Chereads / BELIEVE IN LOVE / Chapter 19 - MINTA IZIN IBU

Chapter 19 - MINTA IZIN IBU

Silvi mengajak Kiara pulang Sekolah bersama-sama. Kebetulan hari itu Silvi membawa motor kesayangannya.

"Kita langsung pulang ya? kasihan Ibuku di rumah sendirian. Ini juga sudah sore," kata Kiara.

"Iya, aku juga mau langsung pulang. Perutku agak sakit," jawab Silvi. "Pakai nih helmnya." Silvi memberikan helm untuk dipakai Kiara.

Silvi melajukan motor matic kesayangannya yang berwarna merah dengan sangat hati-hati. Kiara yang berada di belakang nampak nyaman memeluk pinggang sahabatnya.

"Akhirnya sampai juga," kata Silvi, berhenti tepat di depan pagar rumah Kiara.

Kiara turun dari motor dan langsung membuka helm yang dipakainya. "Terima kasih ya. Kamu hati-hati pulangnya." Kiara menyerahkan helmnya.

"Ok." Setelah menggantungkan helm yang tadi dipakai Kiara di motornya, Silvi menjalankan kembali motor kesayangannya.

Dari halaman rumahnya, Kiara bisa mencium bau wangi kue yang sedang dipanggang.

"Bu," panggil Kiara dari depan tetapi tidak ada jawaban. "Ibu!" Kiara sedikit meninggikan suaranya. "Kenapa tidak ada jawaban? ke mana Ibu?" Kiara mulai bertanya-tanya dalam hati. "Sebaiknya aku lewat belakang saja," gumamnya.

"Tadi Kiara panggil Ibu berulang kali dari pintu depan, tidak dijawab. Kiara sudah khawatir, ternyata Ibu ada di sini." Hati Kiara sangat lega setelah melihat Ibunya ada di teras belakang sedang membuat kue.

"Ibu tidak mendengar kamu panggil," jawab Ibunya tenang sambil mengatur kue-kue yang ada dimeja.

"Banyak sekali kuenya, ada pesanan?" tanya Kiara.

"Iya, katanya kue untuk acara pesta. Teman Ibu yang merekomendasikannya ke sini. Besok pagi baru diambil."

"Pantas saja banyak. Aku mandi dulu, badan rasanya lengket. Nanti aku bantu." Kiara berlalu pergi masuk ke dalam rumah.

Beberapa menit kemudian, Kiara sudah kembali lagi dengan wajah yang lebih segar dan baju yang sudah diganti.

"Makan dulu, ada ayam goreng kesukaanmu. Setelah makan bantu Ibu."

Kiara segera mengambil nasi dan goreng ayam yang sudah tersedia dimeja makan. Dengan lahapnya Kiara makan, hanya dalam hitungan menit, nasi dan ayam goreng sudah berpindah ke dalam perutnya.

"Biar Kiara yang masukin ke toples." Kiara segera membantu Ibunya setelah selesai makan dan mencuci piringnya.

"Hati-hati, jangan rusak," kata Ibunya.

Kiara mulai menyusun kue-kue ke dalam toples dengan hati-hati. Satu per satu kue yang menumpuk dimeja mulai tertata rapih di dalam toples.

"Bu, besok Bagas mengajak Kiara ke acara Papanya. Kiara tadinya mau menolak tetapi tidak sampai hati. Bagas sangat baik, Kiara tidak tega." Kiara membuka percakapan.

"Acara apa? sampai harus ikut dengan keluarganya, nanti kamu malah membuat masalah di sana," kata Ibunya melihat ke Kiara.

"Katanya sih acara kantor Papanya. Mereka mengizinkan Kiara ikut."

"Kamu ke sana mau memakai baju apa? Tidak ada baju yang bagus. Di sana nanti banyak orang yang datang dari kalangan atas. Kamu akan malu."

"Bagas akan membelikan Kiara baju. Tidak tega kalau menolak." Kiara melihat ke Ibunya, ternyata Ibunya juga sedang menatap tajam dirinya.

"Kiara, Ibu tidak pernah mengajarkanmu meminta apa pun dari orang lain. Walaupun kita hidup pas-pasan, hanya cukup untuk makan dan biaya Sekolah kamu tetapi jangan sampai kita meminta belas kasihan orang."

"Ibu, kenapa ke sana bicaranya. Kiara tidak meminta, Bagas sendiri yang memaksa Kiara untuk ikut. Saksinya Silvi kalau Ibu tidak percaya," potong Kiara sebelum Ibunya bicara panjang lebar ke mana-mana.

"Kamu bisa menolaknya Kiara, jangan memaksakan kalau kamu tidak sanggup," Ibunya berkata dengan ketus.

"Sudah Kiara bilang, tadinya mau menolak tetapi tidak tega Bu, Bagas sangat baik ke Kiara. Masa cuma minta ditemani ke acara Papanya saja tidak mau. Boleh ya, Bu." Kiara meminta izin Ibunya dengan mimik muka yang di buat sesedih mungkin.

"Tidak, nanti kamu malah mempermalukan keluarganya Bagas," jawab Ibunya.

"Bu, please. Sekali ini saja, Kiara tidak akan membuat ulah di sana," wajah Kiara di buat memelas sedemikian rupa agar diizinkan Ibunya.

"Perasaan Ibu tidak enak," Ibunya melihat ke Kiara. "Ibu takut terjadi apa-apa denganmu di sana."

"Ibu, bagaimana sih. Tadi masalah baju sekarang takut terjadi apa-apa. Tenang saja Bu, Kiara sudah 18 tahun bisa menjaga diri. Di sana juga ada Bagas yang akan menjagaku."

"Ibu tetap saja khawatir, kamu harta Ibu yang paling berharga. Kalau terjadi sesuatu sama kamu, lebih baik Ibu mati saja," Ibunya memandang Kiara dengan mata yang berkaca-kaca. "Ibu menyayangi kamu melebihi nyawa Ibu sendiri."

Kiara berdiri dari duduknya, mendekat dan memeluk Ibunya dari belakang. "Ibu segalanya buatku. Jangan sedih, Kiara tidak mau melihat Ibu sedih. Kalau Ibu melarang Kiara untuk pergi, Kiara tidak pergi. Yang penting Ibu jangan sedih lagi."

"Ibu hanya takut terjadi sesuatu di sana. Duduklah." Ibu menyuruh Kiara duduk disampingnya. "Kamu yakin mau ikut ke sana?" lanjut Ibunya setelah Kiara duduk.

"Ibu tidak mengizinkan, aku tidak ikut," jawab Kiara.

"Ibu izinkan tetapi kamu harus janji satu hal," kata Ibunya terdiam sejenak.

"Apa Bu?" mata Kiara berbinar.

"Jaga dirimu baik-baik, jangan jauh-jauh dari Bagas. Kamu masih kecil, tidak tahu betapa kejamnya dunia ini."

"Jadi Ibu mengizinkan Kiara?" tanya Kiara untuk menyakinkan.

"Iya," jawab Ibunya.

"Terima kasih Ibu, Kiara janji tidak berbuat aneh-aneh di sana." Kiara memeluk Ibunya yang di balas pelukan sayang seorang Ibu ke anaknya.

"Kalau sudah selesai acara, kamu langsung pulang ya," kata Ibunya lagi.

"Tenang saja Bu, aku pergi dengan keluarganya Bagas ke acara perusahaan Papanya bukan pergi ke Medan perang. Begitu selesai aku pasti langsung pulang."

"Sudah, sudah lanjutkan pekerjaanmu biar cepat selesai. Masukin kembali kuenya ke dalam toples."

...

"Bagas, kamu sudah bicara ke Kiara?" tanya seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.

"Sudah Ma," jawab Bagas.

"Dia mau ikut?" tanyanya lagi.

"Tadinya dia tidak mau tetapi Bagas meyakinkannya sampai akhirnya mau ikut."

"Kenapa?" tanya Mamanya lagi.

"Masalah kecil Ma, cuma karena tidak punya baju yang pantas di pakai saja. Besok Bagas mau belikan dia baju, sepulang Sekolah."

"Ajak ke Butik langganan Mama saja, biar nanti Tante Susi yang memilihkannya," kata Mama.

"Iya Ma, rencana Bagas juga begitu. Biar nanti Tante Susi yang memilihkannya, baju apa yang cocok untuk pergi ke acara Papa besok."

"Sudah malam, Papa belum pulang?" tanya Bagas mengalihkan pembicaraan.

"Mungkin banyak pekerjaan di Kantor, apalagi besok ada acara besar." Jawab Mama duduk di sebelah Bagas yang dari tadi sedang menonton film.

...

Di tempat lain di dalam kamar yang bernuansa putih-putih, terlihat seorang wanita cantik sedang duduk sambil mempermainkan ponselnya. Wajahnya seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Aku besok harus tampil lebih cantik di antara para wanita yang datang ke acara perusahaan. Pak Leo harus tertarik padaku, semakin lama aku mengenalnya aku semakin menyukainya. Aku jatuh cinta padanya. Tetapi Pak Leo hanya tertarik dengan tubuhku saja, baginya aku hanya boneka pemuas nafsunya saja." Wanita tersebut berbicara sendiri di dalam hatinya, matanya sekali-kali melihat ke layar ponsel yang dimainkannya. "Aku merindukan Pak Leo, di mana dia sekarang? Monika merindukan Bapak," gumamnya sendirian.

Angin malam yang masuk lewat jendela kamar yang tidak tertutup, nampak ikut larut dalam kerinduan seorang Monika. Cinta yang dipendam, cinta yang bertepuk sebelah tangan. Cinta atau sebuah keegoisan?