SRAAKK!!
Lengan kiri Ariadne tergores oleh pedang milik Charlotte. Seketika Charlotte langsung menjatuhkan pedangnya dan mendekati Ariadne.
Ariadne tampak meringis kesakitan. Kulit lengan kirinya tampak sobek memanjang. Baju pelindungnya ternyata tidak seaman itu jika suka terkena pedang dari lawan.
"Astaga!! Ariadne!! Aku minta maaf. Aku benar-benar tidak sengaja. Aku bodoh sekali. Padahal aku tahu kau ke kanan tapi pedangku kuayunkan begitu saja."
Charlotte benar-benar ketakutan. Darah dari lengan kiri Ariadne mengucur. Karena Charlotte tidak membawa persediaan kain untuk berjaga-jaga jika ada yang terluka, gadis itu merobek ujung pakaiannya untuk dibalutkan langsung pada lengan Ariadne.
"Tidak apa-apa Charlotte. Gerakanmu tadi hanyalah reflek. Aku yang salah hendak bergerak ke kanan padahal kau hendak menyerang dari kiri. Harusnya pedangku kugunakan untuk menahan pedangmu." Kata Ariadne. Gadis itu meringis saja saat Charlotte mengencangkan ikatan kain pada lengan kirinya.
Bukan Ariadne yang menangis. Charlotte malah menangis sampai agak terisak pelan. Kedua bahu gadis itu terlihat naik turun.
"Hei, mengapa kau yang menangis Charlotte? Hahaha astaga. Harusnya aku yang menangis." Kata Ariadne dengan tertawa geli.
Charlotte menatap Ariadne dengan kesal. Bagaimana bisa Ariadne tertawa seperti itu padahal lengan kirinya kini berdarah-darah?
"Hentikan tawamu! Ini tidak lucu sama sekali..huhuuuu.." kata Charlotte dengan sesenggukan.
"Tidak apa-apa. Nanti kuobati sendiri ketika kembali ke istana."
"Bagaimana bisa? Memangnya kau akan bisa mengendalikan kudamu? Elie dan para pelayanmu akan mengetahui lukamu ini. Jika mereka tahu bagaimana? Para pelayan yang mendadanimu dan mengganti pakaianmu yang akan pertama tahu."
"Charlotte tenanglah.. aku baik saja."
"Aku tidak bisa tenang Ariadne. Sudah kubilang jangan suruh aku menyerangmu. Mulai minggu depan kita tidak akan berlatih berdua. Kau akan kuajari saja dengan gerakan-gerakan melawan. Sudah cukup hari ini." Kata Charlotte. Gadis itu berusaha menghentikan tangisannya dan mengatur napasnya.
Ariadne tersenyum tipis. "Hei, aku baik saja. Setiap sebelum tidur akan kuobati sendiri lukaku ini. Jika tidak ditutupi pasti akan lekas kering."
"Ah, mengapa kau begitu sabar Ariadne? Setahuku ini luka pertamamu. Bukankah kau tidak pernah terluka?"
Ariadne terkekeh geli mendengar pertanyaan itu dari Charlotte. "Aku juga manusia biasa Charlotte. Aku pernah terluka. Aku pernah terkena jarum saat menyulam. Aku pernah terkena pisau saat belajar memasak. Aku pernah jatih dari kuda dan lututku memar. Betisku juga pernah hampir retak ketika pertama kali berkuda dengan Darian. Setiap luka akan sembuh, Charlotte."
"Tapi kau sama sekali tidak menangis."
"Memangnya aku ini anak kecil? Aku hanya sedikit kesakitan, bukan sedang sedih."
Charlotte mendenguskan napasnya. "Ikutlah ke rumahku. Lagi pula hari masih siang. Biarkan kuobati lukamu dengan benar."
Ariadne mengangguk saja. Ia tidak mau jika sahabatnya terlalu merasa bersalah. Gadis itu mengikuti Charlotte melewati jalan pintas yang lain sampai menuju ke rumah Charlotte. Perlengkapan yang Ariadne bawa juga sudah dibawakan Charlotte. Ariadne hanya bisa mengendalikan kudanya dengan pelan.
Ternyata benar jata Charlotte. Mengendalikan tali kuda dengan kondisi salah satu tangan sakit sangat sulit. Dan Ariadne hanya bisa menjalankan kudanya dengan pelan. Mengikuti Charlotte dari belakang.
Beberapa orang tidak mengenali Ariadne saat Ariadne memasuki area rumah warga. Topi milik Charlotte yang berbentuk lingkaran lebar kini Ariadne pakai untuk menutupi wajahnya.
Kalau sampai ada yang tahu Ariadne terluka, bisa-bisa semua warga akan heboh dan terdengar sampai ke kerajaan. Itu tidak boleh terjadi. Akan sia-sia perjuangan Ariadne.
"Masuklah. Aku akan mengambilkan air bersih dan kain lembut." Kata Charlotte mempersilakan Ariadne untuk masuk ke rumahnya.
"Di mana ibu dan adikmu?" Tanya Ariadne.
"Ini masih siang. Mereka berdua sedang berada di toko roti. Adikku hanya membantu menjaga toko di sana. Sedangkan ibuku membuat adonan."
Ariadne mengangguk paham. Rumah Charlotte tetap sama sejak terakhir kali Ariadne ke sini. Halaman rumah Charlotte luas dan banyak bunga-bunga cantik. Bagian dalam rumah Charlotte sederhana saja.
Ada beberapa kursi dan meja kayu sebagai ruang tamu. Rumah Charlotte terlihat nyaman meskipun tidak seluas istana Ariadne. Meskipun kecil, namun Ariadne bisa merasakan hangatnya keluarga Charlotte.
***
Lengan kiri Ariadne sangat membaik setelah diobati oleh Charlotte. Karena kulit lengan kiri Ariadne tergores memanjang, akhirnya Charlotte memilih memanggilkan seorang ahli medis.
Dan luka Ariadne akhirnya dijahit agar tidak mengeluarkan darah lagi. Tentu saja Ariadne kesakitan karena dijahit tadi. Untung saja ahli medis itu tidak mengenali Ariadne karena rambut Ariadne digelung ke atas.
Dan sekarang Ariadne sudah berada di dalam kamarnya. Gadis itu baru saja selesai mandi sore. Ariadne meminta mandi sendirian dan memakai bajunya sendiri. Tidak memperbolehkan para pelayan atau Elie untuk menyentuh tubuhnya.
Sebelum memakai gaun sederhana berlengan panjang, Ariadne mengamati lengan kirinya. Jahitannya rapi dan benangnya berwarna hitam. Minggu depan akan Ariadne lepas jahitannya ketika bertemu Charlotte lagi.
Meskipun lengan kirinya masih agak sakit, Ariadne tetap harus keluar dari kamarnya. Untuk melihat keadaan istana dan melihat beberapa dokumen di kursi singgasananya.
"Puteri, dari mana saja kau?" Darian bertanya sambil menghampiri Ariadne di aula kerajaan.
"Ada apa Darian?"
"Aku tidak melihatmu seharian tadi. Kupikir kau berlatih berkuda sendirian. Tapi ternyata Griffin juga tidak ada di kandangnya. Apakah kau berjalan-jalan dengan Grifiin?"
"Ah tentu saja.. aku mengajak Griffin keluar."
"Kau sendirian? Mengapa kau tidak memanggilku untuk menemanimu?"
Ariadne tersenyum. "Kudengar kau sedang mengawasi pertambangan. Aku tidak mau mengganggumu. Jadi aku ijin saja pada Elie. Tanya saja padanya, ia tahu ke mana aku pergi membawa Griffin."
"Tapi kau sendirian?"
"Tidak. Ada pengawal yang menjagaku." Kata Ariadne berbohong.
"Ah, baiklah. Aku mengkhawatirkanmu. Aku lega mendengarmu baik-baik saja. Apakah kau memerlukan sesuatu?"
Ariadne menggelengkan kepalanya. "Tidak Darian.. istirahatlah jika kau lelah. Kau juga disibukkan dengan banyak kegiatan kan.."
"Aku sudah beristirahat sejenak tadi. Elie membawakanku makanan juga. Kau sedang memeriksa apa?"
"Aku hanya sedang memeriksa beberapa dokumen saja. Marlyn akan ke sini lagi saat makan malam. Semua berjalan dengan lancar Aargghhh!!"
"Puteri, kau kenapa?" Darian bertanya dengan panik.
Ariadne meringis kesakitan dengan memegangi lengan kirinya. Ia tadi mencoba mengangkat buku tebal yang ada di dalam laci mejanya. Namun tangan kanan Ariadne langsung berpindah memegang bahu kirinya saja agar Darian tidak curiga.
"Ah, bahuku agak sakit. Mungkin karena aku kelelahan."
"Istirahatlah saja.. aku akan berbicara pada Marlyn mengenai dokumen kerajaan."
Sepertinya Ariadne memang harus istirahat. Ahli medis tadi mengatakan kalau lengan kirinya tidak boleh banyak bergerak dulu. Jika banyak bergerak akan menyebabkan jahitannya robek atau lepas dan berdarah lagi.
"Baiklah, aku akan pergi ke kamarku. Katakan pada Elie, aku ingin makan malam di kamarku saja."
Darian mengangguk patuh. "Akan kusampaikan perintahmu pada Ibuku, Puteri. Perlu kuantar?"
"Tidak. Aku bisa sendiri."
***