Chereads / Angels Like You / Chapter 6 - Hidup di Tubuh Asing

Chapter 6 - Hidup di Tubuh Asing

Apartemen Daniel ternyata tidak jauh dari Long Beach. Hanya berkendara selama lima menit menggunakan motor.

Selaras dengan hal itu, tak lama kemudian Xavier dan Daniel sampai.

Daniel meminta Xavier untuk mengganti bajunya dengan baju yang ia berikan. Xavier pun menurut saja tanpa banyak bicara.

"Jadi ... dari mana kamu berasal?" tanya Daniel menginterogasi Xavier.

Sebenarnya ini bukanlah urusan Daniel, namun Daniel hanya merasa penasaran saja setelah pria di depannya yang sedang menyantap mie instan itu menjawab pertanyaannya dengan berkata, '... tiba-tiba saja aku terbangun di sini!'

Apakah mungkin pria di depannya ini adalah seorang turis yang berjemur di bawah sinar matahari sore tadi namun dia ketiduran dan tanpa sadar hari telah beranjak malam?

Well ... jika seperti itu, maka sangat masuk akal. Tidak terlalu masuk akal sebenarnya, namun cukup bisa diterima oleh logika.

"Aku tidak tahu," jawab Xavier kemudian.

"Jangan bilang kepadaku kalau kamu mengalami amnesia!"

"Amnesia? Apa itu amnesia?"

"Ck. Sudahlah. Berbicara denganmu sama saja seperti berbicara dengan anak kecil berusia lima tahun. Sama-sama melelahkan."

Setelah mengatakan hal itu, Daniel berbalik pergi dari sana dan memilih duduk di sofa sembari membawa sebuah buku.

Xavier tidak memedulikan Daniel. Ia sangat antusias dengan makanan di depannya ini. Ini adalah makanan pertama yang Xavier makan di bumi.

Rasanya enak, meskipun lidah Xavier belum terbiasa dengan makanan-makanan asing seperti ini.

"Hei, kamu, jangan lupa untuk pergi dari sini pagi nanti. Aku tidak mau memberikanmu tumpangan secara gratis," ujar Daniel di sana. Saat ia berbicara, matanya masih fokus pada buku di genggamannya.

Di sisi lain, tanpa menjawab, Xavier pun mengerti dengan maksud ucapan Daniel. Karena hal itu pula, ia sebaliknya malah mengajukan pertanyaan lain.

"Da ... niel. Di mana ini sebenarnya?"

"Di mana apanya?"

Xavier terdiam sejenak. Ia bingung menjelaskannya bagaimana. "Aku ... aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya. Tapi, ini di mana?"

"Maksudmu?" tanya Daniel tak habis pikir. Kepalanya berdenyut nyeri demi mendengar penuturan aneh dari pria aneh itu. "Kamu bertanya perihal apa? Kamu ada di apartemenku jika itu yang kamu tanyakan."

"Bukan. Bukan itu. La—"

"New York. Amerika Serikat. Apa itu yang kamu tanyakan?"

Terlihat Xavier menganggukkan kepalanya ragu. "Y—yeah, sepertinya itu maksudku."

"Ini adalah kota New York, salah satu wilayah terpadat di Amerika Serikat. Kamu tidak tahu tentang hal itu?"

Xavier menggeleng.

"Aih, aku benar-benar sangat heran kepadamu. Kamu ada di sini, tapi kamu tidak tahu mengenai wilayah ini. Kamu tidak memiliki tempat tinggal, aku bisa memakluminya. Kamu tidak tahu darimana dirimu berasal, aku bisa menerimanya meskipun itu sangat membingungkan. Lalu sekarang, kamu tidak tahu di mana saat ini kamu menginjakkan kakimu. Hei, Xavier, jangan bercanda denganku. Lama kelamaan, kamu terlihat tidak jauh berbeda dengan para idiot lainnya!"

Xavier tidak membalas. Ia sibuk menyeruput kuah mie instan miliknya.

"Hei, Xavier, katakan kepadaku bagaimana caranya kamu bisa sampai di sini. Tidak mungkin kalau kamu tidak mengingatnya juga."

"Untuk hal itu ..." kata Xavier menjeda.

Di sana, Daniel sudah serius untuk mendengat kelanjutan ucapan Xavier. Namun, hal yang ia dapatkan sangatlah mengecewakan.

"Aku juga tidak tahu. Ketika aku bangun di pantai tadi, aku tidak mengingat apa pun."

'Bagaimana kalau aku berkata jika aku diturunkan langsung dari surga? Apakah dia akan percaya?' lanjut Xavier di dalam hati.

"Kamu aneh," komentar Daniel lagi untuk gambaran Xavier. "Apa kamu dibuang oleh seseorang lalu kamu mengalami hilang ingatan?"

"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa mengingat apa pun. Sepertinya, ombak yang membawaku untuk sampai di sini."

Daniel benar-benar merasa sangat frustasi. Seharusnya tadi Daniel tidak menghampiri Xavier saja jika tahu kalau akhirnya akan seperti ini.

"Kamu bukan berada di negeri dongeng. Jangan bilang kepadaku kalau kamu sebenarnya salah satu komplotan penjahat? Kalian sudah bekerjasama untuk mencuri barang-barang berharga di apartemenku, 'kan?" tuding Daniel tanpa perasaan.

Dengan bunyi, 'Ah', Xavier pun menaruh kembali mangkuk di atas meja sesaat setelah sesi menyeruput kuah mie instan selesai. Rasanya benar-benar sangat nikmat.

"Kamu tenang saja. Aku bukanlah komplotan orang jahat seperti yang kamu pikirkan. Aku tidak memiliki satu kenalan pun. Jika aku memilikinya, kenapa aku mau ikut denganmu ke sini, 'kan?"

Well ... itu cukup masuk akal juga.

Daniel menarik napas dalam. Ia malas berdebat mengenai hal yang tidak penting. Karena hal itu, setelah matanya menyapu rambut Nathan yang tampak acak-acakan karena belum disisir, Daniel pun tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengkritik, "Sisir rambutmu dan rapikan. Kamu terlihat sangat berantakan."

"Di mana sisirnya?"

"Di sana. Ada di atas laci," tunjuk Daniel ke sudut ruangan. Di sana ada sebuah cermin berukuran sedang dan juga laci kecil.

Tanpa perlu bersusah payah membereskan bekas makannya, Xavier pun beranjak bangkit dan berjalan ke arah jari Daniel menunjuk.

Xavier mengambil sisir itu, lalu mulai nenyisir-nyisir ringan sembari menghadap ke kaca.

Tepat di detik berikutnya, tubuh Xavier mematung menatap pantulan sosok dirinya di depan kaca. Tangannya meraba-raba wajahnya. Matanya mulai melihat tubuhnya dari atas sampai ujung kaki.

Tidak ... ini bukan visual asli Xavier!

Ini bukan tubuh dan wajah Xavier!

Kenapa Xavier baru menyadari kalau dirinya memiliki tubuh dan bentuk wajah berbeda seperti kala dirinya di surga?!

Tubuh ini ... apakah Dewa Tur yang menciptakannya langsung untuk Xavier?

Xavier kira, ia memiliki tubuh yang sama seperti tubuhnya saat di surga. Tapi ... ternyata tidak demikian.

"Apa ada yang salah?" tanya Daniel kala melihat wajah Xavier terlihat tegang.

Xavier buru-buru mengerjap dan lantas menggelengkan kepalanya pelan saat dirinya menjawab, "Tidak ada."

Setelah itu, Xavier mulai kembali menyisir rambutnya. Ia tidak lagi mengindahkan tubuh asing yang mengurung jiwanya ini. Bisa saja Dewa Tur memang sudah mengatur semuanya sedari awal.

"Daniel, apakah aku boleh bertanya sesuatu kepadamu?"

"Lebih baik kamu simpan saja pertanyaanmu yang aneh itu. Aku tidak mau mendengarnya!" tolak Daniel kemudian tanpa perlu mengindahkan ucapan Xavier.

Sudut bibir Xavier pun seketika berkedut-kedut. Dirinya adalah sesosok malaikat yang baru saja diturunkan ke bumi, dan tentu saja Xavier belum mengetahui banyak hal dan masih menyesuaikan dengan banyak hal.

Tidak peduli dengan penolakan yang baru saja ia dapatkan, Xavier justru bertanya, "Kapan jatuhnya sembilan puluh hari dari sekarang?"

"Untuk apa kamu menanyakan hal itu?"

"Jawab saja."

"Itu akan jatuh di bulan Desember paruh akhir. Tiga bulan dari sekarang," jawab Daniel mau tak mau menuruti.

"Seberapa lama tiga bulan itu?"

"Sangat lama. Sekarang masih bulan September dan masih jauh untuk sampai ke bulan Desember paruh akhir."

Xavier menganggukkan kepalanya mengerti. Jika begitu, itu artinya Xavier masih memiliki banyak waktu untuk menyelesaikan misinya di bumi. Prioritas utama Xavier saat ini adalah ... mencari orang yang dimaksud oleh Dewa Tur.

Ke mana Xavier harus mencari orang itu?