Sejak saat itu Leo tidak pernah percaya lagi dengan yang namanya cinta. Baginya, wanita hanyalah barang mainan, pemuas nafsu yang bisa dibeli dengan uang.
Siapa pun wanita yang dia inginkan pasti dengan sukarela melemparkan tubuhnya ke atas ranjangnya. Kepuasan bisa dia dapat tanpa harus memikirkan cinta.
Lamunan Leo terhenti sampai di sana, semua kenangan pahit yang ada dimasa lalunya Leo tutup. "Bagiku cinta hanya omong kosong!!" Ucap Leo dengan memeriksa kembali semua dokumen yang harus dia tanda tangan.
"Monika," panggilnya lewat telpon yang menghubungkan antara dirinya dan sekretarisnya. "Bawa dokumen hasil meeting minggu lalu!"
"Baik Pak," jawab Monika singkat. Tidak berapa lama kemudian pintu diketuk dari luar.
Tok ... tok ... tok ...
"Masuk, kamu bawa semuanya?" tanya Leo setelah mengetahui Monika yang mengetuk pintu.
"Iya Pak, semuanya," jawab Monika tersenyum menggoda.
Leo menerima dokumen yang Monika serahkan lalu menarik tangan Monik. "Kemarilah, duduk di pangkuanku!" Ucap Leo dengan mata yang menatap lekat tubuh Monika.
Tanpa menunggu lama Monika langsung duduk dipangkuan Leo dengan manjanya.
"Monika," bisik Leo pelan. "Puaskan aku," ucapnya dengan suara yang sudah mulai berat, memeluk Monika dari belakang.
"Bukankah tadi pagi kita sudah melakukannya?" jawab Monika dengan suara manja menggoda.
"Aku menginginkannya lagi karena kamu sangat menggairahkan Monika." Tangan kanan Leo sudah mulai merayap masuk ke dalam baju, sementara tangan kirinya memeluk pinggang Monika.
"Sabar Pak," bisik Monika menahan rasa geli. "Pintunya dikunci." Monika tertawa manja.
Tangan Leo langsung menekan tombol otomatis yang berada di bawah meja lalu pintu pun tertutup dengan sempurna.
"Monika, kita pindah ke sofa."
Monika yang berada di pangkuan Leo, segera turun dan berdiri.
"Ayo," ajak Leo kemudian duduk di sofa. "Duduklah." Leo menyuruh Monika duduk disebelahnya.
Monika mengikuti kemauan Leo. Hatinya sangat senang, duduk di sebelah Leo dengan angan yang melayang jauh.
Leo memandang Monika tajam tanpa berkedip, iris matanya seperti sedang membaca pikiran Monika.
Monika bingung dengan tatapan Leo yang melihatnya seperti itu, akhirnya memberanikan diri bertanya. "Pak, ada apa?"
"Monika, apa kamu menyukaiku?" tanya Leo.
Monika yang diberi pertanyaan seperti itu, tentu saja menjadi bingung. "Apa maksudnya?"
"Aku ingin kamu jawab dengan jujur, kamu menyukaiku sebagai pria dan wanita atau sebagai atasan dan bawahan?" tanya Leo.
Monika terdiam, bingung harus memberi jawaban seperti apa karena jauh di dalam hatinya, dia menyukai Leo sebagai pria dan wanita.
Karena tidak ada jawaban, Leo meneruskan ucapannya. "Monika, jangan menyukaiku!"
Monika tertegun, kalimat yang ke luar dari mulut Leo membuatnya terkejut. Hatinya mendadak merasakan rasa sakit yang teramat dalam.
"Jangan berharap banyak dariku. Semua yang telah kita lakukan, bagiku itu semua hanyalah sebuah kesenangan. Aku hanya membeli tubuhmu, bukankah aku selalu membayarmu?" tanya Leo.
Sakit tidak berdarah, Monika harus menerima kenyataan. Selama ini Leo hanya menganggap dirinya sebagai pemuas nafsunya saja lalu apa bedanya, dirinya dengan wanita nakal di luar sana?
"Iya Pak," jawab Monika pelan, menunduk menyembunyikan wajahnya yang menahan air mata jatuh.
"Monika, jangan salah mengartikan apa yang aku lakukan selama ini. Aku hanya membutuhkan tubuhmu untuk memuaskan kebutuhan biologisku."
Monika terdiam membisu, tidak tahu harus berkata apa lagi.
"Sekarang pilihan jatuh di tanganmu. Tetap bersamaku dan memuaskan aku tetapi tidak ada ikatan istimewa apapun di antara kita atau kamu menjauh dariku!" Dengan tegas Leo mengatakannya.
Monika terdiam beberapa detik kemudian berdiri lalu duduk di pangkuan Leo. "Aku memilih bersamamu sebagai pemuas biologismu," bisik Monika di telinga Leo dengan memberikan gigitan kecil. Hatinya sudah menyukai Leo, tidak mungkin melepaskan Leo begitu saja.
Leo tersenyum menyeringai, hatinya merasa puas. "Pilihan yang bagus, boneka cantikku. Sekarang puaskan aku!"
...
"Kiara!" Panggil suara wanita dengan khas cemprengnya.
Yang merasa dipanggil, melihat ke segala arah mencari arah suara.
"Kiara, aku di sini!" teriaknya lagi.
Setelah melihat yang memanggilnya siapa. "Lagi apa kamu di sana?" Tanya Kiara heran.
"Lagi berenang," jawab Silvi.
"Berenang di atas pohon?"
"Kamu tahu aku di atas pohon, kenapa tanya? Aku lagi petik buah mangga, kamu mau buah mangga?"
"Mau! Buah yang sudah matang," jawab Kiara senang.
"Kamu tangkap Kiara! Aku akan melemparnya dari atas sini!" Teriak Silvi.
"Iya aku tangkap! Kamu yang benar lempar mangganya."
"Harusnya aku yang bilang begitu, kamu yang benar tangkapnya!" Teriak Silvi dari atas pohon.
Satu per satu mangga yang dilempar Silvi dari atas berhasil Kiara tangkap di bawah.
"Sudah banyak Silvi!" Teriak Kiara dari bawah.
"Iya, aku turun!" Jawab Silvi dari atas. Pelan-pelan Silvi turun dari pohon mangga dengan sangat hati-hati.
"Buah mangganya sudah matang dan yang ini sepertinya manis," ucap Kiara mencium bau mangga satu per satu.
"Iya! Makanya aku petik naik ke atas," jawab Silvi sambil menyingkirkan semut satu per satu dari tubuhnya. "Gila, di atas semutnya sangat banyak, menggigit kulitku."
"Mungkin semutnya laki-laki," jawab Kiara. "Makanya dia menggigitmu."
"Maksud kamu? Semut suka sama aku begitu?"
"Ha-ha-ha-ha," Kiara tertawa. "Setidaknya ada yang menyukaimu walau pun itu hanya semut."
"Banyak yang menyukaiku! Aku hanya menjual mahal saja. Aku ingin punya laki-laki yang tampan, kaya, baik hati dan rajin beribadah."
"Keinginan kamu terlalu tinggi!" Potong Kiara. "Lebih baik kita makan buah mangga, sepertinya yang ini manis. Baunya sangat wangi." Kiara mengambil buah mangga yang sudah kuning.
"Bawa ke dalam Kiara, kita kupasnya di dalam," ajak Silvi mengambil beberapa buah mangga yang tergeletak di tanah.
"Ayo." Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah yang tidak jauh dari pohon mangga.
"Pohon mangga punya siapa ini?" tanya Kiara setelah sampai di teras rumah Silvi.
"Punya aku! Tidak mungkin aku mengambil buah mangga punya orang lain," jawab Silvi. "Kamu tunggu di sini, aku ke dapur ambil pisau."
Tidak lama kemudian Silvi kembali lagi dengan membawa segala macam peralatan.
"Ibu kamu ke mana? Sepi," tanya Kiara sambil memilih buah mangga yang akan di kupas.
"Ke pasar belanja sayuran untuk 1 minggu, isi kulkasnya kosong," jawab Silvi sambil mengupas buah mangga. "Kamu tadi mau ke mana?" tanya Silvi.
"Ke Toko bahan kue, aku diminta Ibu beli tepung."
"Aku ikut, boleh tidak?" Silvi menawarkan diri.
"Boleh, aku malah senang ada teman," jawab Kiara.
Silvi menjawab dengan anggukan. Buah mangga yang telah dikupas, mereka makan sama-sama. Beberapa saat tidak ada yang bicara di antara mereka, mulut mereka telah sibuk mengunyah buah mangga.
"Aku sudah kenyang, lihat perutku jadi besar," tunjuk Silvi keperutnya sendiri.
"Sama, aku juga. Ayo! Sudah sore katanya mau ikut ke Toko untuk membeli bahan kue," ajak Kiara.
"Iya! Aku simpan ini ke dapur." Silvi segera membersihkan bekas-bekas kupasan buah mangga dan membawanya ke dapur.
Tidak lama kemudian mereka berdua pergi dan sepanjang perjalanan tidak hentinya mereka becanda, terkadang terdengar suara gelak tawa mereka memecah kebisingan suara kendaraan yang mereka lewati.
"Apa ini Tokonya, Kiara?!" Tunjuk Silvi ke arah toko.
"Iya, ayo masuk!" Ajak Kiara.
Di dalam toko nampak seorang Ibu paruh baya menyambut kedatangan Kiara.
"Eh,, Nona Kiara makin cantik saja. Lama tidak pernah ke sini dan dengan siapa ini?" sapanya ramah.
"Teman Sekolah Bu, namanya Silvi."
"Kalian gadis muda yang cantik-cantik," puji pemilik toko tersenyum. "Mau beli bahan kue, Nona Kiara?"
"Hanya tepung terigu saja Bu, bahan-bahan kue yang lain masih ada," jawab Kiara tersenyum.
"Tunggu sebentar Ibu ambilkan ke belakang."
Setelah urusan membeli tepung selesai, Kiara dan Silvi segera ke luar dari dalam Toko.
"Kita jalan-jalan sebentar Kiara," ajak Silvi begitu ke luar dari toko. "Mumpung kita lagi di luar."
"Ke mana?"
"Bagaimana kalau kita melihat-lihat baju saja di pertokoan?" usul Silvi.
"Ih, buat apa hanya melihat-lihat saja?!" Ucap Kiara. "Malu!!"
"Tidak apa-apa! Aku hanya ingin tahu saja, baju seperti apa yang lagi ngetrend sekarang? Ayo!!" Silvi menarik tangan Kiara untuk jalan.
Mau tidak mau, Kiara mengikuti kemauan sahabatnya.
"Kita jangan masuk Silvi! Nanti kita diusir penjaga. Lihatlah penjaga itu mukanya sangat menyeramkan!!" Bisik Kiara.
"Tapi di dalam bajunya bagus-bagus!" Protes Silvi ingin masuk.
"Tapi aku tidak mau masuk! Aku juga lelah dari tadi jalan kaki," jawab Kiara.
Selagi mereka berdiri di depan Butik, tiba-tiba pintu Butik terbuka lebar dibuka seseorang dari dalam. Pria berwajah tampan dengan hidung mancung, bibir tipis berisi, rambut hitam yang disisir rapi ke belakang, berjalan ke luar dari dalam Butik.
Silvi melihat pria tersebut hanya diam terpaku, merasa takjub dengan ciptaan Tuhan yang sempurna. Pria tersebut berjalan dengan santainya melewati Kiara. Kedua bola mata mereka bertemu, beberapa detik lamanya pria tersebut memandang wajah Kiara.
"Mata yang sangat indah," gumamnya dalam hati tanpa dia sadari.