Chereads / BELIEVE IN LOVE / Chapter 13 - BAHAGIA DAN KECEWA

Chapter 13 - BAHAGIA DAN KECEWA

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Leo akhirnya sampai juga ke Mansionnya. Sambil bersiul Leo memasuki Mansion, tidak ada garis lelah sedikitpun di wajahnya.

Para pelayan yang melihat Tuannya pulang dengan wajah penuh ceria, terlihat ikut senang karena sudah bertahun-tahun lamanya, baru kali ini melihat Tuannya ceria kembali.

"Bowo, Bowo!" Panggil Leo.

"Pak Bowo sedang berada di belakang mansion Tuan," jawab salah satu pelayan wanita yang kebetulan sedang membersihkan guci besar di pojok ruang tamu. "Perlu saya panggil Tuan?" Tanya pelayan.

"Tidak usah. Minta jus jeruk dingin saja, antarkan ke kamar!"

"Baik Tuan." Pelayan tersebut bergegas pergi ke dapur untuk membuatkan jus pesanan majikannya.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk pelayan membuat jus. "Tuan, jusnya!" Teriak pelayan dari luar pintu.

Lama berdiri di depan pintu tapi tidak ada jawaban dari dalam, akhirnya pelayan tersebut memberanikan diri membuka pintu secara perlahan-lahan.

Terdengar suara gemericik air dari arah kamar mandi. "Ternyata Tuan sedang mandi pantas saja tidak menjawab panggilanku. Sebaiknya aku simpan di atas meja saja jusnya," gumamnya sendiri. Kemudian pelayan itu kembali ke luar setelah menutup pintu kamar.

"Ratih. Tadi katanya Tuan mencariku?" tanya Pak Bowo dari arah belakang.

Ratih yang baru saja selesai menutup pintu kamar menjerit kaget. "Aaaa!!!" Teriak Ratih.

"Begitu saja kaget! Justru teriakan kamu yang membuat aku kaget!" Ucap Bowo mengelus dadanya.

"Tentu saja kaget kalau tiba-tiba ,,,,"

"Muncul seperti setan, begitu?!!" Bowo memotong ucapan Ratih sambil menjewer telinganya.

"Iya! Pak Bowo ini kebiasaan selalu menjewer telingaku!!"

"Karena kamu juga, kebiasaan selalu menganggap aku setan!" Jawab Bowo membela diri. "Sudah, sudah! Katanya Tuan mencari Bapak?" tanya Bowo kemudian.

"Iya, tadi minta jus. Tuan Leo tadi terlihat sangat bahagia, wajahnya ceria sekali. Tadi saja waktu datang, Tuan masuk sambil bersiul."

"Oh ya?" tanya Bowo tidak percaya.

"Kalau tidak percaya lihat saja sendiri. Sekarang orangnya lagi mandi," jawab Ratih meninggalkan Pak Bowo, pergi ke dapur.

....

Di tempat lain dan kota yang berbeda di dalam Apartemen, terlihat seorang wanita cantik sedang fokus memandang jalan yang jauh berada di bawah. Lampu-lampu mobil seperti lukisan ular bercahaya mengisi sepanjang jalan.

"Sedang apa Evelyn?" Tiba-tiba ada tangan kekar yang melingkari perutnya. Dan mencium pipinya dari samping.

"Nathan, mengagetkan saja!"

"Sedang melamunkan apa Evelyn?" tanyanya sambil menciumi pundak wanita itu.

"Aku ingin pulang ke kota kelahiranku," jawab Evelyn pelan.

"Evelyn, bagaimana kalau nanti kita bertemu dengan Leo? Dia orang yang berkuasa. Jika berurusan lagi dengannya, kita bisa mati."

"Nathan, di sini juga kita sudah kehabisan uang. Biaya apartemen semakin mahal. Kamu juga tidak bekerja," keluh Evelyn.

"Kita pikirkan itu nanti saja, sekarang mari kita bersenang-senang. Aku menginginkan kamu," Nathan langsung menggendong Evelyn dan membawanya ke tempat tidur.

Heningnya kamar Apartemen menjadi saksi pergulatan dua insan manusia yang saling berburu menuju puncak kenikmatan. Desahan dan erangan seakan menjadi harmoni indah suara alunan musik di antara mereka.

....

"Tuan, tadi mencariku?" Tanya Bowo begitu melihat Tuannya ke luar dari kamar dengan wajah yang terlihat lebih segar.

"Iya, tadi kata pelayan kamu lagi di belakang."

"Iya Tuan sedang memperbaiki tiang yang rusak," jawab Bowo.

"Sekarang bagaimana?" Tanya Leo.

"Sudah tidak ada masalah lagi, mudah-mudahan tidak bocor."

"Baguslah," ucap Leo tersenyum.

Pak Bowo ikut senang melihat Tuannya begitu ceria hari ini. Ternyata apa yang dikatakan Ratih tadi benar, kalau Tuan mereka hatinya sedang bahagia.

"Bowo ambilkan koran hari ini! Aku belum membacanya dan juga jangan lupa kopinya, ditambah dengan kue. Hari ini, aku ingin makan yang manis-manis," kata Leo tersenyum.

"Baik Tuan." Bergegas Pak Bowo pergi ke dapur untuk meminta pelayan lain menyiapkan apa yang Tuannya minta.

Tidak lama kemudian, Bowo sudah kembali lagi ke kamar Tuannya dengan membawa nampan yang berisi pesanan Tuannya.

"Hari ini, kelihatannya Tuan sedang bahagia?" Tanya Bowo sambil meletakkan satu per satu makanan di atas meja.

"Benarkah? Apa begitu terlihat?" Leo balik bertanya.

"Sangat jelas Tuan, aku juga ikut senang melihat Tuan banyak tersenyum. Sering-seringlah ke luar berolah raga agar menyerap energi positif dari alam."

Leo hanya tersenyum mendengar perkataan Bowo. Diambilnya koran yang Bowo tadi simpan di atas meja. "Bowo, apa kamu kenal dengan orang-orang yang tinggal dilingkungan sini?" Tanya Leo sambil membolak-balikkan koran.

"Tidak semuanya, hanya beberapa orang saja. Memangnya ada apa Tuan?"

"Tidak ada apa-apa, aku hanya bertanya saja," Leo menjawab sambil tersenyum karena dipikirannya teringat wajah cantik yang tadi bertemu di taman.

"Kalau sudah tidak ada lagi yang dibutuhkan, aku permisi," kata Bowo.

"Iya," jawab Leo singkat.

Pak Bowo langsung pergi ke luar dari kamar, meninggalkan Leo yang berada di dalam kamar sudah tidak bisa fokus membaca koran karena pikirannya teringat dengan Kiara.

"Kenapa aku selalu memikirkan gadis itu? Dia seakan-akan menari-nari di dalam kepalaku. Matanya indah sekali. Bibirnya, aku ingin mencicipi bibirnya," gumam Leo sambil memegangi bibirnya sendiri. "Tapi gadis itu punya kekasih!"

Wajah Leo berubah menjadi galak. "Aku ingin Kiara menjadi milikku! Akan aku singkirkan, siapapun yang menghalangi keinginanku! Kiara akan menjadi ratu di Mansionku!!" Leo bicara sendiri di dalam kamarnya.

Waktu terus bergulir, detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam. Hingga tidak terasa sampai tibalah waktunya pagi hari.

Leo terlihat gagah dengan setelan jas yang berwarna hitam. Jam tangan bermerk keluaran terbaru melingkar indah dipergelangan tangan kanannya, ditunjang dengan sepatu hitam model terbaru yang terlihat sangat mengkilap semakin menunjang berkelasnya seorang CEO perusahaan besar yang bergerak di bidang konstruksi.

"Lihat Pak Bowo," tunjuk Ratih dengan bibirnya yang mengarah ke arah tangga. Secara otomatis Bowo langsung melihat ke arah tangga. "Tumben Tuan pagi-pagi sudah bangun, sudah rapi pula," bisik Ratih ke Pak Bowo.

"Bowo!" Panggil Leo dari tangga.

"Iya Tuan," jawab Bowo dari bawah.

"Aku tidak mau sarapan, siapkan saja mobil!" Perintah Leo.

"Baik Tuan." Bergegas Bowo segera pergi untuk menyiapkan mobil seperti yang Tuannya perintahkan.

"Siapa namamu?" Tanya Leo ke Ratih yang masih berdiri.

"Ratih Tuan."

"Ratih, bagaimana penampilanku?" Tanya Leo.

Ratih yang ditanya dengan pertanyaan seperti itu, tentu saja kaget.

"Ratih! Kenapa diam?! Bagaimana penampilanku?" Leo mengulang pertanyaannya.

Ratih memperhatikan Leo dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Sempurna. Tuan sangat gagah dan tampan."

"Terima kasih, Ratih," ucap Leo sambil berjalan melewati Ratih dengan langkah tegapnya menuju ke luar.

"Mobil sudah siap Tuan. Apa Tuan mau ke kantor dengan sopir?" Tanya Bowo.

"Tidak! Aku mau bawa sendiri," jawab Leo langsung masuk ke dalam mobil.

"Hati-hati, Tuan."

Mobil langsung meluncur ke luar melewati taman depan yang cukup luas dengan dipenuhi beraneka macam bunga. Kemudian ke luar melewati pintu pagar yang otomatis akan terbuka sendiri.

Sepanjang perjalanan, dibenak Leo terus berkecamuk antara menjemput Kiara atau tidak. "Bagaimana kalau Kiara tahu, orang yang hampir menabraknya dulu dan orang yang berkenalan dengannya di taman adalah orang yang sama? Kiara akan marah atau tidak?"

Tidak terasa Leo membawa mobilnya sudah berada di jalan yang mengarah ke rumah Kiara. "Bagaimana ini, aku jemput atau tidak?" Gumamnya sendiri.

Disaat Leo bingung dengan keputusannya, tiba-tiba ada motor lewat di depan mobilnya. "Itu sepertinya Kiara!" Leo memicingkan matanya agar bisa melihat lebih jelas. "Sialan!! Kiara sudah pergi dengan laki-laki itu! Awas, kau Kiara!!"

Hati yang dari kemarin bahagia, dalam hitungan detik berubah menjadi kecewa. Leo langsung menjalankan kembali mobilnya dengan kecepatan tinggi membaur dengan kendaraan lain. Membawa hati yang kecewa karena melihat gadis yang dia sukai telah pergi dengan kekasihnya.

14 BAHAGIA DAN KECEWA

Hanya dalam hitungan menit, Leo sudah sampai di Kantor. Dengan langkah yang tergesa-gesa masuk ke dalam gedung miliknya dengan membawa hati yang bercampur aduk tidak menentu.

"Selamat pagi, Pak Leo," sapa salah seorang karyawan yang kebetulan berpapasan dengannya.

Leo hanya melihat sekilas tanpa menjawab sedikitpun, kakinya terus saja berjalan menuju ke arah lift yang khusus diperuntukkan untuk dirinya. Hatinya seperti terbakar, kepalanya seakan mau meledak. Bayangan Kiara menari-nari dipikirannya.

"Monika!" Panggil Leo begitu sampai di ruangannya.

Monika baru saja datang terlihat kaget karena tidak biasanya Pak Leo datang lebih awal dari dirinya. "Tumben Bos sudah datang," gumamnya dan bergegas Monika masuk ke ruangan Bosnya.

"Iya, Pak. Apa ada masalah?" Tanya Monika berdiri di depan Leo.

"Apa maksudmu?" Tanya Leo menatap Monika tajam tidak mengerti dengan pertanyaan sekretarisnya.

"Tidak ada maksud apa-apa. Hanya saja, tidak biasanya Bapak pagi-pagi sudah datang ke Kantor," jawab Monika dengan hati-hati.

"Buatkan aku kopi yang pahit, cepat!" Leo mengalihkan pembicaraan.

"Iya, Pak. Akan aku buatkan, tunggu sebentar." Monika bergegas ke luar dari ruangan Bosnya untuk membuat kopi. Dalam hatinya, Monika bertanya-tanya sendiri. "Kenapa dengan Pak Leo? Sepertinya dia sedang kesal, aku harus hati-hati bicara dengannya."

Di dalam ruangannya, Leo nampak sedang duduk termenung di kursi kebesarannya. Tangannya terkepal di atas meja.

"Sialan! Kenapa aku bisa lupa, Kiara sudah punya kekasih? Brengsek!!" Leo berbicara sendiri dengan wajah yang memerah.

Leo terdiam beberapa saat kemudian senyum sinis terlihat di sudut bibirnya. "Tidak ada seorangpun yang bisa mengalahkan Leonardo Albert Winston. Akan aku singkirkan siapa pun yang menghalangiku!! Kamu akan menjadi milikku!!" Hati Leo bicara sendiri dengan kesal dan marah.

"Pak, kopinya." Monika sudah berdiri di depan Leo dengan tersenyum manis.

"Sejak kapan kamu berdiri di sini?!" Tanya Leo kaget sehingga lamunannya hilang.

"Belum lama tapi sepertinya Bapak sedang melamun," jawab Monika tersenyum manis.

Leo melihat Monika dari atas sampai bawah. Baju yang dipakai Monika sangat menggoda mata laki-laki, dengan ukuran buah dada yang besar tentu saja memperlihatkan sebagian isinya karena baju yang dipakainya sangat ketat. Rok mini yang sangat pendek memperlihatkan paha mulus dengan kaki jenjangnya. Bokong yang besar semakin menambah poin plus untuk penampilan Monika.

"Kamu cantik sekali Monika," puji Leo tidak berkedip.

"Aku berdandan cantik untuk Bapak," jawab Monika manja.

"Benarkah? Kalau begitu kemarilah, duduk di sini!" Leo meminta Monika duduk di pangkuannya.

Tanpa menunggu lama Monika langsung duduk dipangkuan Leo. Tangannya langsung melingkar manja di leher Leo. "Pintunya di kunci Pak, nanti ada yang mengintip," Monika berbisik dengan menggigit kecil telinga Leo.

Leo menekan tombol yang ada di bawah meja, pintu pun terkunci secara otomatis. Perlahan tangan kekarnya mulai meraba punggung Monika. Merayap ke bawah dan berhenti di paha mulus Monika.

Monika tersenyum melihat wajah Leo yang sudah mulai terbakar gairah karena hanya dengan sedikit godaan, Leo sudah bisa dia taklukan. Rangsangan demi rangsangan Monika mainkan untuk membakar gairah Leo yang semakin membara.

"Kita pindah ke sofa," bisik Leo dengan suara yang sudah terdengar berat, langsung menggendong tubuh Monika yang masih ada dipangkuannya.

Monika tersenyum manja melingkarkan tangannya di leher Leo. "Lakukanlah, apapun yang Bapak inginkan."

"Gadis pintar," bisik Leo dengan mata yang sudah tertutup kabut gairah. "Puaskan dan buat aku melupakan masalahku," Leo membaringkan tubuh Monika di sofa.

Tidak menunggu waktu lama, ruangan Leo sudah dipenuhi oleh suara desahan demi desahan yang ke luar dari bibir mereka berdua dengan napas yang saling memburu untuk mencapai kenikmatan surga dunia yang ingin mereka dapatkan.

"Kiara," satu nama ke luar dari bibir Leo di antara desahannya.

Monika sesaat mendengar nama Kiara ke luar dari bibir Leo tapi dirinya tidak peduli, karena baginya sekarang dia tidak ingin melewatkan setiap kenikmatan yang Leo berikan untuknya.

Setelah dua-duanya selesai mendapatkan puncak kenikmatan, Leo segera merapikan pakaiannya kembali yang berantakan. "Monika, ini rahasia kita berdua. Jangan sampai orang luar tahu, kita sering bersenang-senang di sini! Jika rahasia kita ini terbongkar, nyawa kamu taruhannya!" ancam Leo menatap tajam Monika. "Mengerti?!!"

"Jangan khawatir, rahasia kita tersimpan rapi. Bapak bisa membunuhku kalau sampai ada orang lain yang tahu tentang apa yang telah kita lakukan," jawab Monika santai sambil mengambil pakaiannya satu per satu yang ada di lantai.

"Bagus kalau kamu mengerti!!" Leo lalu duduk di kursi kebesarannya, wajahnya sudah kembali tenang seperti tidak terjadi apa-apa.

"Percaya saja padaku, tidak usah khawatir," ucap Monika.

"Ini untukmu!" Leo menyerahkan selembar cek yang sudah tertulis dengan nominal yang cukup besar.

"Banyak sekali, Pak." Wajah Monika terlihat senang begitu melihat angka nominal yang tertera di kertas cek.

"Bonus untukmu karena kamu telah memuaskan aku pagi ini. Menghilangkan kekesalanku pada seseorang," Leo mengatakannya dengan penuh penekanan.

"Maksud Bapak?" Tanya Monika tidak mengerti.

"Bukan urusanmu dan jangan banyak bertanya! Sekarang ke luar, kerjakan kewajibanmu sebagai sekretaris di Perusahaan ini!" Jawab Leo tegas tidak suka dengan pertanyaan Monika.

"Iya Pak. Terima kasih atas bonusnya. Permisi," jawab Monika tersenyum lebar. Monika ke luar dari ruangan Leo dengan hati yang berbunga-bunga karena telah mendapatkan uang dan juga kepuasan bathinnya.

Setelah Monika pergi, Leo mengambil kopi yang berada di atas mejanya. Kemudian bangun dari duduknya dan berjalan ke arah pintu yang ada diruangannya sendiri. Pintu yang hanya bisa dibuka dengan menggunakan sidik jarinya sendiri. Dengan pelan Leo membuka pintu lalu masuk.

"Lelah sekali, aku ingin istirahat sebentar." Leo bicara sendiri langsung duduk di sofa.

Nampak sebuah ruangan yang mirip dengan kamar, terdapat tempat tidur dengan ukuran king size dan rak-rak buku yang tersusun rapih. Lukisan-lukisan dari pelukis terkenal terpajang indah di dinding. Perabotan mewah yang didominasi oleh hiasan kristal menambah kesan kalau pemiliknya punya selera yang tinggi.

"Aku harus mandi dulu, rasanya lengket sekali tubuhku. Lelah sekali berolahraga dengan Monika. Luar biasa, dia selalu bisa mengimbangi kekuatan aku. Dia sudah terlatih kalau urusan sex, aku yakin pasti sudah banyak pria yang tidur dengannya," ucapnya dalam hati sambil berjalan ke arah pintu kamar mandi.

.....

"Kiara!" Panggil seseorang dengan khas cemprengnya dari belakang.

Tanpa melihat Kiara sudah tahu, siapa pemilik suara tersebut.

"Ke kantin?" Tanya Silvi. "Lapar, aku ingin makan mie ayam. Tadi pagi tidak sempat sarapan, cepat-cepat ke Sekolah takut kesiangan."

"Tapi kamu yang bayar," ucap Kiara cepat.

"Iya, aku yang bayar. Kamu ini memang cocok kalau jadi preman. Selalu aku yang bayar!!" Kata Silvi merengut.

"Kalau begitu aku tidak mau, kamu tidak ikhlas. Pergi sendiri!" Kiara bersiap mau pergi.

"Aku yang bayar tapi temani aku ke kantin," ucap Silvi cepat-cepat takut Kiara pergi.

"Ikhlas tidak?!" Tanya Kiara memastikan.

"Ikhlas dunia akhirat," jawab Silvi tersenyum.

Mereka berdua lalu pergi ke kantin sambil bergandengan tangan seperti orang mau menyeberang.

Kantin sekolah terlihat ramai, kursi yang begitu banyak hampir semuanya terisi.

"Lihat Kiara! Diujung sana kosong," Silvi menunjuk ke arah kursi yang kosong. "Kamu duduk di sana, aku mau pesan mie ayamnya."

"Iya baiklah," jawab Kiara pergi.

"Tunggu! Kamu mau minum apa?" Tanya Silvi.

"Sama dengan apa yang kamu minum," jawab Kiara.

Silvi lalu segera pergi memesan makanan sementara Kiara berjalan menuju ke kursi yang kosong.

Terlihat banyak anak laki-laki yang berusaha menggoda Kiara tapi tidak Kiara hiraukan. Dalam suasana kantin yang ramai seperti ini sebenarnya Kiara tidak suka tapi demi sahabatnya, dia rela harus melihat tatapan mata yang berusaha menggodanya.

(READER BAB 13 dan 14, author satukan menjadi 1. Terima kasih)