Xavier kembali datang ke istana keesokan harinya dengan wajah berseri-seri. Ia melangkahkan kakinya riang, mengabaikan tatapan-tatapan aneh para malaikat lainnya yang menyorot padanya.
Hanya ada satu hal yang Xavier rasakan kali ini, yakni 'senang'.
Xavier tidak pernah merasa sebahagia ini sejak pertama kali dirinya ditakdirkan menjadi malaikat. Ia pun tidak pernah menyangka kalau mimpinya akan menjadi nyata. Sekarang, hanya tinggal satu langkah lagi bagi Xavier untuk bisa menjadi manusia.
Dan Xavier harap, dalam obrolannya nanti bersama Dewa Tur dan Dewa Nao, semuanya bisa berjalan dengan lancar.
Yeah ... semoga saja. Semoga saja Xavier bisa mempertimbangkan tawaran Dewa Nao demi dirinya bisa menjadi manusia.
Para penjaga di sana segera membukakan pintu masuk untuk Xavier. Mereka sudah diperintahkan oleh Dewa Tur kalau Xavier akan datang.
Xavier menarik napas dalam manakala dirinya sudah berada di dalam istana. Ia tidak mau terlihat ceroboh di hadapan Dewa Tur dan Dewa Nao nanti. Karena hal itu pula, Xavier harus mengendalikan dirinya.
Ada beberapa penjaga yang mengantarkan Xavier menuju ruangan yang kemarin dia dan Dewa Tur pakai untuk berbicara.
Penjaga itu mengetuk pelan pintu, sebelum suara terdengar dari dalam sana. "Masuk."
Dan dengan begitu, sang penjaga membuka pintu lalu mempersilakan Xavier masuk.
Di depan sana sudah ada Dewa Tur dan Dewa Nao.
"Salam hormat untuk Para Dewa," ujar Xavier untuk pertama kalinya.
Terlihat Dewa Tur dan Dewa Nao menganggukkan kepalanya. Dewa Tur meminta Xavier untuk duduk di salah satu kursi kosong di sana.
Xavier pun melangkah mendekat lalu duduk tepat di kursi single di sisi Dewa Nao. Sedangkan Dewa Tur, dia duduk di depan keduanya.
"Dewa Nao, mungkin kamu bisa memulainya sekarang. Dia adalah Xavier, malaikat yang sering menjadi perbincangan para Dewa. Dan aku pikir, kamu pasti sudah mengenalnya," ujar Dewa Tur.
Duduk bersisian dengan Dewa Nao meskipun beda kursi, Xavier tetap saja merasa gugup. Aura dominan dari Dewa Nao sangat kuat.
Dengan lirikan mata tajam khasnya, Dewa Nao tampak menyeramkan. Dewa Nao adalah Dewa paling diktator dan juga tidak pernah tersenyum dalam satu kesempatan pun.
Sebagai Dewa Perjanjian, Dewa Nao juga memiliki karakter yang sangat tegas. Ia tidak pernah bertele-tele jika berbicara. Wajahnya juga tidak pernah menunjukkan rasa hangat, seperti yang dipancarkan oleh Dewa Tur.
Ini semua sudah menjadi rahasia umum. Bila disingkat, Dewa Nao merupakan Dewa paling menyeramkan dibanding Dewa-Dewa lainnya.
"Apakah kamu benar-benar ingin menjadi manusia?" tanya Dewa Nao membuka mulutnya untuk pertama kali.
Xavier meneguk salivanya, ia pun lantas menganggukkan kepalanya membenarkan. "I—itu benar, Dewa. Aku ingin menjadi manusia dan hidup di bumi."
"Untuk selamanya?"
Seketika, bibir Xavier terbungkam.
Untuk selamanya?
Apakah Xavier ingin selamanya menjadi manusia dan benar-benar akan meninggalkan surga?
Xavier sendiri ... tidak tahu.
"Jika kamu menginginkan untuk menjadi manusia selama-lamanya, aku tidak bisa membantumu. Bagaimana pun juga, kamu ditakdirkan sebagai malaikat, dan bukannya manusia. Kamu tidak akan pernah bisa untuk menjadi manusia seutuhnya dan berbaur di bumi dalam jangka waktu yang lama bersama mereka. Jika tidak, kamu bisa lenyap. Kamu tidak akan bisa kembali ke surga dan tidak bisa masuk ke dalam lingkaran reinkarnasi," sambung Dewa Nao.
"Para malaikat akan kekal di surga. Namun, jika mereka di bumi dan hidup seolah-olah mereka adalah manusia, itu merupakan hal yang mustahil. Setiap malaikat memiliki batasannya tersendiri. Begitu pula juga dengan dirimu. Aku bisa mengirimmu ke bumi untuk sebuah misi, dan itu tidak harus lebih dari sembilan puluh hari. Jika dalam sembilan puluh hari kamu belum menyelesaikan misimu dan juga kembali ke surga, maka kamu akan lenyap di bumi. Kamu tidak akan pernah dihidupkan kembali," jelas Dewa Nao menjabarkan poin-poin penting pada Xavier yang sudah pasti belum mengetahui rahasia-rahasia surga seperti ini.
Dan benar saja, Xavier tertegun kala mendengar ucapan Dewa Nao. Itu terdengar sangat rumit dan juga sulit untuk dimengerti.
Xavier kira ... itu akan menjadi sesuatu yang mudah. Ternyata tidak. Ada larangan dan juga ketentuan tersendiri bagi malaikat yang dikirim ke bumi.
"Aku, Dewa Tur, dan Dewa Tan sudah berdiskusi. Aku pikir Dewa Tur juga sudah memberitahumu mengenai hal ini. Intinya, kamu memiliki kesempatan untuk diturunkan ke bumi sebagai manusia dengan membawa sebuah misi. Namun, itu tidak untuk selama-lamanya. Kalau kamu menerima tawaran ini, kamu hanya memiliki tenggat waktu selama sembilan puluh hari. Setelah itu, kalau kamu berhasil menyelesaikan misimu, kamu bisa kembali ke surga. Jika tidak, Dewa Tur sendiri yang akan melenyapkanmu di bumi. Sampai sini, apakah kamu mengerti?"
Spontan saja setelah mendengar ucapan Dewa Nao, kini Xavier menatap Dewa Tur.
Di ... dilenyapkan?
Apakah dirinya baru saja tidak salah mendengar?!
Jika gagal menyelesaikan misi itu dalam kurun waktu sembilan puluh hari, maka Xavier akan dilenyapkan?!
Dewa Tur tersenyum. Ia mengerti kalau Xavier sangat terkejut dengan hal itu.
"Ingatlah selalu bahwa segala sesuatu ada konsekuensinya. Tidak ada pilihan yang tidak memiliki konsekuensi. Entah itu besar atau kecil. Dan tentu saja jika ada sesosok malaikat berubah menjadi seorang manusia, itu sudah menyalahi aturan surga. Maka, konsekuensinya juga tidak akan main-main. Dan aku pikir, itu setimpal dengan apa yang kamu dapatkan nanti. Bukankah dengan begitu kamu bisa mewujudkan mimpimu sebagai manusia, Xavier?" tanya Dewa Tur rendah.
Di sisi lain, mau tidak mau Xavier pun mengangguk membenarkan.
"I—itu benar, Dewa Tur. Hanya saja, jika aku berhasil menyelesaikan misinya kurang dari sembilan puluh hari, apakah aku akan langsung diangkat kembali ke surga di hari aku menyelesaikan misiku?"
Dewa Tur menggeleng. "Tidak. Sembilan puluh hari adalah batasan waktu maksimal. Jika kamu berhasil menyelesaikan misimu kurang dari sembilan puluh hari, maka kamu harus menunggu sampai hari itu tiba untuk diangkat kembali ke surga."
"Dan juga, meskipun kamu ada di bumi, kamu tetap berada di bawah pengawasan Dewa Tur. Segala tindak-tandukmu akan diawasi olehnya," tambah Dewa Nao.
Xavier benar-benar tidak bisa berkata-kata. Bahkan, hatinya saat ini sudah menjadi rumit memikirkan hal-hal yang dibicarakan oleh Dewa Tur dan Dewa Nao sejak tadi.
"Jadi, bagaimana? Apakah kamu akan menerima misi ini?" tanya Dewa Tur kemudian.
Urusan Dewa Nao sudah selesai. Karena hal itu pula dia kini diam tak bersuara.
"A—aku ... aku ...."
"Aku?"
Xavier memejamkan kedua matanya rapat-rapat dan langsung membalas cepat, "Aku mau menerimanya, Dewa! Beritahu aku apa misiku di bumi nanti!"
Dewa Tur tersenyum lega. Akhirnya mereka mencapai kesepakatan tanpa perlu membuang-buang waktu lebih lama.
Ada jeda yang merayap di antara mereka bertiga. Dewa Tur tampak menatap Xavier lekat-lekat, melihat adanya kesungguhan dari manik mata yang sama sekali tidak membalas tatapannya.
"Misimu di bumi adalah membantu seseorang membalaskan dendamnya, Xavier."