Chereads / Laras: Destiny / Chapter 10 - 9

Chapter 10 - 9

Varo tersenyum miring menanggapi pertanyaan Verga. "Kau fikir aku seperti dirimu yang mengandalkan hubungan persahabatan agar selalu bisa dekat dengan Laras? dasar pengecut!" sungut Varo terkekeh pelan. Verga menarik kasar kerah baju Varo, wajahnya bakan sudah memerah karena emosi.

"Sialan! otakmu benar-benar sempit sehingga berfikiran kearah sana!"

"Bukankah aku benar?"

"Cukup! berdebat denganmu tidak ada gunanya. Jika kau menganggap dirimu seorang pria, maka dari itu aku menantangmu untuk melawanku di pertandingan balap malam ini," Verga menghentikan ucapannya sejenak sembari menatap Varo dengan senyum miring andalannya. "Kecuali jika kau memang tidak punya nyali." Ejek Verga.

"Oke. Aku terima tantangan mu, kirim saja lokasi nya kepadaku, kupastikan aku datang tepat waktu."

Varo menepuk bahu Verga kemudian membisikkan sesuatu yang membuat pria itu mengumpat kasar disana, Varo lebih dulu melangkah meninggalkan Verga yang tampak menggeram kesal disana .

'sebaiknya menyerah saja, Laras menganggapku sebagai pria pada umumnya. Sedangkan kau hanya dianggap sahabat atau mungkin seorang kakak olehnya.'

-

Laras POV

Aku menatap arloji dipergelangan tanganku yang jarumnya sudah menunjuk ke angka 9, itu berarti sudah 2 jam lamanya sejak aku membaca novel dikamarku.

Ku turunkan perlahan kacamata yang sempat bertengger dihidungku, ku tutup buku yang sedari tadi kubaca, tak lupa melipat ujung halamannya agar aku bisa tau kalimat terakhir yang ku baca.

Aku menyalakan layar ponselku kemudian melihat sebuah notif pesan yang memang sengaja ku abaikan sejak 10 menit yang lalu, aku benar-benar terlalu sibuk dengan isi novel yang kubaca.

From : Clara

'Kau dimana? tumben aku tidak melihatmu ditempat ini, Verga dan Varo keren sekali dipertandingan balap kali ini,'

'Kau akan menyesal karena tidak hadir, Ras.'

Aku sukses membulatkan kedua mataku saking terkejutnya, aku tau betul maksud pesan yang dikirim kan oleh salah satu teman kampusku, Clara. Astaga, apa lagi ini? aku benar-benar tidak mengerti dimana akal sehat mereka.

Segera aku beranjak dari kasur lalu menyambar jaket ku yang kugantung di lemari. Ku poleskan sedikit bedak tipis diwajahku dengan liptin yang senada dengan warna bibirku. Aku merapikan sedikit rambutku kemudian buru-buru keluar dari rumahku, tak lupa ku kunci agar tetap aman.

Aku merutuki diriku yang malas bahkan untuk menelpon seorang montir saja agar mengganti ban mobilku, aku terpaksa berjalan keluar berharap ada taksi yang lewat. Dan untung saja, nasib sedang berpihak denganku, aku memberhentikan taksi yang semakin mendekat, segera aku naik kemudian memberi tahu kepada supir tempat yang ingin ku tuju.

"Ku harap aku tidak terlambat." Gumam ku pelan, aku berharap bisa menghentikan dua manusia kerasa kepala itu.

Laras POV end

Seorang gadis dengan tergesa-gesa turun dari taksi setelah memberikan beberapa lembar uang kepada sang supir. Ia berlarian dengan wajah gusarnya, tak lupa dengan ponsel yang menempel ditelinganya, Laras berusaha menghubungi nomor seseorang yang membuatnya khawatir setengah mati saat ini.

"Angkat Verga! apa pertandingannya benar-benar sudah dimulai? sial aku telat!" kesal nya.

Laras berjalan menyusuri tempat yang katanya sedang diadakan pertandingan balap antara Verga dan Varo. Ia mengerutkan keningnya, tempat itu sudah sepi, bukankah seharusnya ada banyak orang yang akan menunggu di garis finish?

Ia mencoba menghentikan seseorang yang mungkin bisa ia tanyai. "Permisi, apa pertandingan balap sudah selesai?" tanya Laras pada seorang pria remaja yang tampak lebih mudah darinya.

"Sebenarnya belum selesai, kak. Hanya saja tadi kak Verga kecelakaan saat di tengah jalan. Beberapa orang sudah melarikannya ke rumah sakit."

Deg!

Jantung Laras seakan berhenti berdetak, seketika ia mematung ditempat, pandangannya menatap lurus kedepan dengan tatapan kosong.

"Kak?" pria itu mengibaskan tangannya didepan wajah Laras. Tapi tetap saja, gadis itu masih terdiam mematung.

"Saya permisi yah, kak." ucap pemuda itu kemudian melangkah meninggalkan Laras yang matanya sudah berkaca-kaca.

"Verga!!!" teriak Laras histeris bersamaan dengan air matanya yang lolos keluar dari tempatnya.

-

Laras tiba dirumah sakit beberapa menit setelah mendapatkan informasi lebih dari Varo. Ia berjalan cepat kearah ruangan yang disebutkan Varo. Laras melihat seorang pemuda yang ia yakini bahwa itu Varo, ia segera menghampiri pria yang terduduk dengan kepala yang menunduk kebawah.

"Sudah lihat akibatnya? bagaimana menurutmu, apakah ini menyenangkan?"

Lelaki itu mendongak dan menemukan wajah datar milik Laras yang sedang menatapnya. Ia bangun dari duduknya kemudian berusaha menjelaskan nya pada Laras.

"Laras, aku hanya menerima tantangan yang diberikannya untukku, tidak mungkin aku menolaknya, it's not my self." Jelas Varo dengan wajah memelas, ia berusaha meraih tangan Laras yang ditolak langsung oleh gadis itu.

"Aku kecewa denganmu dan juga Verga." Kata terakhir Laras kemudian meninggalkan Varo yang tampak frustasi.

-

Laras menatap pria lemah yang terbaring dihadapannya. Beruntung tidak ada luka dalam yang benar benar serius, hanya kepala yang diperban. Meski begitu, tetap saja itu membuat Laras khawatir.

Laras berdecak sebal menatap pria itu yang sedari tadi tersenyum melihat kedatangannya, rasa sakitnya terasa sedikit berkurang melihat wanita itu.

"Jangan tersenyum bodoh! aku kesal denganmu." gerutu Laras.

"Tega sekali memarahiku, aku sedang sakit, Ras."

"Kau sakit karena kau sendiri, siapa suruh menantang Varo untuk balap? sekarang kau sendiri lah yang mendapatkan sialnya." Ucap Laras kesal.

"Ya mana aku tahu kalau akan berakhir seperti ini, itu juga karena mobilnya yang tidak bisa di rem. Jadi, aku belokkan saja menabrak pohon daripada mencelakai orang." Jelas Verga.

"Remnya blog?" Verga mengangguk. "Aneh sekali." Gumam Laras.

"Aku tidak peduli, aku hanya kesal tidak bisa mengalahkan Varo." gerutu Verga, ia mengerucutkan bibirnya ke bawah.

Laras mencubit kuat perut milik Verga, sang empu meringis tapi Laras seperti tak memperdulikannya, mungkin ia lupa jika Verga sedang sakit.

"Awww hentikan Laras, ini sakit!" jerit Verga. Laras menambah sedikit kekuatannya kemudian melepas cubitannya pada perut Verga. Dapat ia lihat pria itu yang masih meringis mengelus perutnya.

"Salah sendiri, masih sempat sempatnya kau memikirkan hal itu!" bentak Laras. Verga tak menggubrisnya, ia sibuk mengelus perutnya yang sudah memerah. Laras merasa sedikit tidak enak pada pria itu, ia ikut menyentuh bagian perut yang sempat ia cubit tadi.

"Sakit sekali, yah?" Verga mengangguk lucu. Laras yang tidak tega 'pun langsung memeluk tubuh Verga, memberi usapan lembut di pucuk kepala pria itu. Tanpa Laras sadari, Verga diam diam tersenyum senang mendapat perlakuan seperti itu.

Laras ingin melepaskan pelukannya namun Verga yang kembali menahan tubuhnya. Laras merasakan usapan lembut dipunggunya.

"Biarkan seperti ini dulu, sebentar saja gadis kecilku." Laras hanya mengangguk dan berusaha mencari posisi ternyaman didada pria itu.

"Kau sudah besar yah ternyata, bukan lagi gadis cengeng yang sering menggangguku dulu. Tau tidak? setiap aku memelukmu aku selalu merasa seperti sudah membesarkan seekor kucing kecil yang kutemukan dihalaman rumahku. Aku sangat menyayangimu, setiap melihatmu aku selalu merasa ingin melindungi dan menjagamu, melihatmu terluka aku juga ikut sesak melihatmu, kau benar-benar seperti anugerah terindah yang sengaja Tuhan kirim untuk kujaga. Aku sangat bersyukur akan hal itu."

"Astaga, kenapa perkataanmu jadi manis begitu?"

"Bukankah aku memang manis sejak dulu?"

Setelahnya mereka berdua tertawa bersama tanpa menyadari seseorang yang menatapnya dari jendela dengan tangan terkepal kuat dibalik kemejanya.