Ia ingin sekali keluar rumah. Siapa tahu dengan begitu akan ada petunjuk tentang keberadaan Brixton.
Meskipun nyatanya ke luar rumah pun ia harus menyusup jadi tentara dan memasuki rumah orang lain untuk bertanya. Warga tak mungkin mau diajak keluar dan jarang sekali orang yang berada di luar. Jika tidak karena kepentingan yang sangat penting.
Geneva benar-benar seperti kota mati, keadaannya sepi dan menyeramkan. Dimana-mana kesunyian itu menyergap para penduduk.
'Bagaimana caranya mengembalikan Geneva menjadi kota yang ramai dan damai? Aku rindu Geneva yang dulu. Pasti semua orang di sini pun merindukannya," gumam Claretta sambil menatap taman di balik jendela kamarnya.
Baginya hal itu pun menjadi misteri. Kenapa begitu diperketat penjagaan di sini padahal seharusnya ketika antar ras berdamai. Berarti sudah tidak perlu begitu banyak penjagaan seperti ini.
Claretta bermonolog dengan dirinya sendiri tentang keadaan Geneva. Kemudian, bergumam pelan, "Aku harus melakukan banyak hal sepertinya."
"Apa aku harus menemui Lusi lagi?" Claretta baru terpikirkan lagi tentang Lusi yang tadi pagi baru saja pulang dari rumah itu.
Claretta sedikit ragu, jika ia kembali keluar rumah dan menyamar pastilah keluarganya takkan setuju. Bahkan akan membuatnya dalam masalah besar. Apa lagi jika bertemu dengan Oskar di salah satu pos penjagaan. Benar-benar membingungkan, padahal hanya untuk keluar rumah.
Allice menaiki tangga, ia putuskan untuk pulang besok pagi ke Indonesia. Tak mau terjebak dalam masalah yang lebih besar lagi di desa itu.
Allice mengetuk pintu kamar Claretta yang selalu dikunci, karena tak ingin diganggu. Claretta tak menggubrisnya dan berpura-pura tidur. Ia tahu apa yang akan dibicarakan ibunya, pastilah soal kepulangan mereka yang tak akan lama lagi.
Padahal dirinya merasa masih betah di sana. Bahkan berharap bisa lebih lama lagi di kota itu. Ia sama sekali tidak takut dengan ancaman Oskar soal diperkarakan atau disebut penyusup. Pada nyatanya ia bukan penyusup bahkan keturunan Geneva.
Allice yang sudah mengetuk pintu berapa kali akhirnya menyerah. Ia kembali menemani kedua mertuanya duduk di ruang tengah, tak banyak yang mereka bicarakan. Semua tenggelam dalam pikiran masing-masing.
******
Sementara itu, di kamar Claretta mencoba untuk kabur lewat jendela. Ia mencoba membuat simpul tali dari sprei-sprei yang berada di dalam lemarinya. Kemudian, turun melalui jendela.
"Ah, kenapa juga kemaren baju tentara itu dikembalikan oleh Lusi. Jadi, kan, repot sekarang harus mengambilnya lagi," gumam Claretta setelah berada di taman depan rumah.
Ia kemudian mengendap-ngendap keluar pagar. Setelah melewati taman yang cukup luas. Kemudian, menyusuri jalanan dan berniat akan mengambil baju dari laundry yang berada di ujung jalan itu lagi.
Claretta berharap tali bekas menyusupnya kemarin masih menggantung di pagar lantai dua laundry tersebut. Sayangnya dari kejauhan ia tak melihat tali tersebut.
Ia terus berjalan dan akhirnya sampai di samping laundry bertingkat tiga tersebut. Rupanya sudah tak ada tali itu di sana. Claretta coba mencarinya di belakang bangunan tersebut.
Betapa senangnya ia ketika menemukan tali tersebut berada di pinggir salah satu sisi bangunan.
"Yes, ternyata di sini kau tali," gumam Claretta pelan tapi begitu senang.
Seperti sebelumnya, ia pun membuat simpul untuk melemparkannya. Agar bisa menjadi tali yang bisa ia naiki ke lantai dua.
Setelah dirasa kuat, ia pun menaiki tali tersebut secara perlahan-lahan. Tapi, baru saja setengah perjalanan tiba-tiba para pegawai laundry keluar dan memergokinya.
"Mungkin dia yang dia mencuri baju kemarin!" teriak salah satu pegawai.
"Pantas saja kita kena masalah, ternyata karena gadis ini!" ujar pegawai yang lainnya.
Mereka segera menuju ke tali yang sedang dinaiki Claretta. Menggoyang-goyangkannya agar Claretta turun dari sana. Hampir saja gadis itu terjatuh karena kerasnya goyangan tali tersebut.
"Tolong hentikan! Baik, aku akan turun!" teriak Claretta yang masih berada di tali tersebut.
Ia kemudian turun secara perlahan dan sampai di bawah. Ia langsung dihakimi oleh para pegawai laundry karena dianggap meresahkan.
Claretta dibawa ke dalam laundry. Dari situ ia pun diminta ganti rugi karena kemarin mereka harus patungan untuk membayar baju tentara yang hilang.
Harga baju itu sangat fantastis, karena itu adalah baju tentara milik negara. Dengan alasan menghargai negara maka harga baju itu pun selangit.
"Aku tak punya uang sebanyak itu," ucap Claretta pada para pegawai laundry.
"Itu masalahmu. Kemarin kami patungan untuk membayar baju itu, maka kamu harus menggantinya!" tegas salah satu pegawai.
Mendengar keributan di luar ruangannya. Kepala laundry pun keluar dan menuju asal keributan.
"Ada apa ini? Mengapa ribut-ribut sekali di sini?" tanya Kepala laundry pada para pegawai, namanya Edward.
"Orang ini, Tuan. Dia yang kemarin mencuri baju tentara dan sekarang dia tertangkap basah mau mencuri lagi, karena sudah menaiki tali setengah naik ke lantai dua," jawab salah seorang dari mereka.
"Rupanya kamu anak gadis. Aku sepertinya mengenal wajahmu. Kau pasti orang sini, kan?" tanya Edward pada gadis di hadapannya.
"Aku cucunya kakek Lucas dan nenek Neela," jawab Claretta dengan bangga.
"Baiklah kalau begitu, aku dan beberapa pegawai yang lain akan mengantarmu ke sana. Kami akan meminta ganti rugi kepada orang tuamu," ucap Edward pada Claretta.
Tak ada raut marah di wajahnya. Ia begitu tenang dan berwibawa.
Claretta terkesiap, karena ia pasti akan kena masalah oleh keluarganya sendiri. Pertama, karena ia kabur dari rumah. Ke dua ditambah lagi jika harus meminta ganti rugi dengan harga yang begitu fantastis.
"Tolonglah, apapun akan saya lakukan. Asal jangan ganti rugi." Claretta bicara dengan memelas dan menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"Maafkan kami, Nak. Tidak ada jalan lain, mereka bekerja di sini untuk makan. Karena ulahmu kemarin mereka harus mengganti baju itu, yang setara dengan gaji mereka satu bulan." Edward bicara dengan bijak.
"Aku akan bekerja di sini untuk membayar semua kerugian para pegawai," ujar Claretta dengan yakin.
Ia berusaha membujuk Edward agar menggunakan cara lain untuk mengganti harga pakaian tentara itu.
"Jangan bohong, kami tahu cucu Lucas itu berada di negara lain. Pasti kau akan kabur!" ucap salah satu pegawai di sana yang marah pada Claretta.
"Itu benar. Kami akan mengantarmu sekarang ke rumah kakekmu. Bawa dia," ujar Edward dengan tenang.
Claretta kemudian diseret oleh dua orang lelaki pegawai laundry yang berbadan tegap. Mereka tahu persis di mana rumah Lucas yang tidak jauh dari laundry.
Lucas dan Neela juga merupakan salah satu pelanggan di laundry mereka. Saat ke laundry, ia seringkali bercerita soal anak dan cucunya yang berada di negara lain.