Chereads / Penjara Masalalu / Chapter 23 - Tidak rela

Chapter 23 - Tidak rela

Selesai dengan acara kejutan yang di buatnya, Ardan pun pulang bersama Arini. Sedangkan Rizky terlebih dulu pulang bersama Mr.Park.

Acara yang memang sudah ia rencanakan bersama Mr.Park dan Rizky pun berjalan dengan lancar, Ardan merasa sangat lega. Usai acara, tangan Ardan tidak sedikitpun melepaskan genggamannya dari tangan kurus Arini. Seperti sekarang ini, mereka sedang berada di dalam mobil untuk pulang menuju villa dengan tangan Ardan yang masih menggenggam tangan Arini.

"Kenapa diam?" tanya Ardan membuka suara.

"Hem, tidak apa," jawab singkat Arini.

"Kau tidak suka dengan acara yang aku buat untukmu?" tanya Ardan masih tetap menggenggam tangan Arini.

"Suka," jawab Arini. "Bisakah kau melepaskan tanganku?" Tangannya terasa kebas karena sedari digenggam oleh Ardan.

"Memangnya kenapa? Aku suka dengan tangan kecilmu ini," Ardan menjawab dengan santai sambil tetap fokus menyetir.

Arini menghembuskan nafasnya kasar tatkala mendapat jawaban dari Ardan yang malah semakin erat genggamannya.

"Kau suka dengan hadiahnya?" tanya Ardan kembali.

"Hmm ..."

"Kau tahu, itu peninggalan terakhir ibuku," ucap Ardan dengan suara sedikit gemetar, seakan menahan kesedihan.

"Apa ibumu sudah–?" Arini tidak berani melanjutkan pertanyaannya. Ia takut Ardan akan tersinggung dan marah.

"Iya, dia sudah meninggal. Begitu juga dengan ayahku," jelas Ardan.

"Maaf," sesal Arini.

"Tidak masalah," ucap Ardan seraya mengusap lembut rambut Arini.

"Kita mempunyai jalan hidup yang sama, hanya takdirnya saja yang berbeda. Tidak perlu merasa sendiri ataupun kesepian, aku akan selalu berusaha ada untuk menemanimu," tambahnya. Ardan pun mendadak menghentikan laju mobilnya.

"Kenapa berhenti?" tanya Arini khawatir.

Kemudian Ardan memegang pundak Arini seraya menatap lekat wajah gadis itu. "Arini, izinkan aku untuk berusaha membuat kau menyukaiku dan mencintaiku!" ucap Ardan memohon.

"Apa kau tulus dengan kata-katamu itu?" tanya Arini ragu.

"Kau masih meragukanku? Apa yang kau inginkan? Aku akan memenuhinya" tanya Ardan.

"Aku tidak pernah mempunyai ikatan hubungan dengan seorang laki-laki, aku juga tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya? Apa akan bahagia atau sebaliknya. Tapi aku harap kau bisa di percaya," jelas Arini sambil menundukan kepala.

"Jadi, apa kau mengizinkanku?" tanya Ardan penasaran dan antusias.

Arini membalasnya dengan anggukan pelan, dia sedikit malu dengan situasi seperti ini. Ardan dengan cepat memeluk erat tubuh Arini, sampai Arini merasakan sulit bernafas.

"A–apa ... kau ... ingin aku ... mati?" Arini berusaha berbicara.

"Maaf, Honey. Aku tidak bermaksud membuatmu sulit bernapas." Ardan melepaskan pelukannya sambil meringis.

Pemuda itu kembali menyalakan mobilnya dengan hati yang berbunga-bunga. Mobil pun melesat membelah jalanan yang tidak terlalu ramai oleh pengendara sore itu.

Sesampainya di villa, Arini mencari keberadaan Rizky, yang mana anak itu tengah bermain di ruang tv bersama Mr.Park yang sibuk dengan macbook–nya. Melihat kedatangan Ardan dan Arini, Mr.Park pun berdiri memberi hormat pada Ardan.

"Tuan dan Nona sudah pulang?" sambut Mr.Park. "Tuan, bisakah kita bicara sebentar?" tanya Mr.Park yang langsung di balas Ardan dengan anggukan. Mereka berdua pun pergi ke taman dekat dengan kolam renang. Sedangkan Arini menghampiri Rizky yang bermain dengan mainan barunya.

"Mbak Arini, udah pulang? Bagaimana, apa Mbak Arini senang?" goda Rizky seraya menaik turunkan alisnya.

"Kamu kenapa tidak memberitahu, Mbak?" Arini balik bertanya.

"Kalau Kiki kasih tahu, itu namanya bukan kejutan, hihihi ..." kekeh Rizky.

"Permisi, Nona. Barang belanjaannya mau diletakkan dimana?" tanya seorang pria berpakaian serba hitam itu.

"Letakkan di sini saja, Pak, terimakasih banyak," ucap Arini pada seorang supir.

Di taman, Ardan dan Mr.Park sedang membicarakan hal tentang perusahaan yang mengalami sedikit kendala.

"Baiklah, Mr.Park, atur keberangkatanku besok ke Jakarta!" perintah Ardan.

"Siap, Tuan! Bagaimana dengan Nona Arini?"

"Biarkan dia di villa ini, suruh orangmu untuk mengawasinya!" titah Ardan.

"Baik, Tuan."

Ardan pun melenggang pergi, ia menuju kamarnya untuk membersihkan diri. Di dalam kamarnya, ia segera melepaskan baju yang ia kenakan tanpa tahu kalau di dalam kamar mandi sudah ada Arini yang baru saja selesai mandi. Arini dan Ardan sama-sama membuka handle pintu, keduanya sama-sama terkejut. Ardan lupa kalau kamar miliknya di tempati oleh Arini.

Arini yang melihat Ardan hanya menggunakan celana pendek pun menundukkan kepalanya dan berlalu pergi tanpa ada sepatah kata. Sedangkan Ardan yang menyaksikan tingkah malu Arini, hanya tersenyum. Ia pun segera masuk ke kamar mandi. "Lucu sekali wajahnya," batin Ardan.

Selesai berganti pakaian, Arini langsung menuju dapur untuk memasak makan malam. Ia bingung harus memasak apa? Karena banyak sekali bahan makanan yang di beli Ardan tadi siang. Setelah berfikir beberapa saat, pilihannya jatuh pada menu ayam madu wijen dan sup ayam brokoli untuk Rizky. Ia pun mulai menyiapkan bahan-bahan yang ia butuhkan dan mulai memasak. Tidak lupa ia memakai celemek dan mengikat rambutnya yang terurai.

Ardan yang sudah selesai mandi juga turun dan menghampiri Arini yang ada di dapur. "Butuh bantuan?" tanya Ardan sambil mendekat.

"Tidak perlu, ini sudah hampir selesai," jawab Arini tanpa memperdulikan Ardan yang berada di sampingnya.

Ardan pun berinisiatif ingin memeluk Arini, namun Arini menyadarinya dan langsung menghindar.

"Kak Ardan mau apa, heh?" tanya Arini sambil mengarahkan spatulanya ke arah Ardan.

"Wuuww ... aku hanya ingin memelukmu," jawab Ardan yang terkejut dengan spatula yang hendak mengenai wajahnya.

"Tidak ada peluk-pelukan, aku lagi sibuk. Jadi, jangan menggangguku! Tunggulah di meja makan, oke!" tukas Arini.

"Oke-oke, kenapa jadi galak banget?" gerutu Ardan menurut seraya berjalan ke arah meja makan.

Arini pun selesai dengan kegiatan memasaknya, ia segera meletakan masakannya di meja makan. Di sana sudah ada Rizky, Mr.Park, Danang–supir baru, dan tidak ketinggalan Ardan tentunya. Mereka makan diselingi dengan berbincangan yang lucu yang membuat mereka tertawa bahagia. Ardan tidak memandang dengan siapa ia bahagia, baginya kebahagian bisa di dapat dari siapa saja tanpa memandang status kedudukan mereka.

Makan malam selesai, jam juga sudah menunjukan jam 9 malam. Arini dan Rizky berada di ruang tengah sedang menonton acara televisi, sedangkan Ardan, Mr.Park, dan Danang berada di taman belakang untuk mengobrol tentang pekerjaan tentunya. Asik menonton tv, mendadak Ardan duduk di samping Arini dan merebahkan kepalanya di pangkuan gadis itu. Rizky–bocah kecil yang melihat menutup matanya dengan kedua tangan.

"Lebih baik Kiki main aja," celetuk bocah itu, ia pun meninggalkan Arini dan Ardan menuju ruang lain.

"Ardan, apa kau tidak punya malu? Minggirlah!" Arini mencoba menyingkirkan kepala Ardan dari pangkuannya. Ardan hanya bergeming sambil memejamkan matanya.

"Jangan panggil namaku, panggil aku sayang! Aku 'kan suamimu," kata Ardan.

"Lama-lama kamu nglunjak ya?" celetuk Arini.

"Honey, aku hanya ingin bermanja denganmu sebelum besok aku kembali ke Jakarta," tukas pemuda itu masih tetap memejamkan matanya sambil tangannya memeluk pinggang ramping Arini.

Ada perasaan sedih di dalam hati gadis itu, ia sudah mulai terbiasa dengan kehadiran Ardan di sampingnya. Namun mendengar Ardan yang akan kembali, mendadak hatinya sedih. Arini pun harus menahan rasa sedih itu dengan berpura-pura tidak peduli.

"Kenapa diam?" tanya Ardan, menyadarkan Arini yang melamun. "Gak rela aku pergi ya?" tanya Ardan lagi. Kali ini dia membuka matanya, ingin melihat ekspresi wajah gadis di depannya itu seperti apa?

"Percaya diri banget. Kalo mau pergi, pergi aja," jawab Arini datar, berusaha menutupi rasa tidak relanya.

Ardan pun mengubah posisinya dari pangkuan Arini menjadi duduk. "Jangan khawatir, aku akan sering mengunjungimu. Perusahaan dalam kondisi tidak stabil sekarang, jadi aku harus segera menyelesaikannya. Aku janji akan sering menghubungimu!"

Hati Arini sedikit lega mendengar penjelasan dari Ardan. Gadis itu pun mengangguk mengerti. Ardan pun membawa Arini dalam dekapannya, ia tahu gadis itu mengkhawatirkannya.

"Aku sangat mencintaimu, Arini. Aku janji akan kembali," ucap Ardan.

"Apa kau tidak berbohong?" tanya Arini ragu.

"Tidak akan," jawab Ardan semakin mempererat pelukannya.

Jam kini sudah menunjukkan 10 malam. Arini beranjak dari duduknya bersama Ardan dan menghampiri Rizky untuk mengajak bocah itu tidur.

"Ki, ayo tidur! Besok harus sekolah." ujar Arini sembari memunguti mainan Rizky yang berantakan.

"Kiki besok udah bisa sekolah lagi Mbak?" tanya bocah itu kaget sekaligus bahagia.

"Iya, makanya kamu harus tidur biar besok kamu bisa bangun pagi."

"Oke, Mbak." Rizky pun ikut membereskan mainannya. Setelah selesai membereskan mereka berdua pergi ke kamar untuk beristirahat dan tidur. Tidak butuh waktu lama, Rizky tertidur dengan sangat pulas, Arini yang melihat pun berniat ingin menyusul sang adik tidur. Tapi kedatangan Ardan yang mendadak membuat Arini kaget, Ardan pun tanpa seizin Arini ikut merebahkan tubuhnya di samping Arini yang kebingungan dan sedikit takut.

"Ke–kenapa Kak Ardan kesini?" tanya Arini gelagapan.

"Aku ingin tidur denganmu," jawab Ardan santai.

"APA?" teriakan Arini yang keras membuat Rizky yang sudah tertidur menggeliat karena terganggu.

"Sstt ... jangan berisik! Adikmu bisa bangun," kata Ardan, lalu ia menarik tubuh Arini ke dalam pelukannya. "Tenanglah! Aku tidak akan macam-macam, aku hanya ingin tidur dalam pelukanmu. Tidurlah!" ucap pemuda itu sambil memejamkan matanya.

Arini pun mencoba untuk memejamkan matanya juga bersama dengan Ardan yang memeluknya posesif. Arini tersenyum tipis, perlahan ia pun juga tertidur.