Chereads / Persahabatan beda alam / Chapter 13 - PBA 13

Chapter 13 - PBA 13

Seperti malam kemarin, malam ini Sean kembali untuk menjala ikan. Namun, berbeda seperti kemarin, malam ini Lesmana memaksa untuk ikut dan kekeuh ingin menjala ikan. Sean pun tidak bisa menolak permintaan dari sang ayah, akhirnya Sean pun mengiyakan permintaan ayahnya itu.

Detik ini Sean sudah menyatakan pada dirinya sendiri kalau ia tidak takut lagi akan suara ombak atau pun melihat wujudnya. Ya, Sean akui itu ketika ia bertemu dengan ketiga orang yang berada di tengah laut pada kemarin malam.

Malam ini seperti tidak ada apa-apa untuk Sean, ia merasa ketakutannya langsung menghilang begitu saja. Sean tidak tahu dengan ketiga orang itu, tetapi entah mengapa membuat efek yang luar biasa untuknya.

Lesmana pun yang melihat putra semata wayangnya tidak lagi merasa takut ketika akan pergi ke laut merasa heran, padahal ketika kemarin malam ia masih melihat jelas raut wajah ketakutan yang mencoba disembunyikan oleh Sean. Tetapi, tidak dengan malam ini. Putranya itu tampak terlihat santai-santai saja tidak terjadi apapun.

"Sean," panggil Lesmana ketika keduanya akan berjalan keluar dari rumah.

Sean menoleh. "Ada apa, Ayah? Ayah tidak jadi pergi dan memilih untuk istirahat saja?" tanya Sean khawatir.

Pria paruh baya itu tersenyum dengan wajah pucatnya. "Tidak. Ayah ingin bertanya saja pada kamu."

"Bertanya apa, Yah?"

"Kamu sudah tidak takut lagi jika pergi ke laut? Terlebih lagi ke tengah laut?"

Sean terdiam sejenak, lalu menatap sang ayah dengan tersenyum manis. "Tidak, Sean sudah tidak takut lagi, Ayah. Oleh karena itu, mulai sekarang dan seterusnya Sean akan terus membantu Ayah menjala ikan."

"Syukurlah Nak, kalau kamu sudah tidak lagi merasa trauma. Ayah senang mendengarnya." Sahut Lesmana dengan menepuk-nepuk bahu Sean pelan.

Setelah berbincang kecil, keduanya pun mulai mengayunkan kakinya menuju kawasan laut. Dengan Sean yang menuntun sang ayah berjaga-jaga jika nanti ayahnya kembali merasakan pening di kepalanya. Lesmana yang diperhatikan seperti itu oleh Sean hanya bisa tersenyum tipis saja. Tidak bisa berkata-kata lagi selain mengucapkan terima kasih pada sang kuasa karena telah memberikan putra yang begitu baik untuknya.

Akhirnya keduanya pun sampai dan ikut berkumpul bersama nelayan yang lain. Sambil menunggu beberapa orang lagi, Sean menuntun sang ayah untuk duduk di kursi yang berada di sekitarnya.

"Kamu terlalu berlebihan, Sean. Ayah sudah tidak apa-apa, jadi kamu tidak perlu khawatir seperti ini." Sean tak mengindahkan ucapan Lesmana, ia tetap menuntung sang ayah untuk duduk.

"Sudah, lebih baik ayah diam dulu." Sahut Sean pada akhirnya, sedangkan ia lebih memilih untuk berdiri tepat di samping sang ayah.

Lesmana geleng-geleng kepala melihat betapa perhatiannya Sean padanya, bukan hanya ketika sakit saja ia diperhatikan penuh seperti ini oleh Sean. Bahkan ketika dirinya dalam keadaan sehat pun, Sean selalu dan tidak pernah lupa untuk memperhatikannya. Mulai dari pola makan selalu diperhatikan oleh Sean, itu karena ia tahu kalau Sean tidak setuju jika dirinya menikah lagi.

Sean tak ingin dirinya melupakan Veni, lagi pula sampai kapan pun juga Lesmana tidak akan pernah bisa melupakan Veni mengingat wanita itu adalah wanita pertama yang sangat ia cintai. Tidak pernah ia berpacaran dengan wanita lain selain Veni. Oleh sebab itu, tidak mungkin dirinya melupakan Veni semudah itu.

Bahkan saat ini sudah berjalan hampir tiga belas tahun dirinya ditinggalkan oleh sang istri, tak membuat ia melupakan wanita itu. Dan malah sebaliknya, semakin hari ia semakin terus mengingat sang istri yang kini sudah berbeda alam dengannya.

Pandangannya beralih pada segerombolan orang yang telah berkumpul yang jaraknya tak jauh dari tempatnya duduk, begitu pun dengan Sean yang langsung membantu Lesmana untuk berdiri dari duduknya lalu berjalan menghampiri para nelayan lainnya.

"Nanti lebih baik Ayah duduk saja, ya? Biar Sean saja yang mencari ikannya." Ucap Sean ketika sedang berjalan.

"Akan Ayah bantu,"

Sean menggeleng. "Tidak. Kecuali, kalau Ayah membantu Sean hanya dengan duduk saja, tidak perlu melakukan seperti biasanya." Larang Sean dengan nada tegasnya.

Lesmana pun pasrah, sekuat apapun ia mengelak perintah Sean ia tidak akan pernah bisa menang. Selalu Sean yang menang.

"Yasudah."

***

Kini perahu yang ditumpangi Sean sudah mencapai tengah laut, tidak hanya ada dirinya dan sang ayah tetapi juga ada nelayan lainnya. Seperti, Pak Jo, Pak Riswan dan juga Pak Genta. Berbeda dengan ketiga nelayan itu, Lesmana tengah duduk sembari memperhatikan sang putra yang tengah menjala ikan.

Seperti perintahnya tadi, Lesmana pun akhirnya duduk saja dan memperhatikan aksi sang putra. Sejujurnya ia merasa tidak enak jika harus berdiam diri seperti ini. Namun, apalah daya ia pun tidak memiliki tenaga yang cukup untuk bisa membantu mereka.

Sean menatap ketiga orang yang berada di depannya tengah bermain air, sesekali cipratan air itu mengenai wajahnya. Siapa lagi jika pelakunya bukan Jeffa, Jeffry dan Emily. Ketiga orang itu awalnya berada jauh dari perahunya, namun tiba-tiba saja ketiga sejoli itu menghampirinya dan mencoba mengajaknya bermain.

"Nama kamu siapa?" tanya salah satu dari mereka, Emily.

Mata Sean menatap ke arah Emily dengan ragu. Melihat tatapan ragu yang ditunjukkan Sean membuat Emily dan Jeffry  itu tertawa pelan. Tidak dengan Jeffa.

"Kamu tidak perlu takut, kita bukan orang jahat." Timpal Jeffry.

"Lalu untuk apa kalian berada di tengah laut malam-malam seperti ini? Bukan sekali saja aku melihat kalian, kemarin pun aku melihat kalian." Kata Sean dengan menatap ketiga orang itu curiga.

Jeffa yang sedari tadi hanya diam akhirnya menimpali ucapan Sean dengan nada datarnya. Memang berbeda dengan kembarannya, Jeffa anak yang memiliki sifat dingin dan cuek pada sekitarnya. "Kita memang tinggal di laut."

Penuturan yang terlontar dari mulut Jeffa membuat Sean mengerutkan keningnya tak mengerti. "Maksudnya? Bukankah kalian sama manusia juga sepertiku?" tanya Sean. Terlihat jelas dari fisiknya bahwa mereka seperti manusia biasanya, bahkan memiliki wajah yang seperti manusia. Hanya saja pahatan wajah ketiganya terlihat sangat sempurna.

Si kembar dan satu orang perempuan itu sama-sama memiliki bola mata berwarna biru laut, hidung yang sangat mancung, bibirnya yang terbentuk indah persis seperti bibir yang dicetak dengan sempurna. Rambut mereka berwarna pirang, namun rambut Emily sedikit lebih kecoklatan.

Emily mengedikkan kedua bahunya. "Tidak tahu. Intinya kita memang tinggal di laut, mungkin kamu sering melihat cahaya dari dalam laut ini? Itu lah tempat tinggal kita."

"Sean?"

Mendengar namanya dipanggil membuat Sean langsung menoleh dan menatap Lesmana dengan kaku. Sebelum ia melangkahkan kakinya mendekati sang ayah, ia lebih dulu menyempatkan diri untuk berpamitan pada ketiga orang tadi.

Namun, belum sempat itu terjadi, Sean sudah tidak melihat lagi ketiga orang itu. Sean mengedarkan pandangannya untuk mencari mereka bertiga, namun tak kunjung ia dapatkan. Sungguh, Sean benar-benar merasa aneh dengan kejadian tadi, lebih tepatnya Sean tidak mengerti.

***