selalu lancar setiap harinya. Berlian-berlian diimpor ke negeri lain atau kerajaan lain yang membutuhkan. Di jaman ini pembayarannya melalui benda emas seperti koin dan perhiasan. Setelah mendapatkan pemasukkan ekonomi berupa koin emas yang banyak, setiap bulan Ariadne juga sudah bisa memberi gaji kepada semua petugas kerajaan.
Uang kerajaan terus berputar. Kebutuhan warga kerajaan Berlian juga harus terpenuhi dan tidak boleh ada yang kelaparan. Ariadne sudah berjanji dengan para warga. Untuk mengatur jalannya keuangan dengan baik dan Ariadne pastikan tidak akan ada kasus korupsi di dalam kerajaannya.
Uang pajak yang diberikan warga desa, Ariadne gunakan untuk merawat bunga-bunga cantik di sepanjang jalan. Itulah alasan mengapa desa milik kerajaan berlian selalu terlihat indah dan bersih. Ariadne berusaha bersikap adil dalam masa kepemimpinannya.
"Elie, apakah semua sudah beres?" Ariadne bertanya pada Elie. Gadis itu baru saja memasuki aula kerajaan setelah menghabiskan sarapannya.
Elie mengangguk dengan sopan. "Iya, puteri. Kau bisa memeriksa pekerjaannya sendiri."
"Baiklah, aku percaya kepadamu. Atur semua menteri dan penasehat. Jika ada sesuatu yang lain atau ada masalah, beritahu aku."
Elie, Marlyn, dan Jason mengangguk sopan. Tiga orang itu memang sebagai tumpuan Ariadne. Orang inti yang Ariadne percaya untuk mengelola kerajaan sejak dirinya masih berusia sepuluh tahun.
"Ah, ke mana perginya Darian?" Tanya Ariadne.
"Dia pergi ke pertambangan. Memeriksa keadaan di sana dan memeriksa kesehatan para penambang." Kata Elie menjelaskan.
Ariadne tersenyum. "Baiklah, semuanya selalu berjalan dengan baik. Aku berterima kasih kepada kalian semua yang selalu ada untuk kerajaanku." Katanya.
Marlyn mengangguk dan tersenyum ramah. Rambut janggutnya sudah memutih. Pria itu berbadan agak gemuk dan berwajah ramah. "Tentu saja, puteri. Kami akan selalu ada untukmu dan untuk kerajaan ini. Kami sudah ada sejak pemerintahan ayah dan ibumu." Ucap Marlyn dengan sopan.
Ariadne mengangguk paham. "Terima kasih banyak Marlyn, Jason.. aku akan mengirim hadiah kepada keluarga kalian."
"Ah, tidak usah berlebihan puteri.. keluarga kami sudah sangat cukup." Kata Jason.
Ariadne menggelengkan kepalanya. "Tidak Jason, jangan menolak apapun dariku. Kalian sudah amat sangat baik. Elie, kirimkan hadiah untuk keluarga mereka sore nanti. Aku akan sangat berterima kasih kepadamu."
Elie langsung mengangguk kepala. "Baik, puteri. Akan kusiapkan nanti siang."
"Aku tidak ingin menyentuh dokumen-dokumen untuk hari ini. Amankan singgasanaku. Aku ingin pergi melihat Griffin."
"Griffin? Siapa itu?" Elie bertanya dengan rasa penasaran.
Ariadne tertawa geli. "Griffin. Itu nama kudaku. Aku percayakan kegiatan hari ini padamu, Elie."
"Baik, puteri. Kembalilah saat makan siang." Kata Elie.
Ariadne mengangguk. Gadis itu langsung pergi sendiri menuju lapangan berkuda. Ariadne masih memakai gaun mekarnya dan juga mahkota berliannya. Ia tidak berniat untuk menunggangi Griffin, ia hanya ingin melihat Griffin saja sebentar.
Ariadne memang menolak untuk diikuti para pelayan di belakangnya. Hal itu sangat mengganggu baginya. Jadi, Ariadne hanya ingin berjalan ke manapun dengan bebas.
Para penjaga dan para prajurit juga berdiri di setiap sudut istana. Ariadne akan selalu aman dengan pengawasan dari mereka semua.
Ariadne tersenyum ketika menemukan Griffin yang selesai dibersihkan. Kuda itu diam di dalam kandang sambil memakan makanannya. Ariadne mengelus pelan wajah Griffin.
"Dalam dua hari lagi, kau akan ikut bersamaku menemui Charlotte. Pastikan kau sehat dan tidak sakit, Griffin. Akan kubuatkan kandang khusus untukmu nanti." Kata Ariadne pada Griffin.
Griffin hanyalah seekor kuda, ia hanya merespon kata-kata Ariadne dengan dengusan pelan dari hidungnya.
Setelah sepuluh menit berada di dalam kandang para kuda, Ariadne memilih keluar saja dari sana. Ia tidak berniat untuk mengeluarkan Griffin. Lapangan berkuda terlihat bersih sekali. Beberapa kuda dikeluarkan untuk latihan berperang sambil menunggangi kuda.
Beberapa prajurit terlihat ada yang sedang berlatih. Saling beradu pedang namun berada di atas kuda mereka. Ariadne kagum melihat pada prajuritnya yang terus saja berlatih setiap hari. Meskipun sudah lama tidak ada peperangan, namun semua prajurit memang diwajibkan untuk tetap berlatih.
Saat Ariadne menikmati pemandangan para prajurit yang berlatih itu, ada seorang pelayan perempuan yang datang menghampirinya. Pelayan perempuan yang masih muda itu mengangguk sopan pada Ariadne.
"Maaf mengganggu waktumu, puteri." Kata pelayan itu.
"Tidak apa-apa. Ada apa kau kemari?" Tanya Ariadne.
"Pangeran Avery datang untuk menemuimu. Ia menunggumu di kursi taman."
"Ah, dia datang lagi rupanya. Baiklah, aku akan ke sana lima belas menit lagi. Kau pergi saja dulu. Bilang padanya untuk menungguku sebentar."
Pelayan perempuan itu mengangguk paham. Kemudian ia pamit dari hadapan Ariadne dan kembali menuju istana.
Ariadne berjalan dengan pelan untuk kembali ke istana. Ia tidak mau terburu-buru menemui Avery. Sepertinya, rasa suka Ariadne pada Avery mulai berkurang.
***
"Pangeran Avery, ada apa kau menemuiku?"
Avery langsung menoleh ke belakang. Lelaki itu tersenyum dengan membawa bunga mawar dalam genggamannya. Avery melihat dengan jelas Ariadne yang selalu cantik dengan gaun sehari-harinya.
"Maafkan aku, baru bisa menemuimu lagi hari ini." Ucap Avery sambil memberikan bunga mawar itu kepada Ariadne.
Ariadne menerima bunga mawar dari Avery. Ia mencium bunga mawar itu untuk menghargai apa yang Avery berikan untuknya. Tentu saja bunga mawar itu harum.
"Tidak apa-apa. Apakah kau baik-baik saja?" Tanya Ariadne.
Avery mengangguk. "Tentu saja. Aku hanya sibuk mengurus kerajaan bersama ayahku."
"Aku mendengar kabar, bahwa kerajaan mutiara ekonominya sulit. Apakah itu benar?"
"Ah, kau mendengar hal itu dari mana puteri?"
"Pembicaraan itu sudah menyebar. Aku mendengar dari beberapa pelayan dan warga. Apakah itu benar?"
Avery tersenyum tipis. "Ya, terkadang ekonomi kerajaan ada masa jatuhnya. Aku sedang berusaha memperbaiki hal itu."
"Kudengar, kerajaan mutiara sudah menghadapi keadaan seperti itu selama beberapa tahun. Maaf jika aku salah mendengar informasi."
"Tidak, puteri. Semua hal itu benar."
"Lalu mengapa kalian diam saja? Bahkan ayah dan ibumu juga tidak pernah kemari sejak kedua orang tuaku meninggal. Hanya kau saja yang selalu ke sini untuk menemuiku." Kata Ariadne. Sebenarnya ia merasa sedikit curiga.
Avery tersenyum tipis. "Ah, maafkan aku tentang hal itu. Kurasa ayah dan ibuku sedikit malu untuk datang ke sini dan menemuimu."
"Hmm, begitu rupanya. Perlukah aku membantumu, Avery?"