Sebuah mobil benar-benar menabrak mereka dengan sangat keras. Namun, mobil itu terlihat tidak biasa. Pengemudi yang ada di dalamnya nampak sengaja melakukan itu. Rayn berpegangan dengan kursi yang ada di depannya, sedangkan David masih terhuyung karena mobil yang mereka tumpangi sedang dalam keadaan tidak stabil.
Mobil berputar untuk mencari keseimbangan. Sayangnya, mobil yang ada di belakang mereka sebelumnya memberikan 'sentuhan' yang keras hingga mereka berada di tepi tebing.
Kepala Rayn terbentur beberapa kali hinga berdarah. Rio mengalami hal yang lebih parah, ia sudah tidak sadar diri. Kaca mobil mereka sudah pecah dan hancur. Rayn merasa kesakitan di seluruh badannya. Ia berusaha mencari tangan David yang seharusnya berada di sebelahnya.
"A.. yah.." kata Rayn sambil memegang tangan David.
Sepertinya David terbentur cukup keras hingga ia tidak menjawab perkataan anaknya. Rayn tak sanggup lagi, ia menutup matanya.
***
"Rayn!" seru seorang wanita yang terlihat berusaha membangunkan Rayn. Suara sirine terdengar dari segala arah. Lokasi di mana Rayn dan ayahnya kecelakaan menjadi ramai dengan pihak polisi maupun tim evakuasi.
"Jenni!" panggil seorang pria yang ada di belakangnya. "Ayah mencarimu ke mana-mana!"
Jenni, nama wanita itu, terlihat panik ketika berada di lokasi kecelakaan. Ia menggigit bibirnya, perasaan gelisah benar-benar menguasainya.
"Paman David belum ditemukan, Ayah. Aku benar-benar khawatir," tukas Jenni dengan pandangan yang kalut.
"Ayah tahu. Ayo kita serahkan ke pihak yang berwajib. Kita selamatkan Rayn terlebih dahulu," ujar ayahnya yang berusaha menenangkan. "Kamu nggak ke kantor?"
"Iyalah, ayah. Gimana aku harus ke kantor kalau aku dengar Rayn kecelakaan?" Jenni menunduk penuh penyesalan. "Kenapa paman nggak ngomong kalau mau jemput Rayn sama aku? 'kan aku bisa maksa dia pulang dari Poland." Jenni merasa sangat bersalah.
"Jenni, sudah. Ayo kita pulang. Untuk sementara, kita tidak perlu ke kantor dulu."
Jenni merasa kalut. Ia ingin ada di dekat Rayn, sahabat sekaligus sepupunya. Ia tidak bisa menenangkan diri, terlebih setelah melihat tubuh Rayn tidak berdaya di atas tandu untuk dibawa masuk ke dalam ambulans.
"Ayah, aku ikut ke rumah sakit saja!" kata Jenni memantapkan hati. Ia berjalan menuju mobilnya yang terletak cukup jauh dari lokasi kejadian karena terhalang oleh beberapa mobil polisi.
"Jenni! Make your senses! Kamu bahkan ke sini pakai piyama! Ayo pulang dulu sebelum banyak wartawan ke sini!" perintah ayahnya kini tidak dapat ia bantah. Benar juga, Jenni baru menyadari bahwa dirinya belum berpakaian semestinya ketika akan datang ke lokasi kejadian.
Jenni berbalik melihat ayahnya. Ia mengangguk dan menuruti saran ayahnya untuk pulang. Namun ketika Jenni hendak masuk ke dalam mobilnya, para wartawan sudah berbondong-bondong ingin menanyainya. Dengan cepat, Jenni memutar mobilnya dan berusaha menghindari wartawan.
Karena Jenni sudah kabur terlebih dahulu, wartawan mengganti sasaran mereka menjadi sang ayah Jenni. Melihat bahwa kini ia menjadi sasaran, ia berusaha untuk tidak terlihat menghindar meskipun sebenarnya ingin.
"Pak Samuel! Pak Samuel!" panggil para wartawan yang mulai berlarian mengejarnya. Ia pun memilih untuk terlihat tenang agar tidak mengundang banyak pertanyaan dari wartawan.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Pak Samuel?" salah satu wartawan bertanya kepada Samuel.
"Kami sekeluarga mohon doanya untuk penyelidikan kecelakaan ini. untuk sementara, Rayn sudah ditemukan dalam keadaan kritis. Sedangkan sopir kami, Rio, ditemukan sudah tidak bernyawa." Samuel menjelaskan dengan singkat.
"Untuk selebihnya, kami akan menggelar konferensi pers di waktu mendatang. Mohon maaf kami belum bisa menjelaskan lebih." Samuel melambaikan tangan dan berpamitan untuk masuk ke dalam mobil.
Ambulans yang membawa Rayn dan Rio telah berangkat menuju rumah sakit. Begitu juga dengan mobil yang membawa Samuel, sudah menginjakkan gas menuju rumah untuk sementara.
Samuel menekan beberapa tombol untuk menghubungi seseorang. "Pastikan semuanya seperti dalam rencana!" katanya kemudian menutup teleponnya.
***
Ada keheningan yang mencekam, sekaligus yang rasa sakit yang mendera di seluruh badannya. Rayn merasa tidak berdaya. Badannya terasa sangat ngilu, kepalanya juga terasa sakit. Ia berusaha membuka mata, tetapi rasanya seperti mengangkat batu seberat seratus kilo, sangat berat.
Rayn berusaha mengembalikan energinya meskipun ia belum merasa baik-baik saja. ia memaksakan diri membuka mata ketika ia teringat bahwa ayahnya juga mengalami kecelakaan bersamanya.
"Ayah.." seru Rayn lirih. Ia membuka matanya perlahan. Tidak bisa. Astaga, mengapa hal ini saja sangat sulit baginya? Rayn mencoba sekali lagi. Ia membuka kedua matanya dan melihat sosok wanita sedang mengamati wajahnya dari dekat. sangat dekat, karena jarak antara hidung mereka hanya sekitar tiga sentimeter.
Rayn masih berusaha membuka matanya agar dapat melihat siapa sosok wanita itu. ketika ia membuka matanya untuk kesekian kalinya, ia mendapatkan penglihatan yang lebih jelas.
"Jenni?" tanya Rayn kepada wanita itu. sayangnya wanita itu tidak menjawab. Ia hanya menjauhkan wajahnya yang semula sangat dekat itu.
Rayn menutup matanya kembali. Ia mungkin sedang bermimpi. Namun, sayangnya ketika membuka matanya lagi, ia tidak melihat sosok Jenni yang ada di depannya.
"Kamu bukan Jenni!" kata Rayn sedikit bertenaga. Ia melihat kembali wanita itu yang ternyata masih mengamatinya sambil berdiri.
Rayn pun bangun dan mengambil duduk di tempat tidurnya. Ia mengamati kembali wanita yang ada di depannya itu. mengapa ia tidak merespon apa-apa? Mengapa tatapannya sangat aneh seperti itu?
"HAH! SIAPA KAMU?" teriak Rayn sambil merangkak mundur. Ia menyadari sesuatu. Apakah dia adalah orang yang berniat membunuhnya?
Wanita itu menoleh ke kanan dan ke kiri, "Kamu bisa melihatku?"
"Iya lah! Kamu siapa?" tanya Rayn sambil menekan tombol darurat yang tidak jauh dari tempat tidurnya. Beberapa detik kemudian perawat yang sedang berjaga datang dan melihat Rayn sedang dalam keadaan panik.
"Ada apa Pak Rayn?" tanya salah satu perawat itu.
"Ada penyusup! Ada yang berusaha membunuhku!" kata Rayn sambil menunjuk wanita yang ia maksud. Namun, para perawat tersebut tidak merasa ada orang selain mereka.
Rayn berusaha menarik tangan wanita yang ia maksud untuk menunjukkan siapa yang ia maksud. Sayangnya, Rayn menyadari bahwa tubuh wanita itu tembus pandang. Rayn menelan ludah. Apakah ia sedang berhadapan dengan hantu?
"Saya butuh sendiri saja, suster. Terima kasih." Rayn mengatur napasnya. Tidak mungkin ia mengatakan apa yang ia lihat kepada perawat. Yang jelas, perawat itu akan mengatakan bahwa ia gila.
Setelah perawat itu pergi, Rayn bertanya kepada wanita dengan baju berwarna putih itu. "Kamu siapa?" tanyanya sambil sedikit bergetar.
"Entahlah. Hari ini aku membuka mata dan mendapati diriku di sini. Kemudian aku mendengar sesuatu dari orang-orang yang mengunjungimu pagi tadi. sepertinya akan ada hal buruk yang sedang direncanakan untukmu," tukas wanita itu.
"Apa?" Rayn tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia baru saja tiba dan mendengar berita yang tidak mengenakkan ini, ada apa dengan hidupnya?
Dan, di mana ayahnya?