Chereads / Pernikahan Yang Tak Diinginkan / Chapter 3 - Terpaksa Menikah

Chapter 3 - Terpaksa Menikah

"Jadi ini adalah rumah kamu?" tanya Kallista berjalan dengan perlahan, dan memperhatikan ke sekitar.

Karena tidak ingin menanggung malu gara-gara bayi yang sedang dikandungnya, akhirnya Kallista pun terpaksa menerima tawaran Gavin untuk menikah dengannya.

Dan hari ini acara pernikahan mereka dilangsungkan dan diadakan di sebuah tempat terbuka, sesuai dengan yang mereka inginkan.

"Iya, ini rumah aku" jawab Gavin mengganggukkan kepala dan berjalan di belakangnya Kallista, dengan menyeret sebuah koper yang berisi pakaian wanita itu yang telah menjadi istrinya. "Maaf kalau tidak sebesar seperti yang kamu bayangkan."

"Tidak!" Kallista menggeleng dengan cepat dan menoleh ke arah Gavin. "Bagiku rumah ini sudah cukup besar. Lagipula sebelumnya aku kan hanya tinggal di apartement. Dan jika dibandingkan dengan apartementku maka rumahmu jauh lebih besar" katanya.

"Baiklah" ucap Gavin mengganggukkan kepala dan tersenyum canggung. "Kalau begitu, ayo aku tunjukkan kamarmu. Kamarnya ada di lantai dua"

"Tunggu!" ujar Kallista menatap suaminya dengan dahi yang mengerut. "Tadi kamu bilang, kamu ingin menunjukkan kamarku? Apakah itu berarti kita akan tidur di kamar yang berbeda?"

"Benar" Gavin menggangguk pelan dan mengukirkan senyuman. "Karena kita menikah secara terpaksa, jadi sudah pasti kamu tidak akan mau tidur satu kamar denganku. Jadi itu sebabnya aku menyiapkan sebuah kamar untukmu"

Namun Kallista malah menghela nafas dan mengalihkan pandangan ke depan, membuat Gavin merasa bingung dan mengerutkan dahi. "Benar, aku memang terpaksa menikah denganmu. Tapi itu bukan berarti aku tidak ingin tidur satu kamar denganmu" ujarnya. "Lagipula saat ini kita sudah menjadi sepasang suami istri, jadi sudah sepantasnya tidur dalam satu kamar dan ranjang yang sama. Walaupun kita sama-sama tidak saling mencintai."

"Baiklah, jika kamu tidak merasa keberatan dengan hal itu" ucap Gavin mengganggukkan kepala.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 12 malam. Tapi sampai saat ini Kallista belum merasa kantuk sedikitpun. Bahkan matanya masih terasa segar.

Perlahan ia menoleh ke arah kiri dan melihat Gavin yang sudah tertidur dengan nyenyak dan terlihat kelelahan.

Malam ini adalah malam pertama mereka setelah menikah. Dan seharusnya saat ini mereka sedang melakukan hubungan tersebut yang biasa dilakukan oleh sepasang suami istri. Tapi mereka malah tidak melakukannya, karena mereka menikah secara terpaksa. Bukan karena saling mencintai satu sama lain.

"Maafkan aku, Vin. Karena kamu harus terlibat dalam masalah ini. Padahal tidak seharusnya kamu bertanggung jawab dan menikahiku atas apa yang telah terjadi padaku. Bahkan seharusnya saat ini kamu masih menikmati hidupmu dengan bebas di luar sana, bukan malah menjadi seorang suami dari wanita yang tidak baik seperti diriku ini" gumam Kallista, memperhatikan wajah suaminya dan merasa bersalah. "Lagipula kenapa kamu memilih untuk bertanggung jawas atas apa yang tidak kamu lakukan? Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam pikiran kamu. Tapi aku sangat berterima kasih atas hal itu. Kamu adalah pria yang baik dan rela berkorban demi aku. Dan aku berjanji, akan berusaha untuk menerima kamu menjadi suamiku dan belajar untuk mencintaimu."

Kemudian Kallista mengulurkan tangannya dan mengusap wajah suaminya dengan perlahan. "Selamat malam Gavin, dan selamat beristirahat" ucapnya, menatap pria itu dengan senyum yang terukir di wajahnya.

***

Kallista membuka mata dengan perlahan saat merasakan sinar matahari yang masuk ke dalam kamarnya dari celah gorden yang sudah terbuka dan mengusik tidurnya.

"Aku ada di mana?" gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur. Lalu ia terdiam, dan mengedarkan pandangan ke sekitar.

Namun dahinya langsung mengerut saat ia mendapati dirinya yang bukan berada di dalam kamar apartementnya. Segera ia bangkit dari posisinya dan duduk di atas tempat tidur. Lalu ia terdiam dan mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya.

"Oh iya aku lupa" katanya menepuk dahi saat ia berhasil mengingat. "Kemarin aku kan menikah dengan Gavin, dan saat ini aku tinggal di rumahnya. Itu sebabnya mengapa aku tidak berada di dalam kamar apartementku"

Lalu ia menghela nafas, menyingkap selimut dan hendak bangkit dari tempat tidur. Tetapi ia langsung mengerutkan dahi, saat menyadari bahwa Gavin tidak ada di sebelahnya.

"Gavin ke mana? Kok tidak ada?" gumamnya, merasa bingung dan bertanya-tanya pada dirinya.

Segera ia bangkit dari posisinya dan berjalan keluar dari kamar. Lalu dengan sedikit tergesa-gesa ia menuruni anak tangga untuk menuju lantai satu rumah tersebut. Namun tidak sengaja hidungnya menciuma aroma masakan yang begitu harum, membuat perutnya jadi terasa lapar.

"Pagi-pagi seperti ini siapa yang masak?" tanyanya yang terlihat heran dan terus berjalan menuruni anak tangga.

Setelah tiba di lantai satu ia segera berjalan menuju dapur. Tetapi langkahnya langsung terhenti, saat melihat Gavin yang berada di sana dan sibuk memasak seorang diri.

Melihat pemandangan tersebut membuat sebuah senyuman mulai terukir di wajahnya Kallista. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya dan berjalan menghampiri suaminya itu.

"Selamat pagi" sapanya, berhenti di sebelah Gavin dan menatapnya dari samping.

"Selamat pagi juga say– Maksudnya Kallista" ucap Gavin, menoleh ke arah istrinya dan tersenyum. "Bagaimana tidurmu? Apakah nyenyak?" tanyanya dengan satu alis yang terangkat.

"Bisa dikatakan begitu" Kallista menggangguk pelan dan memperhatikan pria itu dari samping. "Bahkan saking nyenyaknya, aku sampai bangun kesiangan dan tidak bisa memasak untuk sarapan" katanya.

Gavin langsung tertawa setelah mendengar yang dikatakan oleh istrinya. "Tidak apa-apa, aku dapat memakluminya. Karena aku tahu, kalau kamu pasti merasa begitu lelah setelah acara pernikahan kita" ucapnya beralih menatap makanan yang sedang dimasaknya.

"Benar" Kallista menggangguk dan tanpa melepaskan pandangannya dari Gavin. "Tapi sekarang rasa lelahku sudah hilang" ujarnya, namun Gavin hanya tersenyum. "Oh ya, kamu sedang masak apa? Sini aku bantu."

"Tidak perlu, sebentar lagi juga akan selesai" ucap Gavin dengan senyum yang masih terukir di wajahnya. "Sebaiknya sekarang kamu mandi lalu setelah itu kita menyantap sarapan bersama."

"Tapi aku ingin membantumu dulu" ujar Veeka dengan bibir yang sengaja ia kerucutkan. "Karena aku tidak tega melihat suamiku sibuk memasak untuk sarapan seorang diri. Lagipula itu kan tugas seorang istri, dan seharusnya aku yang melakukannya bukan kamu."

Tapi Gavin malah tertawa pelan dan mengaduk masakan yang sedang dimasak olehnya. "Tidak perlu Kallista, sebaiknya kamu mandi saja. Agar tubuhmu kembali terasa segar" katanya.

Dengan sedikit berat Kallista menghela nafas dan mengganggukkan kepala. "Baiklah, jika kamu memaksa" ucapnya, dan Gavin hanya tersenyum saja. "Ya sudah, kalau begitu aku mandi dulu. Jika butuh bantuan, jangan sungkan untuk meminta tolong padaku."

"Tentu saja" Gavin menggangguk dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya.

Namun Kallista tidak mengatakan apa-apa lagi, hanya terdiam dan menatap Gavin dari samping. Lalu ia segera membalikkan tubuh dan beranjak pergi dari dapur.