Sean telah sampai di rumah Bu Darmi, sebelum tangannya menyentuh pintu rumah berbahan jati ini, pintu lebih dulu terbuka dan menampilkan sosok pria yang sangat-sangat ia hindari. Tentu saja kalian sudah mengetahuinya, siapa lagi jika bukan Pak Fizi?
Dengan cepat Sean menundukkan kepalanya, jantungnya berdegup lebih cepat lantaran tadi ia tak sengaja menatap wajah sangar yang ditampilkan Pak Fizi.
"Masuk!"
Terdengar suara Pak Fizi yang menyuruhnya masuk dengan nada datarnya. Sean sebenarnya ingin saja masuk ke dalam rumah itu tetapi sosok Pak Fizi masih berada di ambang pintu yang membuatnya mengurungkan niat untuk masuk ke dalam rumah itu.
Beberapa detik kemudian, matanya yang menatap ke bawah sudah tidak lagi melihat kaki Pak Fizi dan itu artinya pria itu sudah melenggang dari hadapannya. Barulah setelah itu Sean langsung masuk sebelum akhirnya ia menutup pintu besar itu, jauh berbeda dengan pintu rumahnya yang mungkin bisa saja hancur kapan saja tanpa diduga.
"Pagi, Bu, Bi." Sapa Sean ramah ketika dirinya sudah berada di dapur, terlihat Bu Darmi dan Bi Arim tengah berkutat dengan alat masaknya. Walaupun memiliki asisten rumah tangga, tetapi Darmi tetap memasak dan Bi Arim hanya membantunya sedikit. Selebihnya tugas Bi Arim adalah membersihkan seisi rumah, kecuali halaman belakang dan depan rumah.
Sean memang bisa menyapa Bu Darmi dengan ramah seperti ini, itu juga karena Bu Darmi yang memiliki keperibadian ramah, sedangkan Pak Fizi tidak. Jadi itu membuat Sean sedikit takut untuk menyapanya seperti itu.
"Pagi," sapa balik keduanya dengan bersamaan.
"Sean, pagi ini seperti biasa saja ya. Tidak perlu arahan dari saya lagi, kan?" kata Darmi seraya melirik Sean sekilas.
Laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Bu. Saya sudah tahu apa yang harus saya kerjakan nantinya."
"Bagus kalau begitu."
"Kalau begitu saya permisi ke belakang dulu, Bu, Bi." Setelah diangguki oleh keduanya, Sean pun melenggang pergi menuju halaman belakang dan seperti hari-hari biasanya, ia melakukan pekerjaannya.
Jujur saja jika ditanya apakah ia lelah, jawabannya sudah pasti lelah. Tidak ada pekerjaan yang tidak lelah, itu kembali lagi pada diri kita sendiri. Jika kita melakukannya dengan senang dan tidak ada beban apapun, maka pekerjaan yang kita kerjakan itu tidak akan terasa lelah.
Sean selalu berpikir kalau dirinya lelah, maka ada yang lebih lelah darinya. Yaitu, sang ayah. Sean sangat tahu pasti kalau Lesmana lebih lelah darinya. Ia hanya bekerja beberapa jam saja dan itu pun di pagi hari seperti ini. Sedangkan pria paruh baya itu bekerja berjam-jam agar bisa mendapatkan banyak ikan, juga di malam hari.
Malam hari waktunya orang-orang tertidur, tetapi sang ayah harus bekerja demi mencari nafkah. Tak sampai di situ, pagi harinya ketika pulang dari laut Lesmana harus terlebih dahulu mengurus ikan-ikan yang akan dijualkan ke pasar. Setelah itu harus bersusah payah juga mencari pelanggan agar ikan-ikan yang didapat bisa terjual habis.
Ia benar-benar tidak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi sang ayah.
***
Di tempat yang jauh berbeda, kini ketiga orang diantaranya satu orang perempuan tengah duduk di atas batu karang. Mereka berbincang-bincang, selalu ada saja yang dijadikan sebagai topik pembicaraan.
"Emily, apa kamu tidak merasa iri dengan perempuan-perempuan lain yang memiliki teman sesama jenis juga?" tanya Jeffry. "Kamu hanya bermain dengan kami saja."
Jangan heran mengapa Jeffry—saudara kandungnya berkata seperti itu. Itu karena Emily yang memang tidak ingin bergabung dengan perempuan lainnya, Emily selalu saja berkumpul dengan Jeffa dan Jeffry saja.
Jeffa Poetra Petter, Jeffry Poetra Petter serta Emily Poetri Petter ini merupakan anak dari pasangan Jason Petter dan Valerie Yovanka—yang kini nama panjangnya sudah bertambah menjadi, Valerie Yovanka Petter.
Kehidupan mereka memang tidak banyak orang yang tahu, terutama para manusia yang berada di darat. Hem, mungkin hanya beberapa saja. Namun, mereka tidak berani memberitahu pada satu mulut lainnya, itu bisa saja membuat kehidupan di darat akan terancam bahaya lantaran kerajaan Petter yang bisa saja melakukan apapun.
Seolah kerajaan Petter yang terletak di bawah laut Petter ini merupakan kawasan milik Jason Petter.
"Tidak. Lebih baik aku bermain dengan kalian." Jawab Emily acuh.
Sebenarnya bukan tanpa alasan Emily tidak ingin bergabung dengan perempuan lain yang seumuran dengannya. Dan tanpa diketahui kedua saudaranya itu, Emily pernah mendapatkan omongan yang membuat hatinya sesak.
Pada tempo hari Emily ingin bermain dengan perempuan lainnya, tetapi mereka malah seolah menjauhinya. Dan ketika Emily bertanya, mereka menjawab 'kamu anak seorang raja, jadi tidak pantas untuk bermain dengan kami'. Pada saat itu juga Emily sudah menjelaskan kalau dirinya tidak pernah memandang orang yang menjadi teman mainnya, tetapi mereka tetap kekeh dan tak ingin bermain dengannya lagi.
Dan dengan sangat terpaksa, sejak kejadian itu Emily tidak lagi menemui mereka dan menghabiskan waktunya bersama kedua saudaranya saja, atau tidak ia akan menghabiskan waktunya dengan sang ibu.
"Ada sesuatu yang kamu sembunyikan? Dari dulu kamu tidak pernah mau bergabung dengan yang lain." Celetuk Jeffa yang sedari tadi hanya diam saja.
"Hah? Tidak, tidak. Aku tidak menyembunyikan apa-apa dari kalian berdua, Kak." Elak Emily.
Sebenarnya bisa saja Emily mengadu pada kedua kakaknya, tetapi ia tidak ingin memperumit masalah dan lagi Emily bukan tipe adik yang selalu mengadukan masalah pada kakaknya.
"Sudahlah! Lebih baik kita menghampiri Ibu dan Ayah." Timpal Jeffry yang langsung meninggalkan kakak serta adiknya itu.
"Kamu benar-benar tidak menyembunyikan sesuatu dari Kakak, kan?"
Walaupun terbilang Jeffa adalah orang yang cuek, tetapi tidak pernah sedikit pun Jeffa menyembunyikan rasa sayang dan perhatiannya pada seorang adik. Jeffa selalu memiliki caranya tersendiri untuk mengungkapkan rasa sayangnya itu.
Emily memberikan senyumannya. "Tidak, Kak."
Jeffa mengangguk kemudian mengikuti Jeffry yang sudah berjalan jauh di depannya. Emily hanya bisa menatap kedua kakaknya itu dengan sorot mata yang sulit diartikan. Kemudian ia menatap ke arah lain, di mana para perempuan yang sebaya dengannya tengah asik bermain air. Emily benar-benar iri melihat mereka yang dapat bermain dengan tenangnya, memiliki banyak teman.
Terkadang jabatan dirinya sebagai putri satu-satunya dari seorang raja berkuasa itu tak membuat Emily senang dan berbangga diri. Melainkan sebaliknya, ada rasa sedihnya di kala ia harus menerima nasib itu. Emily ingin sekali seperti perempuan pada umumnya, bahkan ketika ia ingin bermain dengan yang lainnya pun sang ayah selalu melarangnya jika tidak bersama kedua kakaknya.
Itu karena Emily menjadi incaran musuh sang ayah. Kerajaan yang berada di arah selatan, kerajaan yang cukup jauh dari daratan. Kerajaan itu sama sekali tidak diketahui oleh siapa pun, hanya kerajaan Petter lah yang mengetahuinya.
Dan alasan itu pun tidak diketahui oleh Jeffa dan Jeffry, Jason sengaja menyembunyikan satu fakta itu karena dirinya tahu kalau kedua putranya itu tidak akan main-main jika sudah menyangkut adiknya.
***