Lusi pamit pulang setelah semalaman menginap di rumah Lucas dan Neela dan juga sarapan bersama keluarga itu.
Sebenarnya Lusi merasa nyaman dengan keluarga itu. Hanya saja ia tak enak terus diteror pertanyaan oleh Claretta soal kejanggalan yang ditemukan, juga soal keberadaan Brixton yang entah di mana sekarang.
"Sering-seringlah main ke sini. Anggaplah kami sebagai keluargamu, aku mengenal baik Nancy," ujar Neela tulus sambil tersenyum.
Claretta sebenarnya masih berharap untuk bisa bersama dengan Lusi. Tapi, kini dia tak diizinkan lagi keluar karena takut ketahuan sebagai tentara palsu seperti kemarin. Bahkan baju yang kemarin dikenakan olehnya juga akan dikembalikan oleh Lusi hari ini.
Setelah Lusi benar-benar pergi, Claretta dan keluarganya kembali masuk ke dalam rumah. Gadis itu hendak dihakimi oleh ibu, kakek, dan neneknya.
"Claretta, dengar. Apa yang kamu lakukan kemarin itu sangat berbahaya!" ujar Allice sedikit marah pada putrinya itu.
"Aku tahu, Ma. Tapi, buktinya aku tidak apa-apa, kan? Itu artinya aman," jawab Claretta dengan enteng.
"Mama minta pokoknya jangan ulangi lagi. Lebih baik kita pulang ke Indonesia, kalau kau masih seperti itu. Kamu tahu ,kan? keadaan Geneva sekarang tidak seperti dulu lagi," cerocos Allice pada putrinya itu.
Ia begitu semata-mata karena khawatir dengan keadaan Claretta. Apa lagi jika kemarin sampai ketahuan sebagai tentara palsu. Pastilah ia akan kena masalah berat di kota kecil itu.
Setelah itu Claretta berjanji untuk tidak kemana-mana dan tak akan berulah lagi pada Allice. Ia berencana untuk segera pulang karena takut putrinya akan melakukan kesalahan fatal lagi.
Siang hari pintu rumah diketuk oleh seseorang. Claretta bangkit untuk membukanya, tapi Lucas mencegahnya. Ia takut yang datang yang bukan orang biasa.
Lucas berjalan untuk membuka pintu, saat dibuka benar saja. Orang yang datang adalah seseorang yang berbaju tentara biru muda khas tentara Geneva.
"Anda mau cari siapa?" tanya Lucas dengan sopan pada tentara itu.
"Saya tahu, cucu Anda bukanlah tentara. Dia kemarin menyamar sebagai tentara. Itu bisa dikatakan penyusup, bukan?" tanya Tentara tersebut dengan tenang.
Bukan menjawab siapa yang dicarinya ia malah langsung bicara begitu.
Perkataan itu bagai sambaran petir di telinga Lucas. Ketakutannya mungkin akan terjadi saat itu. Ia tak heran, pastilah satu atau dua tentara akan mengenali Claretta sebagai tentara palsu.
Claretta penasaran dengan siapa yang datang, karena kakeknya tak juga masuk atau menyampaikan untuk mengambil minuman. Ia berjalan ke depan untuk menyusul kakeknya dan melihat siapa yang datang.
Ia begitu kaget ketika melihat yang datang adalah tentara yang kemarin mencekal pergelangan tangannya. Pria berkulit putih dan berbadan tegap itu kini berada di ambang pintu rumah dengan senyum yang menyeramkan.
Claretta merasa dirinya dalam masalah besar, karena lelaki itupun kemarin mengancam. Kini, ia benar-benar tahu kalau Claretta bukanlah tentara sungguhan.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Claretta pada tentara tersebut dengan wajah sinis.
"Hai, kita belum berkenalan kemarin. Namaku Oskar, jadi namamu siapa, Cantik? Aku hanya terpesona dengan kecantikanmu," jawab Oskar dengan seringai menyeramkan.
Dia tertarik pada Claretta. Tapi, seakan-akan binatang buas yang hendak menerkam mangsanya.
"Apa maumu? Aku tak ingin berurusan lagi denganmu dan dengan siapa pun di sini!" ujar Claretta dengan tegas seperti tanpa takut sedikitpun.
"Aku akui cucumu itu sangat pemberani, Kakek. Tapi, sayangnya dengan bukti-bukti yang kumiliki. Bisa saja menyeretnya ke meja hijau sebagai penyusup," ujar Oskar dengan tertawa pelan yang menyebalkan.
"Tolong jangan apa-apakan cucuku. Dia masih sangat muda, hanya terjebak dengan ambisinya kemarin." Lucas mencoba memohon pada tentara di hadapannya itu.
Oskar tersenyum menang. Ia seakan-akan di atas angin, tujuannya memang karena tertarik pada Claretta.
"Aku tak ingin apa-apa. Hanya ingin lebih dekat dengan cucumu itu. Ia menarik bagiku," ucap Oskar dengan senyum yang dipaksakan.
"Oh ayolah, aku tak ingin berbasa-basi denganmu. Aku sama sekali tidak tertarik dengan orang seperti dirimu!" ujar Claretta ketus sambil pergi ke kamarnya.
"Aku akan memperkarakanmu tentara gadungan!" teriak Oskar ketika Claretta melengos pergi.
Selama ini tak ada wanita yang berani menolaknya. Ia sangat tampan, belum lagi pekerjaannya sebagai tentara. Sudah banyak wanita yang tidur dengannya dengan sukarela. Mereka tak pernah ada yang menolak sedikitpun.
Baru kali ini yang menemukan wanita unik seperti Claretta. Kelihatannya bahkan tidak tertarik sedikitpun dengan dirinya. Itulah yang membuat daya tarik tersendiri bagi Oskar.
Ia memang hidup sebagai bad boy, gelar tentara yang dimilikinya pun adalah keberuntungan karena ayahnya memang kepala tentara. Tapi, buah terkadang tidak semanis yang diharapkan. Oskar hidup bebas tanpa ingin banyak aturan.
Ia bahkan seringkali pergi dengan wanita dikala tugas sedang berlangsung. Tapi, tak pernah ada yang berani untuk menegurnya atau melaporkannya. Tentunya karena Oskar memiliki ayah yang sangat berpengaruh dan berkuasa.
Claretta benar-benar tak ingin mempedulikan Oskar. Ia bahkan menutup hatinya untuk lelaki manapun selain Brixton. Ia anggap ucapan ancaman dari Oskar tadi hanya sebagai gurauan semata.
Meski sebenarnya dalam hati ia pun sangat ketar-, takut kalau Oskar benar-benar melaporkannya sebagai penyusup.
Neela dan Allice yang heran melihat Claretta marah dan langsung masuk ke kamar. Akhirnya menemui Lucas yang masih berada di ambang pintu depan. Mereka begitu heran dan kaget melihat ada tetara yang datang ke rumah.
Bayangan buruk soal Claretta akan dilaporkan pun hinggap di benak mereka tanpa bisa dicegah. Terutama pada Allice sebagai ibunya. Ia merasa bertanggung jawab atas kelalaiannya kemarin.
"Ada apa ini, Pa?" tanya Allice dengan gugup, ia benar-benar takut Claretta dalam masalah besar.
"Mari masuk dulu, kita bicarakan dengan kepala dingin," ujar Lucas pada Oskar.
Mereka duduk di ruang tamu yang cukup luas itu. Neela dan Allice ikut duduk di sana. Mereka penasaran dengan apa yang terjadi antara tentara itu dan putri mereka tadi.
"Oskar ini mengetahui penyamaran Claretta. Ia tahu kalau Claretta bukanlah tentara sungguhan," ucap Lucas pada anak dan istrinya.
"Lalu, apa yang dia inginkan? Apa yang kau inginkan dari anakku?!" tanya Allice dengan wajah panik yang begitu jelas terlihat.
"Aku hanya menginginkan anak anda. Aku tertarik dan terpesona dengan putrimu itu. Dia akan hidup enak sebagai istri tentara sepertiku" jawab Oskar dengan tenang.
Wajah arogannya nampak begitu kelihatan. Ia seakan-akan tahu bahwa keluarga itu akan ketakutan dengan ancamannya. Padahal sebenarnya ia pun malas berurusan dengan hukum. Apa lagi melaporkan seseorang dan menyiapkan banyak bukti untuk peradilannya.
Belum lagi bolak-balik pengadilan sebagai saksi. Jiwa Oskar yang sama sekali tidak nasionalis menolak itu semua.