Sejak malam itu, Yuana tidak bisa kontak Bobby. Dia jadi merasa aneh. Kenapa tiba-tiba nomornya tidak bisa dihubungi? Dia bertanya pada Manfred, cowok itu menjawab mungkin saja Bobby masih sibuk. Tapi tidak masuk akal, jika sibuk malah nomor tidak aktif.
Sudah empat hari berlalu. Dan Manfred datang memberikan surat dari Bobby. Makin aneh, bukan? Untuk apa Bobby menulis surat segala? Zaman secanggih ini!
Dengan lesu Yuana masuk kamarnya dan membuka surat itu. Terpampang tulisan Bobby yang rapi. Yuana mulai membaca.
**
My dearest Yuana,
Aku menulis surat ini beberapa hari sebelum aku pergi. Ada sesuatu yang terjadi yang memaksa aku pergi, lebih dari sekedar pindah kuliah.
Dan, aku, dengan berat hati aku mau mengakhiri hubungan kita. Maafkan aku, Yuan. Dari dasar hatiku, maafkan aku.
Yuana tak percaya membaca kalimat itu. Tangannya mulai gemetar. Seluruh tubuhnya terasa panas. Dia tidak salah baca, kan?
Satu yang kamu harus tahu, kamu harus percaya. Aku sangat sayang padamu. Tidak ada keinginan aku melukaimu. Tapi kita tidak bisa meneruskan hubungan kita.
Marahlah, bencilah aku. Aku siap dengan itu. Apa yang selama ini kita lalui sama-sama, aku yakin, akan membuat kamu kuat.
Selamat tinggal, Yuan. Lakukan yang terbaik. Dan berbahagialah dengan hidupmu. Jangan pernah lupa ada Tuhan yang selalu setia menjaga-Mu.
Yuana tak berkedip. Benar. Bobby memutuskan hubungan mereka. Kenapa? Apa dia punya salah? Atau Bobby punya pacar lagi? Yuana mulai panik. Air matanya keluar tanpa bisa ditahan. Dadanya sedikit sesak. Bingung, marah, kecewa, bercampur aduk di hatinya.
"Manfred ... Manfred pasti tahu. Aku akan temui Manfred," katanya.
Yuana pergi ke rumah Manfred dengan motor Yoel. Dia langsung masuk rumah begitu sampai di sana. Marieta ada di ruang tamu.
"Rieta, Manfred ada?" tanya Yuana.
"Ada. Duduk, Kak. Aku panggilkan. Dia lagi tidur." Marieta menuju kamar Manfred, membangunkan kakaknya.
Tak lama Manfred keluar. Dia tahu apa yang Yuana ingin bicarakan. Pasti soal Bobby. Melihat wajah cemas dan bingung yang tampak pada gadis cantik itu, Manfred harus bersiap menjawab.
Manfred duduk di sebelah Yuana.
"Kamu tahu soal Bobby?" Yuana menatap Manfred dengan gelisah.
"Soal apa?" Manfred pura-pura tidak paham maksud pertanyaan itu.
"Dia putuskan aku, Fred. Surat yang kamu berikan tadi. Isinya dia memutuskan hubungan kami. Dia ga bilang kenapa. Cuma dia harus melakukan itu. Fred, kamu tahu sesuatu, kan?" Wajah Yuana memerah, ingin menangis mengatakan itu.
Manfred diam. Dia tidak bisa bohong, masih memikirkan kata yang tepat untuk menjawab.
"Kenapa dia tega sama aku? Aku salah apa? Dia tahu aku sayang sekali padanya. Dia tahu, aku butuh dia di sisiku. Kenapa, Fred?" Yuana sudah menangis. Dadanya terasa penuh dan berat.
"Yu, Bobby juga sangat sayang kamu. Dia punya alasan kuat kalau harus lakukan ini. Kamu kenal baik Bobby seperti apa." Kalimat ini Manfred tahu tidak akan memberikan kelegaan buat Yuana.
"Kamu tahu alasannya?" Yuana kembali menatap Manfred, dengan kedua pipinya masih basah.
Manfred tidak menjawab. Dia hanya balik memandang Yuana.
"Kamu pasti tahu. Kenapa kamu tidak bilang?" Yuana mulai kesal.
"Aku tidak bisa." Manfred merasa tenggorokannya sedikit tercekat. Merasa bersalah memilih diam, tapi tidak mungkin mengatakan apa yang terjadi tanpa seijin Bobby.
"Kenapa?" Suara Yuana marah.
"Aku kira Bobby sendiri yang paling tepat mengatakan semuanya. Kamu pasti kuat hadapi ini." Berat, tetapi hanya ini yang bisa Manfred katakan.
"Ayolah, Fred. Aku coba mengerti kenapa dia harus lepaskan aku. Aku tak mau membencinya. Katakan padaku, Fred ..." Suara Yuana berubah memelas.
"Aku sudah janji. Aku tak bisa bilang." Manfred menggeleng, dengan hati yang juga perih. Dia tidak bisa mengerti kenapa harus seperti yang Yuana dan Bobby alami.
"Oh ..." Yuana mendesah. "Kalian selalu kompak memang. Sekarang siapa yang mau perduli perasaanku? Siapa yang mau mengerti aku?"
"Yuan, aku masih di sini. Aku akan tetap sama kamu," kata Manfred. "Kita boleh saja punya rencana. Tapi Tuhan bisa mengijinkan keadaan berjalan tidak seperti yang kita harapkan. Dia bisa jadi punya rencana berbeda. Kita hanya perlu berserah, percaya Tuhan akan berikan yang terbaik."
"Keluarga hancur, pacar meninggalkanku ... Itu terbaik?" Ketus suara Yuana. Marah dan kecewa kembali meluap.
"Yuan, hidup kita belum berakhir. Masih ada hari esok, masa ada harapan ..."
"Dengan semua yang terjadi ini, aku cuma tahu, ga ada yang sayang sama aku." Yuana rasanya tidak bisa percaya siapapun dengan semua yang telah dia lalui.
"Kamu salah. Bobby sayang kamu. Aku sayang kamu. Tuhan juga sayang kamu. Apapun yang terjadi tidak bisa jadi alasan untuk kamu bilang ga ada sayang untukmu," ujar Manfred.
Yuana menunduk. Tidak tahu aku bicara apa lagi. Bobby sudah pergi. Dia harus melepaskannya. Dia tidak punya pilihan ... Sakit sekali ...
*****
Yuana kembali pulang dengan hati carut marut. Tidak ada semangat rasanya. Masih tak bisa dia percaya, Bobby yang begitu manis dan penuh cinta, hingga hari-hari terakhir sebelum dia pergi untuk kuliah ke Surabaya, ternyata memutuskan hubungan tiba-tiba.
"Kamu ke Surabaya untuk apa, Bob? Benar untuk kuliah?" Hati Yuana mulai bertanya. Pikirannya makin jauh ke mana-mana.
Sambil berbaring dengan rasa tubuh lunglai di atas kasur besar di kamarnya, Yuana terbawa pada semua waktu-waktu yang dia lewati dengan Bobby. Kekasihnya yang tampan dan baik hati, selalu membawa keceriaan buatnya. Bobby punya segala macam cara membuat Yuana tersenyum, tidak pusing dengan sumpeknya suasana rumah.
Bobby juga yang mengajarkan Yuana dekat dengan Tuhan, yakin semua hal yang dijalani bukan kebetulan. Tuhan ijinkan untuk mengajarkan sesuatu dan menjadikan lebih dewasa. Semua yang Bobby katakan seakan bergantian datang di kepala Yuana.
"Kamu tega, Bob …Kamu tega …" lirih dengan air mata masih berlinang, Yuana berulang kali mengatakan kalimat itu.
Pintu kamar Yuana terbuka, Yuana menoleh. Ira berjalan masuk dan berdiri di sisi ranjang. Yuana duduk dan mengusap matanya, mengeringkan air mata di pipinya. Ira terkejut. Wajah Yuana merah, matanya sedikit sembab.
"Mbak Yuan? Kenapa?" Ira seketika duduk di kasur dan memandang Yuana dengan tatapan bingung.
"Mbak Ira …" Yuana menggeser tubuhnya, mendekat pada Ira dan memeluknya. Kembali tangisnya meledak. Kali ini bahkan dia luapkan hingga menangis dengan keras.
Ira bingung, tapi dia biarkan Yuana menangis dalam rangkulannya. Dia usap-usap punggung Yuana untuk menenangkan gadis itu. Sambil terisak, terbata-bata Yuana mengatakan Bobby memutuskan hubungan mereka.
Ira makin terkejut dengan kabar yang Yuana ucapkan. Bagaimana mungkin? Beberapa hari lalu, Bobby datang, makan bersama Yuana, mereka begitu manis dan mesra. Hati Ira teriris. Yuana begitu sedih dan luka. Ira tidak mampu berkata apa-apa selain hatinya ikut pahit dengan yang Yuana alami.