"Ih marah-marah mulu, lagian enggak ada siapa-siapa juga!"
"NGAPAIN KAU KESINI?" tanya Yunki lagi yang semakin kesal.
"Aku rindu kamu," ucap Nara dengan nada manja.
"Aku udah punya anak dan istri jadi sebaiknya kau menjauh aja dariku!" tegas Yunki.
"Aku tau, kalian di paksa nikah kan?"
"Enggak" singkat Yunki. "Pergi atau aku seret kau keluar?" Yunki benar-benar marah.
"Ih, jahat!" Nara benar-benar ganjen. "Yunki, apa enggak bisa kita seperti dulu lagi?" tanya Nara sambil menatap Yunki dengan tajam.
"Seperti dulu gimana, maksudnya?" Yunki agak bingung.
"Sebelum kau nikah sama Yura kita kan dekat, kita sahabatan dan jujur aku suka sama kamu sebelum kamu dengan Yura." Nara menatap Yunki seperti berharap lebih padanya.
"Stop! jangan bahas masa lalu karena aku muak," ucap Yunki sedikit tegas lalu bangun dari kursi.
"Aku tau kau masih marah sama aku gara-gara itu kan, aku kan udah minta maaf sama kamu!" Nara berucap agak menyesali sesuatu.
"Maaf tidak bisa merubah segalanya kan!" bentak Yunki.
Yunki menghela nafas panjang, seperti malas mendengarkan semua ocehan Nara yang sebenarnya sudah tidak penting baginya.
"Tolong pergi dan jangan datang tiba-tiba begini, hargai istri aku dan anak-anak aku!" tegas Yunki.
"Sampai kapanpun aku tidak ada niat buat menyakiti keluarga aku sendiri," ucap Yunki.
"Tapi aku masih mau sahabatan sama kamu Yunki, aku rindu masa-masa itu." Nara menatap Yunki dengan mata berkaca-kaca.
Nara seperti ingin mengeluarkan air matanya dan ia seperti sudah tau kelemahan Yunki itu apa.
"Jangan nangis di sini, aku enggak bisa meliat wanita menangis!" tegas Yunki. "Lebih baik kau cepat nikah biar bisa mengerti bagaimana rasanya punya pasangan hidup," sambung Yunki.
"Aku sudah nikah sama Soni," ucap Nara.
"HAH? SERIUS?" Yunki agak terkejut mendengar ucapan Nara.
"Iya, dia sekarang lagi di Malaysia karena urus bisnisnya."
"Kapan kalian nikah? bukannya Soni tunangan sama Rara?" tanya Yunki yang masih tidak percaya.
"Mereka akhiri tunangan dan tidak lanjut nikah, karna Rara enggak cinta sama Soni. Lalu aku dan Soni ketemu di Malta waktu aku liburan, aku tertekan karna keluarga minta aku nikah. Soni cerita semuanya dan akhirnya kita rencana nikah," jelas Nara.
"Ya baguslah kalian nikah lalu apa Soni tau kalau kamu sering menemui aku?" tanya Yunki.
"Enggak, kalian masih komunikasi?"jawab Nara yang di akhiri dengan pertanyaan.
"Tidak, semenjak aku nikah sama Yura, kami udah hilang komunikasi," jawab Yunki
"Apa Soni tau kalau Yura meninggal?" tanya Nara.
"Enggak tau, apa dia masih cinta sama Yura?" tanya Yunki.
"Sepertinya tapi udahlah Yura udah pergi juga kan." Nara seperti enggan membahas Yura.
"Pernikahan kalian ada masalah?" Tiba-tiba Yunki bertanya seperti itu padanya.
"Ya namanya pernikahan enggak akan ada yang berjalan sesuai rencana, pasti ada aja rintangan," jawab Nara yang di akhiri dengan helaan nafas.
Cukup lama mereka berbincang-bincang dan tidak terasa waktu sudah jam 12.00.
"Kalian udah punya anak?" tanya Yunki.
"Belum," jawab Nara.
"Udah berapa tahun nikah?" tanya Yunki lagi.
"Baru 2 tahun Yun, sepertinya Soni enggak mau punya anak," jawab Nara seperti sedih.
"Enggak mungkin, Soni suka banget sama anak kecil," ucap Yunki dengan gelengan kepalanya.
Yunki sangat tau siapa Soni dan tidak mungkin juga Soni tidak ingin memiliki anak dari pernikahannya.
"Kalian ada masalah ya?" Yunki bertanya lagi karena ia semakin penasaran.
"Ya, dia selingkuh sama sekertaris nya," jawab Nara dengan mata merahnya karena menahan tangis.
Yunki langsung mengerutkan keningnya, ia benar-benar tidak percaya dengan jawaban Nara.
"Bahkan mereka tidur," lanjut Nara yang akhirnya meneteskan air mata.
"Aku enggak percaya dia bisa begitu," ucap Yunki yang lagi-lagi menggelengkan kepalanya.
Beberapa detik kemudian.
"Sabar ya, mungkin dia enggak sadar lakuin itu." Yunki mencoba menenangkan Nara.
Nara terus-menerus menangis dan tiba-tiba bersandar di bahu Yunki lalu Yunki mengusap-usap rambutnya. Nara memeluk Yunki dan Yunki mengusap-usap punggungnya untuk mencoba menenangkan Nara.
"Kak Yunki ayo makan," ucap seseorang yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan, dan ...
Seseorang itu menghentikan langkahnya saat melihat Yunki dan Nara.
"Apa yg kalian lakukan?" tanya seseorang itu dengan sedikit nada tinggi sambil menatap Yunki dan Nara.
"Yuna!" panggil Yunki lalu menghampiri diriku.
"Udah aku bilang kalau mau bermesraan jangan di kantor, kalian enggak tau diri banget!" ucap aku dengan nada kesal.
"Ini enggak seperti yang kamu liat Yuna." Yunki ingin menjelaskannya padaku.
"Ini makan siang untuk kamu," ucap aku yang masih kesal.
Aku memberikan beberapa bekal makan pada Yunki dan aku melangkah pergi sambil mendorong stroller, namun Yunki menahan tanganku.
"Mau kemana?" tanya Yunki.
Aku menoleh ke arahnya dan berkata. "Mau pulanglah, aku ke sini cuma mau antar makanan aja dan maaf kalau aku menganggu kalian," jawab aku dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf sepertinya kau salah paham!" Nara menghampiri aku dan Yunki.
"Iya kamu salah paham Yuna dan kita enggak bermesraan," lanjut Yunki.
"Maaf membuat kalian salah paham, kalau begitu saya pamit," sambung Nara sambil menatap kami.
"Terserah!" aku benar-benar muak melihat wanita itu.
"Simpan energi kau, bahkan aku belum memulainya," bisik Nara di telingaku.
"Apa maksudmu," ucap aku dengan kesal.
"Yunki, aku pamit ya dan maaf udah buat kalian salah paham," ucap Nara yang sangat ramah, lalu ia melangkah pergi dengan senyuman iblisnya.
"Oke, hati-hati di jalan," ucap Yunki.
"Dasar wanita gila," umpat aku.
"Kenapa kamu ngomong kasar?" tanya Yunki sambil menatapku dengan sedikit sinis.
"Iya dia wanita gila," jawab aku yang masih kesal.
"Kamu salah paham Yuna" ucap Yunki sambil menyentuh bahuku dan mencoba menenangkan.
"Enggak salah paham tapi kau yang enggak peka kak!" aku benar-benar gregetan sama Yunki.
"Kamu jangan terlalu cemburu Yuna, karena itu enggak baik!"
"HAH? CEMBURU?" aku membulatkan mata. "AKU CEMBURU SAMA KAMU? ENGGAK!" untuk apa juga diriku cemburu padanya. "Aku kesel sama wanita gila begitu," ucap aku yang terus-menerus mengumpat Nara.
"Makan aja yuk, sepertinya kamu lapar." Yunki menuntun duduk di sofa.
Setelah Yunki menuntunku duduk di sofa.
"Enggak baik marah-marah dekat anak-anak," ucap Yunki sambil mendorong stroller ke dekat sofa.
"Au ah," aku masih kesal dan memberikan wajah cemberut.
"Hai anak ayah yang cantik," ucap Yunki sambil menatap kembar. "Cantik banget sih anak ayah." Yunki tersenyum melihat kembar.
"Kapan besarnya? ayo besar, biar ayah bisa antar kalian sekolah," ucap Yunki sambil mengusap kepala kembar secara bersamaan.
"Aku juga enggak sabar menunggu mereka besar," sambung aku.