22 September ...
Long Beach, New York, Amerika Serikat ...
***
Sha ....
Sha ...
Sha ...
Suara angin menderu lepas dari pantai secara menghempas, membawa rasa dingin yang menyengat ketika bersentuhan dengan kulit secara langsung.
Gelapnya langit malam di atas sana menandakan kalau perubahan suhu sudah dimulai.
Hembusan angin malam di Long Beach benar-benar membawa kesengsaraan bagi siapa pun orang yang berada di luar. Angin yang berhembus sangatlah kencang, membawa beberapa butir pasir turut bergabung di udara.
Di belakang sana, ombak laut terlihat saling berkejar-kejaran satu sama lain, memberikan suara berdesir yang begitu keras. Gulungan ombak juga terlihat tinggi-tinggi seiring dengan sapuan angin dari tengah laut.
Beberapa kerang-kerang kecil tampak merangkak di atas pasir pantai yang lembut sembari membawa 'rumah-rumah' mereka di punggungnya.
Tidak ada burung yang beterbangan, pun tidak ada suara khas hewan-hewan malam. Long Beach menutup semua aktivitas para hewan di malam hari dengan menunjukkan kedigdayaannya.
Sejauh mata memandang, hamparan air terlihat membentang luas di belakang sana. Cahaya rembulan tampak memantul pada riak air yang bergelombang kuat.
Bintang-bintang di atas sana juga menghilang, ditutupi oleh awan hitam. Jadi, temaramnya malam hari ini hanya ditemani oleh cahaya keemasan sang rembulan. Dewi malam itu sangat murah hati, sebab mau membagikan cahaya yang ia miliki secara cuma-cuma pada bumi.
Di bawah kelamnya langit malam, berada di sisi bibir pantai, seorang pria tergeletak tak berdaya dengan keadaan basah kuyup. Sekujur tubuhnya tampak basah dan juga berlumuran pasir-pasir pantai yang terseret ombak.
Kedua kelopak mata pria itu tertutup rapat. Hembusan napasnya terdengar sangat damai.
Hingga tiba-tiba saat sebuah kerang bergerak mendekat dan menyentuh hidungnya, bulu mata pria itu pun terlihat bergetar selama beberapa saat. Tak berselang lima detik, kedua kelopak matanya terbuka, menyebarkan manik mata hijau indahnya pada keheningan malam.
Butuh selama beberapa saat untuk pria itu mengembalikan semua kesadarannya. Hingga setelah dirasa cukup, dengan gerakan pelan, pria itu pun berusaha untuk duduk.
Kedua manik mata hijaunya memandang ke sekeliling dengan penuh kebingungan, di mana dirinya berada di sebuah tempat dengan hamparan pasir putih di mana-mana dan air menggenang yang sangat banyak di belakang sana.
"Di mana aku saat ini?" tanya pria itu bingung.
Berkat hembusan angin malam yang dingin, pria itu baru menyadari kalau pakaian yang ia kenakan tampak sangat basah. Tubuhnya pun berbalut tanah.
Pria itu membersihkan tanah-tanah dari lengan serta lehernya. Ia lantas berdiri lalu memandang lurus-lurus pada laut di depannya.
Mengabaikan terpaan angin malam yang menggila, pria itu tiba-tiba saja mengangkat kedua sudut bibirnya dengan pandangan mata yang masih memandang laut.
"Jadi ... aku sudah sampai di bumi?"
Ya. Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Xavier.
Xavier tidak tahu bagaimana caranya ia bisa sampai di sini. Saat dirinya melintasi portal waktu yang dibentuk oleh Dewa Tur, setelahnya yang Xavier rasakan adalah kehampaan. Tubuhnya terasa sangat ringan bak melayang.
Hanya itu yang Xavier rasakan sebelum dirinya terbangun di tempat yang sangat asing ini.
Tiba-tiba saja, tangan Xavier meraba-raba punggungnya, seolah-olah mencari sesuatu di sana.
Sayap ... dirinya sudah tidak memiliki sayap.
Jadi ... dia berhasil dikirim ke bumi?!
Sejauh matanya memandang ke depan sana, Xavier dapat merasakan ada sesuatu bergetar hangat di dalam dadanya. Ini adalah perasaan asing yang sebelumnya belum pernah Xavier rasakan selama dirinya di surga.
Perasaan ini ... sangat menenangkan dan juga menyenangkan.
Setelah puas menatap lautan lepas, kini kepala Xavier menengadah ke langit. Dia tersenyum ke sana lalu menangkupkan tangannya di depan dada.
"Terima kasih sudah memberikanku kesempatan ini, Dewa. Aku berjanji akan berusaha menyelesaikan misiku sebaik mungkin!"
"Hei! Apa yang kamu lakukan di sana?! Apakah kamu akan bunuh diri?!"
Teriak seseorang lantang di belakang Xavier. Suaranya hampir saja tidak bisa terdengar karena terbawa oleh angin.
Xavier berbalik, menatap sesosok pria yang berdiri sekitar dua ratus meter jauhnya dari dirinya.
Xavier tiba-tiba saja menjadi gugup saat ia mengingat kalau pria di depan sana adalah manusia pertama yang ia temui.
Terlihat pria itu berlari kecil menghampiri Xavier. Dalam kurun waktu kurang dari satu menit, pria itu sudah sampai di hadapan Xavier.
"Apa yang kamu lakukan di sini malam-malam seperti ini? Ini sudah sangat larut. Waktu menunjukkan pukul sebelas malam. Apakah kamu akan melakukan bunuh diri dengan menenggelamkan dirimu ke pantai? Iya?" ucap pria itu membanjiri Xavier dengan pertanyaan.
Bukannya menjawab, Xavier justru memandangi pria itu dari ujung kaki sampai ujung kepala lalu melihat pada kaki dan tangannya yang tampak sama dengan pria di depannya. Melihat hal ini, Xavier pun mengulum senyum bahagia.
"Hei, aku berbicara padamu!"
Setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba saja sang pria menyadari sesuatu.
"Bajumu basah, ya? Kamu benar-benar akan bunuh diri di sini?"
"T—tidak, aku ... aku tiba-tiba saja terbangun di sini!"
Ucapan Xavier jelas terdengar sangat ambigu dan sulit untuk dimengerti.
Kening pria itu mengernyit dalam. Ia mulai mempertimbangkan apakah Xavier merupakan orang jahat atau bukan.
"Apa kamu punya tempat tinggal?"
Xavier menggeleng.
"Ck. Siapa kamu sebenarnya? Mengaku tiba-tiba bangun ada di sini dan tidak memiliki tempat tinggal. Apakah kamu dibawa oleh laut ke sini?"
Xavier hanya diam saja. Tidak mengatakan apa-apa. Kepalanya saat ini sangat riuh untuk memikirkan ini dan itu.
Tidak tahu dari mana asalnya, Xavier sangat lancar berbicara dalam bahasa manusia. Mungkin inilah bekal yang Dewa Tur berikan kepadanya untuk bertahan di bumi.
"Siapa namamu?"
"Aku ... Xavier."
Saat melihat wajah Xavier lebih dalam lagi, pria itu tiba-tiba saja bergumam, "Sepertinya wajahmu tidak asing. Apakah kita pernah bertemu sebelumnya di sebuah tempat?"
Xavier spontan meraba wajahnya. Bagaimana pria itu bisa mengatakan kalau dirinya pernah bertemu dengan Xavier di suatu tempat?
Ada-ada saja!
"Lupakan saja. Perkenalkan, aku Daniel. Kamu bisa ikut denganku untuk menginap di apartemenku. Tapi, ketika pagi hari, kamu harus pergi. Pun, sepertinya aku memiliki beberapa baju yang belum sempat aku pakai. Kamu bisa mengganti bajumu dengan bajuku. Itu pun jika kamu mau."
Xavier dengan patuh menganggukkan kepalanya kecil. "Terima kasih banyak."
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Daniel langsung berbalik begitu saja dan melenggang pergi menjauh.
"Apa yang kamu tunggu di sana? Ayo ikut denganku! Kamu bisa saja mati membeku karena dingin!"
Xavier berlari kecil mengejar Daniel di depan sana.
Dalam hati, Xavier bergumam, 'Selamat datang di bumi, Xavier. Jangan lupakan kalau kamu hanya memiliki waktu sembilan puluh hari. Ngomong-ngomong ... seberapa lama sembilan puluh hari itu???'