Chereads / Yuana, Stay With Me / Chapter 16 - Kepedihan Bertubi-tubi

Chapter 16 - Kepedihan Bertubi-tubi

"Sudah lebih tenang, Bob. Tadi minta makan di kamar." Lisa mengambil nasi dan lauk buat Bobby.

"Makan berdua saja kita?" Bobby memandang Lisa. Cantik, lebih lembut auranya disbanding Yuana. "Bisa romantis ini," goda Bobby.

"Ah, bisa saja kamu." Lisa tersipu.

Sambil makan mereka meneruskan percakapan. Tentang kuliah Bobby yang mulai sibuk. Sejauh yang sudah berjalan, semua lancar saja.

"Ada yang istimewa." Bobby meletakkan sendok dan kembali melihat Lisa. Lisa pun mengangkat muka memandang Bobby. "Ada yang naksir aku."

Kata-kata itu, entah kenapa, tiba-tiba menimbulkan rasa tak enak di hati Lisa.

"Oo ... cantik?" Itu yang muncul di bibir Lisa.

"Cantik juga." Bobby mengangguk.

Lisa tersenyum kecut.

"Jangan kuatir. Aku tipe pria setia." Lagi Bobby menggoda Lisa. Senyum Bobby melebar.

"Kamu bilang sudah punya istri?" Lisa jadi penasaran, kira-kira Bobby mengenalkan diri bagaimana di tempat dia kuliah.

"Tidak. Maaf, Lis, aku bilang aku punya pacar." Bobby tidak mau berdusta, dia katakan apa adanya. "Aku …"

"Aku mengerti, Bob. Kalau temanku tahu aku sudah menikah, aku juga akan malu." Lisa menyahut cepat. Tidak nyaman, aneh, canggung, entah bagaimana menjelaska perasaannya.

"Ya, sampai sekarang kita bertingkah bukan seperti suami istri, kan? Tapi teman." Bobby meraih sendok dan mulai mengambil makanan di piring.

"Ya ... kita teman." Lisa tersenyum. Mereka pernah sepakat untuk berteman. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatinya mengingat kesepatakan itu.

Bobby adalah pria pertama buat Lisa. Sikapnya yang sangat lembut dan baik membuat Lisa merasa begitu nyaman dan tenang. Hati Lisa meminta lebih tampaknya.

"Apa kabar Yuana, Bob?" Tiba-tiba terlintas nama itu di kepala Lisa.

Bobby kembali mengangkat wajahnya, menghentikan mulutnya yang sedang mengunyah.

"Dia masih marah, kata Manfred. Tapi dia bukan pendendam. Hatinya sangat baik. Dia juga gadis yang malang. Sejak dia kecil orang tuanya tidak akur. Yuana tidak bahagia dan tidak betah di rumah karena itu. Orang tuanya hanya mikir bisnis dan diri sendiri." Kisah Yuana Bobby tuturkan.

Lisa menyimak dan menyimpan informasi itu di dalam hatinya.

"Apa kamu tidak ingin bertemu dengannya? Menjelaskan semua yang terjadi padamu? Kamu terlalu baik, Bob. Tidak seharusnya Yuana salah paham terus." Lisa mengusulkan.

"Okelah, kalau tidak ada halangan, weekend ini aku akan temui dia." Bobby setuju.

Selesai makan Bobby pamit pergi kuliah. Lisa masih membereskan meja makan. Bobby mendekatinya, dia memeluk dan mencium kening Lisa. Lisa tersentak dengan itu. Jantungnya segera bergemuruh tanpa bisa dia cegah. Tidak dia sangka Bobby melakukan itu.

"Baik-baik di rumah. Aku pergi. Kalau kamu ke rumah sakit, pastikan papa aman." Bobby berpesan. Lisa mengangguk.

Bobby meraih HP-nya yang ada di meja. Ada chat dari Manfred.

Manfred

- pesan penting dari Yuana. Jangan jadi pengecut. Datang dan jelaskan semua. Baru akan dipertimbangkan apakah bisa dimaafkan.

Bobby tersenyum membaca pesan itu. Yuana, membaca nama itu, senyum manis gadis kesayangan muncul dalam benak Bobby. Dia rindu, sangat rindu. Tapi dunia Bobby sudah begitu berbeda.

Bobby

- Oke. Aku akan atur waktu pulang. Aku kabari lagi nanti.

Bobby memasukkan HP di ransel. Dia naik ke motornya dan meninggalkan rumah.

*****

Kondisi Amara makin lemah. Lisa hampir tidak bisa meninggalkannya. Sudah tiga hari ini Lisa tidak pulang. Papanya juga terus menemani mamanya.

"Lis ..." Lirih sekali suara Amara. Lisa mendekatkan telinganya ke mamanya. "Mama ... ga kuat ..."

"Maa ..." Lisa memegang tangan mamanya.

"Mama ... lelah ..." Amara memejamkan matanya. Nafasnya nampak sangat berat.

Lisa mulai menangis. Hatinya terus berdoa. Dia serahkan mama pada Tuhan. Dia minta kekuatan Tuhan untuk mama, papa, dan dirinya.

"Mas ..." Amara memanggil Widyo. "Lepaskan aku ... aku mau pulang ..."

"Amara ... Amara ..." Widyo sudah menangis memeluk lengan istrinya.

Nafas Amara makin berat, satu satu... dia kelihatan sangat menderita. Lisa memanggil dokter jaga. Dokter dan perawat datang. Mereka berusaha memberikan pertolongan. Lisa dan papanya menunggu di luar ruangan.

Bobby datang. Dia dari kampus dia langsung ke rumah sakit. Dia pelan-pelan menghampiri Lisa yang ada di depan ruangan Amara. Dia menepuk pundak Lisa. Lisa menoleh dan langsung memeluk Bobby. Dia sangat takut. Sekalipun dia berserah dan pasrah, tetap dia takut kehilangan mamanya.

Bobby membalas pelukan Lisa. Tanpa Lisa bicara Bobby tahu apa yang tengah terjadi. Amara kritis. Dalam hati Bobby juga berdoa. Dia serahkan semua pada Tuhan.

Beberapa menit kemudian dokter keluar ruangan. Lisa melepas pelukannya dari Bobby.

"Kami sudah berusaha, tetapi Tuhan berkehendak lain. Kami mohon maaf, kami tidak berhasil menolong Ibu Amara." Dokter memberi kabar.

Tangis Lisa pecah. Tangis Widyo tak dapat ditahan. Suaranya menyayat hati bagi yang mendengarnya. Lisa memeluk papanya. Dia tahu papanya tidak siap dengan ini. Tapi dia harus kuat.

"Pa ... mama sudah tenang sekarang. Sakitnya sudah hilang. Mama sudah bersama Tuhan," kata Lisa sambil memeluk papanya.

"Amara ... Amara ..." Tidak ada lain yang Widyo katakan selain menyebut nama istrinya.

Bobby menghubungi orang tuanya. Dia mengurus semua keperluan untuk pemakaman. Dan keesokan harinya pemakaman dilangsungkan sederhana. Keluarga dan rekan yang datang semua mengucapkan dukacita.

Usai pemakaman, begitu tiba di rumah, Widyo yang sungguh hancur hati, meninggalkan rumah dengan membawa motor Bobby.

"Ya Tuhan, lindungi papa." Doa Lisa. Dia sangat cemas.

"Tenang, Lis. Papamu pasti baik-baik." Berto berusaha menenangkan Lisa.

"Ya, Ayah." Hati Lisa masih gelisah.

Rumah itu kembali senyap. Seperti waktu pertama kali Bobby datang ke rumah ini. Sampai esok paginya Widyo belum kembali. Lisa makin cemas. Semalaman dia hampir tidak tidur.

Sampai jam empat pagi dia masih saja terjaga.

"Kita berdoa saja, Lis. Tenanglah. Kamu bisa sakit nanti kalau ga istirahat," kata Bobby.

"Gimana aku bisa tenang, Bob," ujar Lisa. DIa sangat kuatir jika terjadi sesuatu yang buruk dengan papanya.

Jam lima pagi pintu rumah diketuk seseorang. Tentu saja membuat isi rumah kaget. Bobby cepat-cepat membuka pintu depan. Lisa mengikuti di belakangnya.

"Selamat pagi." Seorang polisi berdiri di sana.

"Selamat pagi." Bobby menatap polisi itu dengan saja cemas.

"Benar kediaman bapak Widyo Utomo?" tanya polisi itu.

"Ya. Beliau orang tua kami," jawab Bobby.

"Dengan sangat berat hati kami sampaikan bahwa bapak Widyo mengalami kecelakaan. Saat ini berada di rumah sakit umum."

"Apa? Papa?!!" Lisa kaget luar biasa. Badannya langsung gemetar.

Dewita yang sudah berdiri di dekatnya memeluk Lisa untuk menenangkannya. Lisa merasa tubuhnya lemas lunglai. Dewita memapahnya untuk duduk.

"Bagaimana kondisi Widyo sekarang, Pak?" Berto yang bertanya. Wajahnya sangat tegang mendengar kabar ini.

"Kecelakaan yang dialami sangat parah. Jadi, beliau tidak selamat." dengan berat polisi itu menyampaikan kabar ini.

"Tidak!! Tidak!! Papa ..." Lisa pingsan.

Bobby sangat terkejut. Segera Bobby mengangkat tubuh Lisa dan membawanya ke kamar depan yang paling dekat.

Rasanya tak percaya dengan semua ini. Belum kering pusara Amara. Sekarang mereka harus menerima kenyataan Widyo pergi menyusul istrinya itu. Dada Bobby terasa penuh. Dia hanya bisa memandangi Lisa yang tergeletak lemah. Sementara Dewita berusaha menyadarkan Lisa.