***
Siang hari, ketika Rahmi baru saja pulang dari villa Ardan. Danuarto mendatangi kediamannya, berniat menitipkan sesuatu kepada Rahmi untuk diberikan kepada Ardan. Saat itu Arini masih belum pulang dari sekolahnya.
"Terimakasih sebelumnya, Bu Rahmi," ucap Danu.
"Sama-sama, Pak Danu."
"Kalau begitu saya pamit, Bu Rahmi," kata Danu.
"Silahkan, Pak."
Pria berkaca mata itu pun pergi dengan terburu-buru karena ia harus berangkat keluar kota untuk mengurus pekerjaannya.
Rahmi pun kembali masuk ke dalam rumahnya, wanita berusia 48 tahun itu meletakkan map berwarna putih ke dalam kamarnya. Ia berniat akan memberikan map itu nanti sore saat ia kembali ke villa Ardan lagi. Setelahnya, Rahmi kembali pada aktivitas mencuci pakaian tetangga yang tadi ia ambil.
Suara ketukan pintu kembali terdengar, cepat-cepat Rahmi membukakan pintu, mengira kalau itu adalah Rizky–cucunya. Namun ketika ia membuka pintu, seorang wanita yang lebih muda darinya muncul di balik pintu.
Wanita berkacamata hitam itu menyapa Rahmi dengan angkuh. "Hai ... Rahmi!"
Rahmi sedikit terkejut melihat kedatangan wanita yang mengenakan blouse berwarna maroon itu. "Mayang?"
Tanpa seizin Rahmi, wanita berambut coklat itu menerobos masuk ke dalam rumah sederhana milik Rahmi. Sambil melepas kacamata hitamnya, mata wanita itu menelusuri setiap sudut rumah bercat putih yang sudah terlihat usang itu.
"Apa tujuanmu kemari?" tanya Rahmi datar seraya berjalan menghampiri wanita bernama Mayang itu.
"Apa tidak boleh adik kesayanganmu ini mengunjungi kakaknya?" jawab Mayang seraya mengambil foto keluarga Rahmi yang berada di meja samping kursi.
"Jangan basa-basi, katakan apa tujuanmu kemari! Aku tidak ada waktu untuk meladenimu," kata Rahmi ketus.
"Jangan emosi dong! Nanti penyakitmu kambuh," seru wanita itu. Ia pun duduk di kursi dari kayu jati tersebut. "Aku kemari ingin menawarkanmu sesuatu."
Rahmi pun juga duduk. "Maaf, aku tidak tertarik dengan tawaranmu itu. Sekarang cepatlah pulang!"
"Kenapa sih, Mbak lebih memilih hidup menderita? Coba Mbak ikut aku, hidup Mbak akan enak. Gak perlu kerja keras cari uang, dan gak akan tingga di rumah reot ini," cela Mayang. "Mbak Rahmi itu masih cantik, Mbak bisa kok menikah lagi?" tambahnya lagi
"CUKUP, Mayang! Kalau kamu kemari hanya untuk menghinaku, lebih baik kamu pergi!" kata Rahmi dengan emosi.
"Mbak dengerin aku ya, Mbak kalau ikut aku, Mbak bisa balas dendam sama keluarga Daviez," ucap wanita itu.
"Balas dendam? Apa maksudmu?" tanya Rahmi penasaran.
"Heh, Mbak belum tahu juga ya? Keluarga Daviez–lah penyebab dari Irwan dan Alda mati," jelas Mayang.
"Maksudmu?" Rahmi tidak mengerti maksud dari yang diucapkan adiknya itu.
"Emang Mbak gak mikir, kematian mereka berdua itu ada yang janggal? Mbak sih terlalu naif," ucap Mayang.
"Maria selama ini mengawasi setiap kehidupan yang Mbak jalani. Dia berusaha untuk melenyapkan satu persatu keluarga Mbak, dia tidak akan membiarkan Mbak Rahmi hidup bahagia. Itulah mengapa dia menyuruh orangnya untuk memabrak Mas Irwan sampai meninggal, ia juga–lah penyebab Alda di perkosa dan bunuh diri," jelas Mayang panjang lebar.
Tubuh Rahmi lemas, dadanya terasa sesak. Ia tidak kuasa lagi menahan air matanya. Selama ini dia sudah mencoba untuk melupakan masa-masa sulitnya, memang waktu itu dia salah. Pergi di hari pernikahannya bersama Jooniean dan kabur untuk menemui Irwan yang kala itu berada di Yogyakarta.
Ia tahu siapa keluarga Daviez. Keluarga terkaya dengan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Cabang perusahaannya mencangkup seluruh kota di Indonesia, bahkan sampai luar negeri. Harusnya dia beruntung dapat menikahi pewaris tunggal dari DC Grup itu, banyak wanita yang mendambakannya. Namun cinta tidak dapat dipaksakan, akan ada hati yang terluka, jika hubungan itu terus berjalan.
Cintanya pada Irwan yang hanya berprofesi sebagai guru itu membuat dia meninggalkan keluarganya. Ia tidak menyangka Maria akan balas dendam kepada dirinya, separah itukah yang dia lakukan waktu itu? Sampai-sampai harus mengambil satu demi satu orang yang dia sayang. Tapi semuanya sudah terlambat.
Mayang yang menyaksikan kakak kandungnya itu menangis merasa iba, ia berusaha mendekati kakak satu-satunya itu dan ingin mengelus pundaknya. Namun di tepis oleh Rahmi, ia pun memilih pergi meninggalkan Rahmi yang terduduk tidak berdaya.
Sepeninggalan Mayang, Rahmi kembali ke pekerjaannya mencuci pakaian dengan kondisi yang masih menangis.
"Buk!" panggil seorang anak kecil dari luar.
"Ibuk di kamar mandi, Ki" jawab Rahmi, wanita itu pun segera menghapus air matanya.
"Ibuk lagi cuci pakaian? Nanti Kiki bantuin ya, Buk!" kata Rizky.
"Gak usah, Ki. Ibu bisa sendiri, kamu ganti baju dan makan sana! Pasti laper 'kan?" kata Rahmi.
"Iya Buk, Kiki laper banget," jawab Rizky. Ia pun segera menuju kamarnya untuk berganti baju.
Selesai pekerjaan mencuci pakaian, Rahmi menemani Rizky yang sedang makan. Wanita itu berusaha menahan rasa sakit yang dia rasa, agar cucunya itu tidak mengetahuinya.
"Mbak Arini belum pulang, Buk?" tanya Rizky.
"Belum kayaknya, paling juga ada kelas tambahan. 'Kan kakak kamu udah mau lulus."
"Kiki, habis ini ibuk tinggal ke villa Pak Danu ya? Kamu di rumah aja tungguin Mbak Arini," perintah Rahmi pada Rizky, setelah itu ia berjalan menuju kamar.
"Iya, Buk."
Di dalam kamarnya, Rahmi berganti pakaian, bersiap-siap untuk ke villa. Saat ia melihat map berwarna putih tersebut, ia pun mengambilnya. Ada rasa penasaran di dalam hatinya tentang map itu, namun ia tidak berani untuk membukanya karena itu bersifat pribadi dan bukan miliknya. Rahmi pun mengurungkan niatnya dan ingin memasukkan map itu ke dalam tas. Tapi ia tidak sengaja menjatuhkannya bersama dengan tas–nya. Isi dalam map tersebut pun berhamburan, ada sekitar tiga lembar kertas di dalamnya yang terjatuh.
Rahmi memungutnya dan tidak sengaja membaca sekilas isi berkas itu. Ia pun penasaran dan membaca semua isi berkas itu sampai selesai. Berkas itu berisi tentang perpindahan pemegang perkebunan dan juga pabrik dari keluarga Daviez untuk putra pertama dari istri pertamanya yang bernama Ardan Daviez yang sebelumnya di pegang Danu untuk sementara.
Bagai tercambuk hati Rahmi setelah membacanya, untuk kedua kali di hari yang sama Rami mendapat kejutan yang tak terduga. Andai itu kejutan ulang tahun, dirinya akan sangat bahagia, tapi nyatanya tidak. Ia malah mendapat kejutan yang menyakitkan hati. Rahmi memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sakit, nafasnya tersengal-sengal, dadanya sangat sesak. Mungkin penyakit paru-paru yang ia derita kambuh karena syok. Ia pun dengan tertatih-tatih mencoba untuk mengambil obat yang berada di laci, setelah mendapatkannya ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan wanita itu memanggil Rizky untuk menyuruhnya mengambil air minum.
"Rizky! Rizky!" panggilnya dengan suara pelan. Namun Rizky yang sedang menonton tv tidak mendengarnya. Ia pun memukul-mukul nakas yang berada di samping tempat tidur.
Rizky yang mendengarnya langsung berlari menuju kamar Rahmi.
"Ibuk, Ibuk kenapa?" tanya Rizky khawatir.
"I–ibuk ga–gak papa, to–tolong ambilkan I–ibuk minum!" kata wanita itu terbata-bata.
"Iya, Buk." Rizky dengan berlari mengambil air minum yang berada di dapur, secepat kilat ia sudah mengambil air minum itu dan memberikannya pada Rahmi yang tergeletak di tempat tidur tak berdaya.