"Perlukah aku membantumu, Avery?"
Avery terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaan itu. Apakah bantuan dari Ariadne harus ia terima? Apakah ini kesempatan Avery untuk memanfaatkan kebaikan Ariadne? Apakah nanti Eden akan suka dengan hal ini?
Melihat Avery terdiam, Ariadne terkekeh pelan. Gadis itu melihat kondisi sekeliling di mana sedang banyak pengawal dan pelayan yang melingkari mereka.
"Bisakah kalian semua meninggalkan kami berdua saja? Tidak akan terjadi apa-apa. Aku dan Pangeran Avery perlu berbicara secara privasi." Kata Ariadne. Gadis itu menyuruh para pengawal Avery untuk berdiam di sisi kiri istana. Sedangkan para pengawalnya sendiri dan juga beberapa pelayan kerajaan langsung membubarkan diri sesuai perintah dari Ariadne.
Taman kerajaan sudah sepi. Ariadne langsung mengajak Avery untuk masuk ke Aula kerajaan. Menyuruh Elie untuk memerintahkan semua orang untuk pergi dari aula kerajaan. Pintu aula kerajaan juga ditutup oleh Elie. Wanita itu tentu saja juga keluar dari sana.
Di dalam aula kerajaan hanya ada Ariadne dan Avery saja. Avery langsung duduk di tempat duduk yang menghadap ke meja Ariadne. Gadis itu juga langsung menduduki singgasana khususnya.
"Bagaimana Avery? Apakah kamu tidak memerlukan bantuan dariku?"
Avery masih diam. Lelaki itu masih saja tidak tahu harus menjawab iya atau tidak. "Bantuan apa yang kau berikan pada kerajaanku, puteri?"
"Pasokan berlian. Nanti berlian itu bisa kau perdagangkan dan membentuk kerjasama di luar sana dengan kerajaan yang lain. Aku akan memberikan sekotak berlian untuk kerajaanmu. Itu sudah sangat mahal harganya jika dijual pada kerajaan lain yang sedang membutuhkan berlian."
"Ah, sepertinya aku akan merepotkan ekonomi kerajaanmu."
Ariadne tersenyum. "Tidak. Di sini aku yang berkuasa. Aku bisa membantu siapapun dan kapanpun. Berita tentang kerajaanmu yang seperti itu sangat membuatku simpati. Apakah para pelayan di sana mendapatkan hak dan gaji mereka?"
"Iya. Tentu saja. Ayahku masih memiliki sisa simpanan untuk membantu kerajaan tetap hidup. Makanan dalam kerajaan dan gaji para pelayan masih diberikan." Kata Avery menjelaskan keadaan kerajaannya.
"Tapi bagaimana dengan warga desamu? Kudengar mereka banyak sekali yang kelaparan dan hanya bisa mengandalkam salah satu keluarga mereka yang bekerja di dalam kerajaan. Apa itu benar?"
Avery mengangguk pelan. "Ya. Hanya para peternak yang masih bisa membelanjakan makanan untuk keluarga mereka."
"Mengapa bisa sampai separah itu Avery? Seharusnya ekonomi kerajaan tidak boleh lemah seperti itu. Kau tahu? Jika kerajaanmu sampai miskin tanpa ekonomi, orang tuamu dan kamu pasti akan diserbu para warga. Kau juga akan dilengserkan. Aku hanya tidak menyangka saja kalau kerajaanmu sedang dalam keadaan buruk."
Avery terdiam mendengarkan perkataan dari Ariadne. Niat Avery ke sini tadi adalah kembali menjalankan tugas dari Eden, yaitu merayu Ariadne untuk tetap mencintainya. Namun kini sudah gagal, topik pembicaraan tentang cinta kini lenyap. Digantikan oleh topik pembicaraan mengenai kerajaan Avery.
"Avery, keadaan kerajaanmu sedang seperti itu tapi kau sering ke sini untuk bertemu denganku. Apakah kisah cinta lebih penting daripada kondisi kerajaanmu?"
"Maafkan aku puteri. Aku ke sini karena memang untuk bertemu denganmu. Aku juga sudah sangat lelah dan berusaha sangat banyak di kerajaanku sendiri. Aku ke sini karena ingin melihatmu. Agar semangatku juga bisa bertambah." Kata Avery. Tentu saja lelaki itu berbohong. Dan Avery merutuki sendiri dirinya yang seperti ini. Avery malu di hadapan Ariadne.
Avery sangat malu sekali. Ia sungguh kalah dengan Ariadne. Ariadne bisa memimpin kerajaannya sendiri dan mengelola semuanya dengan baik. Kerajaan Ariadne memang terkenal bersih dari para koruptor dan perdagangan ilegal. Dan Avery sangat malu ketika Ariadne mengetahui kondisi kerajaan mutiara dari mulut orang lain. Bukan dari mulut Avery sendiri.
"Tapi tidak seharusnya kau selalu datang ke sini. Sementara kondisi kerajaanmu seperti itu. Jadi, apa kau mau menerima bantuanku?"
Avery menatap Ariadne dengan penuh rasa ragu. "Tidak bisakah jika kerajaanku dan kerajaamu menjadi satu?"
Mendengar itu rasanya Ariadne ingin marah. Ariadne sudah baik ingin membantu Avery dengan memberikan pasokan berlian secukupnya untuk diperdagangkan. Namun Avery malah ingin bekerjasama dengan kerajaannya? Ah, yang benar saja? Ariadne saja tidak pernah menerima kerjasama dengan kerajaan lain.
Sejak dulu Elie memang mengajarkan untuk tidak bekerjasama dengan kerajaan lain. Ariadne hanya menerima kerjasama dari kerajaan yang memang memiliki tujuan yang sama denga kerajaannya. Itupun juga tidak bekerjasama dalam jangka waktu yang panjang dan lama. Hanya beberapa saat saja sampai visi dan misi kerjasama telah tercapai.
Itulah alasan Ariadne tidak pernah bisa menyukai Avery setulus hati. Sejak Avery selalu meminta dirinya untuk menyatukan kerajaannya dengan kerajaan Avery, rasanya Ariadne semakin benci pada Avery. Bekerjasama dengan kerajaan lain saja Ariadne perketat. Tentu saja untuk menyatukan kerajaannya dengan kerajaan lain adalah hal yang harus Ariadne lewati dengan berbagai macam seleksi dan harus teliti.
"Avery, aku sudah baik ingin membantu kerajaanmu. Bisakah kamu tidak meminta hal yang lebih berat dari itu?"
"Ariadne.. setiap kali aku memintamu untuk menyatukan kerajaan kita, mengapa kau selalu saja menolak? Apa kau tidak mencintaiku?"
Kedua tangan Ariadne mengepal di bawah meja. "Tentang kerajaan tidak bisa kau hubung-hubungkan dengan perihal cinta. Cinta dan urusan kerajaan itu jauh letak perbedaannya. Aku sudah baik hendak membantu kerajaanmu. Tapi kau malah menginginkan yang lebih dari itu."
"Ariadne----"
"Dengar ya Avery! Jika kau ingin menikahiku atau ingin membuatku jatuh cinta padamu hanya kerena kau ingin mempersatukan kerajaanku dengan kerajaanmu. Maka itu tidak akan pernah terjadi!!" Ucap Ariadne dengan sangat tegas dan penuh tekanan. Gadis itu berdiri dari tempat duduknya sambil menunjuk pada wajah Avery.
Avery juga semakin gelisah perasaannya. Ia merutuki dirinya sendiri dalam hati. Avery ingin sekali jujur tentang keadaan dirinya pada Ariadne. Tapi apakah Ariadne akan mendengarkan dirinya dan membantu mencari solusi?
"Ariadne.. maafkan aku." Kata Avery dengan penuh rasa sesal.
"Silakan pergi jika kau tidak mau menerima bantuanku." Setelah berkata seperti itu, Ariadne keluar dari singgasananya. Gadis itu menuruni beberapa anak tangga dan berjalan lurus di atas karpet merah. Ariadne ingin keluar saja dari aula kerajaan.
Namun tangan kiri Ariadne dicekal oleh Avery. Dan seketika Ariadne mampu menatap wajah Avery yang tersirat pesan menyedihkan. "Ariadne.. aku ingin jujur perihal sesuatu kepadamu. Apakah kau akan menerima kejujuranku ini? Aku sungguh malu untuk mengatakan hal seperti ini." Kata Avery dengan suara yang bergetar.
Pandangan Ariadne yang semula marah, kini menjadi luluh. Wajah Avery sangat telihat serius. Lelaki itu dengan jelas menunjukkan beban berat yang sedang dipikulnya diam-diam.
Ariadne bertanya, "apa?"
"Aku tidak baik-baik saja, Ariadne. Aku dipaksa menjadi seperti ini. Semua perilaku yang kuberikan padamu adalah palsu. Maafkan aku.. maafkan aku Ariadne."
Melihat Avery berlutut di hadapannya, Ariadne tentu saja langsung panik. "Avery, kumohon berdirilah.. apa maksudmu?"
***