Suara air terjun terdengar dengan jelas. Beberapa anak kecil berlarian ke sana kemari membawa lampion yang belum sepenuhnya jadi. Beberapa anak kecil itu juga menyapa Ariadne dengan sangat sopan. Penggembala domba juga menyapa dan menundukkan kepala pada Ariadne.
Ariadne dan Avery berada di jembatan yang menuju ke air terjun. Berbicara mengenai kehidupan privasi Avery sebaiknya berada di luar kerajaan saja. Ariadne hanya takut jika ada salah satu pelayan yang mendengar pembicaraan mereka.
Elie memang mengijinkan Ariadne pergi bersama Avery. Karena Avery sendiri yang berani meminta ijin pada Elie secara langsung. Untuk membawa Ariadne pergi keluar istana sebentar.
"Kita berbicara di bawah pohon apel saja, Avery." Kata Ariadne. Gadis itu berjalan lebih dulu. Sedangkan Avery menuntun kudanya untuk menuju ke area yang penuh rumput.
Dari jembatan menuju air terjun, memang ada sebuah lahan pohon apel. Seluruh tanahnya dipenuhi rerumputan hijau yang rutin diratakan. Jadi rumputnya tidak terlalu rimbun dan sangat nyaman duduk di atas rumput itu.
Ariadne duduk begitu saja ketika sudah menemukan tempat yang menurutnya nyaman. Gadis itu memilih duduk di bawah pohol apel yang rindang. Pohon apel itu lumayan tinggi, jadi daunnya tidak mengganggu orang yang duduk di bawah pohon.
Avery juga ikut duduk di samping Ariadne setelah mengunci tali kudanya pada pohon apel di sebrang mereka. Lelaki itu terdiam sejenak menikmati udara siang hari yang terasa sejuk.
"Baiklah, ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi padamu Avery." Ucap Ariadne.
Avery tersenyum. Mata birunya sangat terlihat indah ketika terkena cahaya matahari yang menelusup di antara daun pohon apel. "Seperti yang kubilang tadi, puteri. Semua yang kulakukan untukmu itu palsu."
"Ceritakan saja dari awal."
"Ayahku menyuruhku untuk bisa merayumu. Ayahku ingin aku menikahimu dengan segera. Tujuannya adalah agar kerajaanmu dan kerajaanku bisa menjadi satu. Dan Ayahku ingin menguasai dan mengatur kekayaan itu." Kata Avery. Lelaki itu sedang berusaha untuk jujur pada Ariadne dan menceritakan semua keadaannya.
"Jadi benar, semua ini adalah palsu? Pantas saja aku merasa aneh denganmu. Kamu tidak seperti seorang pria yang benar-benar menyukaiku. Dan kau selalu saja membicarakan pernikahan dan membicarakan tentang penyatuan kerajaan."
"Maafkan aku, puteri."
Ariadne menggenggam tangan kanan Avery. "Avery, aku tidak tahu kondisi kerajaanmu dan aku tidak tahu kondisi pribadimu. Aku juga minta maaf, telah berburuk sangka kepadamu. Aku sempat berpikir kalau kau akan bertindak jahat padaku dan kerajaanku."
"Memang seperti itu diriku. Aku memang ingin berbuat jahat padamu kan.."
"Tidak, itu keinginan ayahmu. Bukan keinginanmu. Jika kau benar-benar akan berbuat jahat padaku dan kerajaanku, kau tidak akan bisa jujur seperti sekarang ini Avery."
Avery menghela napasnya pelan. Beban berat yang dirasakannya seperti berkurang sedikit. Ada perasaan lega yang Avery rasakan dengan jelas.
"Aku dan ibuku hanya bisa menuruti apa kata ayahku, puteri. Ketika aku melawan, maka aku harus siap menerima luka di tubuhku. Dan ketika ibuku salah, aku rela menggantikannya untuk dipukuli. Itulah alasanku menemuimu hanya bisa dua minggu sekali. Aku harus menyamarkan luka-lukaku terlebih dahulu."
"Luka? Apa Raja Eden melakukan kekerasan padamu?"
Avery mengangguk. "Iya. Dan hanya ada dua pelayan yang mengetahui tentang hal ini di istanaku."
Mendengar cerita Avery, hati Ariadne sangat merasa sedih. Ariadne tidak menyangka kalau Avery melalui kehidupan pahit setiap hari.
"Apakah sekarang kau baik-baik saja?" Ariadne bertanya dengan kedua mata yang hampir saja menangis.
"Ya. Aku baik-baik saja sekarang. Jika aku ke sini, maka kondisiku sedang sehat. Setiap kali pulang dari kerajaanmu dan aku tidak membawa kabar baik, maka nanti malam aku akan dipukul lagi."
"Seharusnya kau jujur padaku sejak dulu."
Avery menggelengkan kepala. "Aku takut kau tidak mau menerimaku di istanamu."
"Aku tidak percaya Raja Eden mempunyai sifat seperti ini. Apa ibumu juga baik-baik saja?"
"Ya. Aku akan selalu melindungi ibuku, puteri. Dia sehat."
"Maaf aku bicara begini. Tapi dari awal aku memang sudah merasa aneh denganmu. Kau selalu membicarakan pernikahan denganku, tapi kau tidak pernah membawa orang tuamu datang ke istanaku. Elie pernah memberitahuku, lelaki yang baik adalah lelaki yang mengenalkan kekasihnya pada orang tuanya."
Avery tersenyum tipis. "Aku sudah pernah menyuruh ayahku untuk datang ke kerajaanmu. Tapi dia selalu saja menyuruhku untuk mengatasi semuanya sendiri."
"Ah, baiklah kalau begitu. Aku mengerti kondisimu. Bawalah sekotak berlian nanti ketika kau akan pulang."
"Tapi puteri---"
"Aku memaksamu. Bawalah sekotak berlian dariku. Aku tidak ingin kau dipukuli ayahmu lagi. Aku hanya memberikan satu kesempatan saja. Jika ayahmu menginginkan berlian yang lebih banyak, maka dia hanya menginginkan harta. Dan aku tidak akan memberikannya lagi." Ucap Ariadne dengan menatap lurus wajah Avery.
"Aku sangat berterima kasih atas kebaikanmu, puteri. Aku akan membawa pemberianmu nanti."
"Kau akan mengatakan apa nanti pada Raja Eden? Bagaimana jika dia bertanya mengapa aku memberikanmu sekotak berlian?"
Avery tersenyum. "Aku akan bilang kalau berlian itu adalah hadiah darimu."
"Bagaimana jika ayahmu ingin segera menikahkan kau denganku?"
"Aku akan mencoba mengulur waktu, puteri. Itu tidak akan terjadi. Kecuali jika kau menyetujui pernikahan ini. Tapi, aku tidak akan memaksamu untuk menikah denganku. Kau sudah mengetahui kejujuranku."
Ariadne terdiam. Gadis itu memikirkan apa yang Avery katakan. Ariadne hanya takut akan ada sesuatu yang buruk terjadi.
"Baiklah, katakan saja berlian itu adalah hadiah dariku. Alasannya karena kau sudah sangat perhatian dan selalu mengunjungiku. Katakan saja seperti itu, Avery." Perintah Ariadne.
Avery mengangguk. "Baiklah, akan aku lakukan puteri. Terima kasih banyak."
"Sama-sama. Beritahu aku jika kau terkena masalah. Mungkin aku bisa membantumu. Namun jangan coba-coba untuk memanfaatkanku, aku akan mengetahui hal itu." Peringat Ariadne.
Bertindak tegas juga diperlukan di situasi seperti sekarang. Karena Ariadne masih belum memahami Avery sepenuhnya. Bisa saja Avery akan memanfaatkan kebaikannya. Hal itu memang bisa saja terjadi.
Karena memang banyak sekali orang yang sudah dibantu, namun memanfaatkan kebaikan orang yang sudah membantu. Bagi Ariadne, hal seperti itu sangat tidak sopan dan layak dihukum.
"Ya. Aku akan memberitahumu, Ariadne. Apakah Elie tidak mengetahui hal ini nanti?"
"Tidak. Aku akan menyuruh salah satu pelayan untuk memberikan sekotak berlian kepadamu nanti."
"Kau sungguh baik, puteri. Aku sangat senang bisa jujur kepadamu."
Ariadne tersenyum. Kini gadis itu mampu melihat sisi lain dari Avery. Sisi lain dari Avery yang ternyata terlihat sangat lemah. Ariadne hanya tidak menyangka bahwa pria di sampingnya itu menjalani hidup yang berat.
"Gunakanlah berlian dariku untuk hal yang baik. Karena jika kau mampu mengelola sekotak berlian itu dan mengembangkannya untuk menghidupi kerajaanmu, itu akan sangat bermanfaat. Apalagi jika kau berhasil menghidupkan kembali produksi mutiara dari seluruh pekerjamu. Aku akan sangat senang jika kau berhasil menggunakan berlian itu dengan baik, Avery." Ucap Ariadne serius.
***