Cahaya matahari merembes masuk pada celah-celah gorden sebelum jatuh begitu saja di atas lantai.
Xavier mengernyitkan keningnya pelan manakala dirasa ada begitu banyak cahaya yang menerpa kelopak matanya.
Xavier masih tertidur. Dia tidur di atas lantai beralaskan selimut tebal yang Daniel berikan kepadanya kemarin malam.
Dan kini, meskipun waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, baik Xavier maupun Daniel masih belum bangun. Seolah-olah mereka tidak memiliki kegiatan apa pun hari ini hingga memilih bermalas-malasan seperti ini.
Xavier, yang memang tidur tak jauh dari jendela seketika segera duduk. Dia sudah tidak tahan lagi. Tidur nyenyak-nya benar-benar terganggu.
Kenapa Xavier memilih tidur di dekat jendela atau lebih tepatnya tembok kaca ini?
Jawabannya adalah karena sepanjang malam Xavier sibuk mengagumi benda-benda berkerlip di atas langit sana yang menurutnya sangat mengagumkan.
Sedangkan untuk Daniel sendiri, tentu saja pria itu tidur di kamarnya.
"Langitnya sudah cerah," gumam Xavier kecil seraya menggosok-gosok matanya.
Setalah mengumpulkan nyawanya yang masih beterbangan di udara, Xavier pun segera bangkit seraya membereskan 'tempat tidurnya'. Xavier menaruh semua perlengkapan itu di sofa tak jauh dari sana.
Ini adalah pagi pertamanya di bumi. Pun, ini adalah pagi pertama bagi Xavier selama dirinya menjadi manusia.
Clack ...
Suara pintu terbuka, menampilkan sosok Daniel yang menguap lebar sembari merentangkan tangannya ke atas tinggi-tinggi.
Menyadari kalau Xavier menatapnya, Daniel pun segera berkata, "Kenapa kamu masih ada di sini? Bukankah aku sudah mengatakan kepadamu untuk segera pergi dari sini?"
Kejam. Sangat kejam.
"Oh, ayolah. Ini masih sangat pagi. Aku tidak memiliki tempat tinggal. Jika aku pergi dari sini, ke mana aku harus mencari tempat tinggal?" tanya Xavier memelas dengan suara serak.
"Apakah kamu memiliki uang?"
Xavier terdiam sejenak. Ia terlihat berpikir sejenak, sebelum berjalan pergi dari sana menuju keranjang pakaian basah miliknya kemarin malam. Setelahnya, Xavier kembali seraya menggoyang-goyangkan selembar uang kertas berjumlah seratus dollar.
"Ini. Aku memilikinya!"
Tanpa basa-basi, Daniel segera merebut uang itu dari Xavier dan memasukkan ke dalam saku celananya. Ternyata dia sangat hijau tentang uang.
"'Kan, kalau seperti ini enak. Aku tidak memberikan tumpangan kepadamu secara gratis. Dengan seratus dollar ini, kamu bisa menginap di apartemenku selama dua atau tiga hari lagi. Setalah itu, kamu harus keluar dari sini. Mengerti?"
Xavier hanya mengangguk saja. Satu permasalahan sudah terselesaikan. Setidaknya, ia tidak harus pusing memikirkan di mana dirinya bisa tidur untuk beberapa hari ke depan.
"Di jalanan sudah sangat ramai dengan orang-orang berlalu-lalang membawa barang. Apakah ada sesuatu?" tanya Xavier.
Daniel terdiam. Beberapa detik kemudian, dia pun segera mengerti maksud pertanyaan Xavier barusan. "Maksudmu tikar? Yeah, banyak orang yang berjemur di pagi sampai sore hari di Long Beach. Ini adalah akhir pekan. Tentu saja akan ada banyak orang yang datang ke tempat ini. Cahaya matahari di sini sangat bagus. Itulah alasan mengapa banyak orang-orang yang datang ke sini."
Xavier mengangguk-anggukkan kepalanya saja, meskipun masih belum mengerti. "Lalu, kenapa kamu tidak pergi berjemur juga?"
"Aku mau. Apakah kamu akan ikut?"
"Mn! Aku ikut denganmu. Itu terdengar menyenangkan."
"Kalau begitu bersiaplah. Kita akan ke sana dalam lima menit."
*****
Desiran halus angin pantai menyapu tubuh setengah telanjang Xavier dan Daniel. Mereka berjalan beriringan dengan selembar tikar di tangan masing-masing.
Baik Xavier dan Daniel memiliki tinggi badan yang terbilang sangat proposal. Xavier memiliki tinggi sekitar 187 CM sedangkan Daniel hanya di bawah beberapa senti dari Xavier saja, yakni 185 CM. Karenanya, perbedaan tinggi badan keduanya tidak terlalu kontras.
Seperti yang Daniel katakan. Sudah ada banyak sekali orang yang datang ke tempat ini untuk berjemur di bawah terik matahari, dengan harap mereka mendapatkan warna kulit sedikit lebih gelap.
Ada banyak anak kecil yang berlarian mengejar bola atau sekadar menatap gelombang ombak di depan sana.
Burung-burung tampak menari dengan gembira, berkicau indah seolah tak mau eksistensinya dihiraukan oleh para manusia.
Daniel menggelar tikar di tempat yang sedikit sepi. Dan dengan demikian, Xavier pun mengikuti. Keduanya segera berbaring di atas tikar masing-masing.
"Jadi ... kamu benar-benar tidak ingat siapa diri kamu sebenarnya?" tanya Daniel membuka percakapan.
Xavier segera mengangguk membenarkan. "Mn. Seperti itu."
"Bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi, huh? Kamu sangat aneh. Kamu tidak mengingat semua hal, tapi kamu tetap mengingat siapa namamu."
"Sungguh. Aku tidak berbohong. Kamu adalah orang pertama yang aku temui sesaat setelah aku bangun."
Daniel menghela napasnya dalam. "Awalnya aku merasa curiga kalau kamu adalah bagian dari salah satu komplotan orang jahat. Tapi, setelah melihat gerak-gerik mu, kamu tidak terlihat seperti itu. Kamu lebih cocok dilihat sebagai pria idiot ketimbang sebagai penjahat," pungkas Daniel dengan jujur.
Ia kembali mengingat bagaimana hebohnya Xavier ketika Daniel menghidangkan sebuah mie untuk pria itu kemarin malam. Entahlah, Daniel hanya merasa kalau sesekali Xavier terlihat seperti seorang idiot yang tidak tahu apa-apa. Mungkin ucapannya terdengar kasar, tapi pada kenyataannya memang seperti itu. Daniel tidak perlu repot-repot untuk menghaluskan ucapannya.
"Jadi setelah ini apa yang akan kamu lakukan?"
Xavier merenung. "Aku akan mencari seseorang."
"Seseorang? Seseorang siapa? Bukankah kamu mengatakan kalau kamu tidak mengenal siapa pun di sini? Jangan bilang kalau kamu tiba-tiba mengingat sesuatu?"
Daniel adalah orang yang cukup kritis juga. Jika sudah seperti ini, apa yang bisa Xavier katakan lagi?
Tidak mungkin juga, 'kan, kalau dirinya berteriak di depan wajah Daniel memberitahu kalau dirinya adalah sesosok malaikat yang dikirim ke bumi untuk membantu seseorang membalaskan dendamnya?
Daniel pasti akan menganggap Xavier konyol. Bersamaan dengan hal itu, kata 'idiot' pun akan semakin melekat kuat pada namanya.
Yeah, Xavier masih dalam proses hidup berdampingan manusia. Semuanya memerlukan waktu.
"Untuk seseorang itu ... aku juga tidak tahu siapa. Yang jelas, aku pasti akan mencari seseorang."
Daniel menurunkan kacamatanya. Kedua matanya memicing penuh rasa bingung pada Xavier.
"Ingin mencari seseorang, namun tidak tahu siapa orang itu. Sangat menakjubkan. Ini adalah kali pertama aku mendengar perkataan paling bodoh seperti itu sepanjang hidupku."
Xavier mendesis kecil. Setelahnya, ia memilih untuk tidak membalas lagi ucapan Daniel. Bukan semata-mata Xavier tidak mau menjawabnya, melainkan Xavier hanya tidak mau topik obrolan mereka berputar-putar di tempat itu. Itu akan membuat Xavier merasa tidak nyaman. Jika terus dilanjutkan, lambat laun Xavier akan terjebak dengan semua pertanyaan yang Daniel ajukan kepadanya.
Sha ...
Sha ...
Sha ...
Angin yang bertiup dari tengah laut terasa sedikit panas. Namun semua orang menikmatinya. Tak terkecuali dengan Xavier dan Daniel.
"Apa kamu tidak mau mencari pekerjaan?" tanya Daniel kemudian. "Kebetulan, di tempatku bekerja ada satu lowongan. Barangkali saja kamu tertarik untuk bekerja di sana. Jika kamu tidak bekerja, maka cepat atau lambat semua uang yang kamu miliki akan segera habis."
Xavier terdiam sejenak. Itu terdengar aneh di telinganya. "Mungkin nanti, tidak saat ini."
"Apakah malam ini kamu bekerja?"
"Idiot. Ini adalah akhir pekan. Bagaimana mungkin aku bekerja? Besok baru aku bekerja."
"Kalau begitu, bawa aku ke sana. Aku ingin melihat tempat kamu bekerja."
"Terserah dirimu saja," pungkas Daniel menyerah, terlalu malas berdebat dengan Xavier.
Dan dengan begitu, keduanya terdiam. Mereka lebih memilih merenung di bawah baluran cahaya matahari.
'Ini adalah kali pertama aku berada di tengah-tengah kerumunan ramai manusia. Jadi ... seperti ini rasanya? Well ... agaknya aku harus mengingat bagaimana rasa ini. Aku pasti akan merindukannya suatu hari nanti,' gumam Xavier di dalam hati.