Di lorong Rumah Sakit, orang-orang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Para Suster hilir mudik membawa troli yang berisi obat-obatan. Dari kejauhan, terlihat seorang pria tampan menjadi pusat perhatian.
"Siapa dia?" bisik para Suster yang melihat pria tersebut.
"Ya ampun, tampannya. Dia mau menjenguk atau berobat?" bisik yang lainnya.
Kehebohan sempat terjadi di antara para suster dengan kedatangan pria tersebut.
"Di mana Monika?" gumamnya sendiri, celingukan mencari ruangan yang tadi di sebutkan Monika.
Monika yang melihat kedatangan bosnya dari jauh, segera bangun dari tempat duduknya. "Pak Leo, sepertinya itu Pak Leo," gumamnya.
Kiara yang sedang duduk disebelahnya melihat ke Monika. "Ada apa?" tanyanya.
"Kamu tunggu di sini sebentar," ucap Monika ke Kiara, lalu berjalan ke arah Bosnya. "Pak Leo," panggilnya.
Leo yang merasa namanya di panggil, menoleh ke arah Monika.
"Pak Leo, kenapa tidak telepon saja, biar aku yang jemput ke luar," kata Monika.
Bukannya menjawab, Leo malah balik bertanya. "Siapa yang sakit?"
Monika menjelaskan ke Leo bagaimana dia bisa ada di Rumah Sakit. "Anak itu masih ditangani dokter, mungkin kakinya patah."
"Kamu lupa, kita ada meeting penting hari ini?" tanya Leo tajam.
Monika yang merasa bersalah menundukkan kepalanya. "Tidak Pak, maaf."
"Untung saja, klien mengundurkan jadwal pertemuan kita hari ini. Dan aku juga ada pertemuan lain di dekat sini," kata Leo.
"Maaf, aku tidak akan mengulanginya." Monika makin merasa bersalah. "O ya, aku tidak sendirian di sini. Ada temanku di sana, aku tadi meninggalkannya sendirian. Mari Pak, kita ke sana?" ajak Monika.
"Aku tidak punya banyak waktu," jawab Leo. Tatapannya menyapu ke seluruh ruangan, sampai akhirnya penglihatan Leo jatuh pada sosok gadis cantik yang sedang duduk menyandar di kursi.
"Kiara?" gumamnya pelan.
"Apa, Pak?" tanya Monika yang mendengar tidak jelas.
"Tidak," kata Leo datar.
Leo terus melihat kearah Kiara duduk, membuat Monika mengikuti kearah mana Leo melihat.
"Bapak kenal dengan temanku?" tanya Monika.
"Teman?" tanya Leo.
"Iya. Gadis itu yang bersamaku, membawa anak yang kecelakaan," jelas Monika. "Mari Pak, kita ke sana. Kasihan dia sendirian."
Leo hanya diam mematung, seperti orang yang kebingungan. Badannya tiba-tiba saja jadi berkeringat tetapi dia berusaha untuk tetap tenang di depan Monika.
"Mari Pak, kita ke sana," ajak Monika lagi melihat Bosnya hanya berdiri saja.
Mau tidak mau, akhirnya Leo mengikuti Monika dari belakang. Terlihat sekali wajah Leo yang harap-harap cemas.
"Kiara," panggil Monika.
Kiara yang sedang menunduk, melihat ke arah Monika.
"Kiara, maaf meninggalkanmu lama. Kenalkan ini Bos aku, Pak Leo," kata Monika.
Pandangan Kiara langsung mengarah ke Leo. Tatapannya tajam menghujam tepat di kedua bola mata Leo. Wajah Kiara yang tadinya tenang seketika berubah menjadi merah.
"Kiara, kenapa denganmu?" tanya Monika. "Apa kamu sakit?"
Kiara hanya terdiam, mencoba mengendalikan emosinya karena dia sadar sekarang situasinya tidak memungkinkan untuk dirinya marah.
"Tidak apa-apa," jawab Kiara mengalihkan pandangannya dari Leo.
Leo sendiri berusaha untuk tetap tenang, padahal hatinya sudah tidak menentu, takut Kiara akan memakinya di depan orang banyak.
"Pak, kenalkan. Ini Kiara, yang membantuku," kata Monika.
Leo langsung mengulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan tetapi Kiara diam saja.
"Kiara," tegur Monika.
Kiara tetap diam, tidak menyambut uluran tangan Leo. Karena tangannya tidak di sambut, akhirnya Leo menarik kembali tangannya.
"Maaf Pak, dia masih anak-anak," kata Monika merasa tidak enak ke Leo.
"Tidak apa-apa," jawab Leo tenang. "Ini bukan salahmu."
Mendengar jawaban Leo begitu, Kiara kembali menatap tajam ke arah Leo. Ingin rasanya Kiara marah tetapi apa daya, sekarang sedang berada di Rumah Sakit, masa iya dia ngamuk.
Ketiganya kembali terdiam. Untuk mengalihkan suasana yang canggung, Monika mengajak Leo dan Kiara duduk.
"Lebih baik kita duduk, biar lebih nyaman." Monika duduk di ikuti Leo dan Kiara.
Tidak lama kemudian, datang sepasang suami istri yang berjalan terburu-buru. Langsung bertanya ke bagian resepsionis. "Permisi Suster, apa tadi ada anak yang kecelakaan dibawa ke sini?" tanya yang laki-laki.
"Atas nama siapa" tanya Suster.
"Indra Wijaya," jawabnya.
"Ada, setengah jam yang lalu karena kecelakaan?" tanya Suster.
"Iya, iya. Betul," jawab mereka serempak.
"Pasien sekarang masih ditangani Dokter di ruang operasi, silahkan Bapak dan Ibu menunggu sebentar," kata Suster.
"Iya, Suster. Terima kasih."
Monika yang tanpa sengaja mendengar percakapan mereka, langsung mendekati orang tua tersebut.
"Permisi, apa kalian orang tua Indra?" tanya Monika. "Aku tadi tanpa sengaja, mendengar percakapan kalian dengan Suster."
"Iya, kami orang tuanya."
"Kenalkan, aku Monika. Yang membawa anak kalian ke Rumah Sakit." Monika mengulurkan tangannya yang di sambut mereka berdua.
"Terima kasih banyak Nona. Terima kasih," kata mereka dengan tulus.
Monika menemui orang tua Indra dan meninggalkan dua orang yang saat ini sedang duduk terdiam satu sama lain.
Kiara yang sesekali mempermainkan ujung rambutnya tampak gelisah, melihat terus ke arah Monika yang sedang berbincang.
"Hm, Hm," Leo berdeham mencoba mencairkan suasana. "Kamu baik-baik saja? terlihat sekali kalau kamu gelisah." Leo mencoba membuka pembicaraan.
Kiara hanya terdiam. Jangankan menjawab, Leo melihat ke arahnya saja, Kiara membuang muka. Karena tidak ada jawaban, Leo terdiam kembali. Di dalam hatinya merasa kesal dengan sikap Kiara seperti itu.
"Bocah ingusan ini menguji kesabaranku," Leo berbicara sendiri di dalam hatinya.
Kiara tiba-tiba bangun dari duduknya, Leo yang berada didepannya melihat ke Kiara. "Mau ke mana?"
Lagi-lagi Kiara diam, dia malah sibuk membetulkan tas gendongnya tanpa mempedulikan Leo.
"Kak Monika," panggil Kiara.
Monika yang di panggil menoleh dan segera mendatangi Kiara.
"Aku harus ke Sekolah, ada salah satu mata pelajaran yang akan ulangan hari ini," kata Kiara. "Lagi pula bukankah keluarganya Indra sudah datang?"
"Iya, keluarganya sudah datang. Kita bisa pulang," jawab Monika.
Leo yang mendengar itu, langsung berdiri dari duduknya.
"Monika, kamu harus kembali ke Kantor. Menyiapkan dokumen untuk meeting yang di undur hari ini," perintah Leo.
"Iya, Pak. Aku akan mengantar Kiara dulu ke Sekolah," jawab Monika.
"Tidak, tidak. Aku naik taksi saja," Kiara memotong obrolan Monika.
"Aku akan mengantarmu ke Sekolah," kata Monika lagi. "Kalau kamu naik taksi nanti terlambat."
"Tidak apa-apa, aku naik taksi saja. Aku duluan," Kiara cepat-cepat pergi dari situ, dirinya sudah tidak mau menghirup oksigen yang sama dengan Leo di situ.
Leo hanya terdiam melihat Kiara pergi. Di dalam hatinya, dia ingin mengantar Kiara ke Sekolah tapi alasan apa yang harus di pakai.
Setelah Kiara pergi, tidak lama kemudian di susul Leo dan Monika yang pergi juga.
Monika dan Leo mengambil arah yang berlawanan, karena Leo masih ada urusan di luar dengan kliennya.
"Itu seperti bocah ingusan," Leo berbicara sendiri di dalam mobil melihat Kiara yang berdiri di pinggir jalan. "Mungkin dia belum mendapat taksi."
Mobil Leo menepi tepat di depan Kiara. Kaca mobil depan perlahan turun dan Kiara mau tidak mau, harus membungkuk melihat ke dalam mobil.
"Kiara. Ayo, naik. Aku akan mengantarmu ke Sekolah," ajak Leo dari dalam mobil.
Kiara terdiam. Pikirannya di lema antara ikut atau tidak. Kalau ikut, dia pasti tidak bisa menahan emosinya. Kalau tidak ikut, dia tidak bisa mengikuti ulangan di Sekolah. "Bagaimana ini?"