Chereads / Angels Like You / Chapter 4 - Menembus Portal Waktu

Chapter 4 - Menembus Portal Waktu

Selama beberapa hari terakhir, Xavier secara rutin mengunjungi istana untuk membaca buku berisi larangan surga dan dunia.

Buku itu ada di perpustakaan istana. Xavier tidak boleh meminjamnya atau membaca buku itu di luar istana. Karena isi dari buku itu merupakan rahasia-rahasia yang sebelumnya tidak pernah diungkapkan kepada para malaikat lainnya.

Tidak hanya sampai di sana saja, Xavier juga mulai menjauhkan dirinya dari Huan atas perintah Dewa Tur sendiri. Tidak ada satu pun malaikat yang boleh tahu kalau Xavier akan diturunkan ke bumi. Jika tidak, itu akan menimbulkan kegemparan yang besar.

Dan dalam masa 'sembilan puluh hari' saat Xavier berada di bumi, para Dewa telah bersepakat untuk mengumumkan alibi palsu nanti, dengan mengatakan kalau Xavier sedang menjalani hukuman di tempat paling jauh dan harus merenung di sana untuk waktu yang lama.

Berbohong merupakan hal paling buruk yang pernah para Dewa rencanakan. Namun, mereka tidak memiliki pilihan lain. Ini adalah satu-satunya jalan keluar untuk menutup kepergian Xavier ke bumi nanti.

Xavier membaca empat buku dengan ketebalan masing-masing mencapai empat ratus halaman dalam beberapa hari saja. Ia menghapal banyak hal di luar kepalanya. Dan salah stau hal yang Xavier tangkap adalah, ia akan kehilangan semua hal-hal yang berkaitan dengan unsur malaikat di dalam tubuhnya selama Xavier berada di bumi.

Tidak ada sayap, tidak ada kekuatan. Xavier akan menjadi manusia biasa. Selama beberapa hari ini pula, Dewa Tur dibuat terkagum-kagum akan semangat Xavier. Pria itu tahan berada lama di perpustakaan. Xavier benar-benar mencermati buku yang dia baca.

Dan kini, Xavier membaca paragraf terakhir dari buku keempat. Setalah itu, dia menutup bukunya dan menumpuknya bersama tiga buku lainnya.

Dewa Tur sedari tadi juga sedang membaca. Ia duduk tepat di singgasananya di depan sana.

"Dewa, apakah aku boleh bertanya?" ungkap Xavier mengintrupsi sosok Dewa Tur dari sesi membacanya.

Dewa Tur duduk sepuluh meter jauhnya di depan Xavier. Ada beberapa anak tangga di depannya, tempat duduk itu berada di sebuah platform kecil. Sedangkan Xavier, dia duduk bersila di atas permadani tebal berwarna putih dengan sedikit rajutan benang ungu.

"Tanyakan."

Xavier menganggukkan kepalanya mengerti. Ia pun lantas bertanya, "Ada beberapa poin-poin penting yang aku ingat dari keempat buku ini. Salah satunya adalah malaikat tidak boleh melakukan pertumpahan darah tidak peduli apa pun yang terjadi. Terkait hal ini ... apakah misiku di dunia nanti akan berhubungan dengan hal-hal seperti ini? Maksudku, terakhir kali Dewa Tur mengatakan sendiri kepadaku kalau misiku di dunia adalah untuk membantu seseorang membalaskan dendamnya. Aku pikir ... poin yang aku sebutkan tadi bisa terjadi di dalam misiku, 'kan, Dewa?"

Dewa Tur tersenyum tipis. Xavier adalah sosok yang sangat kritis. "Bukankah tempo hari lalu kamu sudah berdiskusi dengan Dewa Tan—Dewa Perdamaian-? Aku pikir, kamu bisa mengambil kesimpulan dari sana tanpa perlu aku jelaskan lagi. Aku tahu kalau kamu mengerti dengan semua ucapan Dewa Tan di hari itu."

Yeah, memang benar. Xavier bertemu dengan Dewa Tan dua hari lalu. Mereka banyak membicarakan hal-hal yang boleh dan tidak boleh Xavier lakukan semasa dia berada di bumi. Salah satunya adalah dengan menyelesaikan 'dendam seseorang itu' tanpa perlu melanggar segala peraturan surga yang ada.

Sampai saat ini, Xavier belum memiliki gambaran sama sekali terkait bagaimana kondisi di dunia yang nanti ia masuki. Apakah misi balas dendam ini termasuk ke dalam misi dengan kategori kesulitan paling rendah atau justru sebaliknya. Pun, sampai saat ini, Xavier tidak tahu siapa 'orang' yang akan ia tolong di dunia nanti.

Xavier sempat menanyakan hal ini, namun Dewa Tur, Dewa Nao, dan Dewa Tan serempak menjawab kalau Xavier harus menemukan jawabannya sendiri.

Apakah orang itu pria?

Atau malah wanita?

Seperti apa penampakan wajahnya?

Di depan sana, Dewa Tur tiba-tiba saja berdiri. Dia melangkah mendekat pada Xavier dan berdiri di depannya tatkala dirinya berkata, "Persiapkan dirimu. Dalam beberapa saat lagi, kamu akan dikirim ke bumi. Ingatlah selalu kalau di bumi kamu membawa misi. Kamu memiliki waktu untuk 'hidup' di sana. Dan aku harap, kamu tidak akan membuang-buang waktu berhargamu itu hanya demi memenuhi kesenangan duniawi."

"Kesenangan duniawi?"

"Kamu tidak akan mengerti mengenai hal ini nanti. Akan sangat sulit bagiku untuk menjelaskan padamu juga. Kamu akan tahu apa yang dimaksud dengan 'kesenangan duniawi' setelah kamu menjadi manusia. Ingatlah selalu, bahwa manusia dan malaikat memiliki perbedaan yang sangat besar. Setelah menjadi manusia, kamu akan memiliki banyak emosi di dalam dirimu. Tidak seperti kamu dalam wujud malaikat seperti ini. Malaikat diciptakan dengan beberapa emosi, namun emosi tenang lah yang paling dominan. Sedangkan manusia, mereka memiliki banyak emosi. Semuanya bisa menjadi dominan tergantung dengan keadaan. Kamu akan mengerti semua ucapanku nanti."

Tanpa menunggu balasan dari Xavier, Dewa Tur pun melangkah pergi meninggalkan perpustakaan. Sedangkan Xavier, dia kini sedang merenung.

Hari ini adalah hari di mana ia akan dikirim ke bumi oleh tiga Dewa langsung.

Setelah ini, Xavier tidak bisa bertemu dengan Huan yang cerewet, saudara-saudaranya yang acuh, dan juga para malaikat lain yang kerap mengolok-olok dirinya. Haruskah Xavier berbahagia?

*****

Dew Tur, Dewa Nao, Dewa Tan, serta Xavier berkumpul di satu ruangan gelap tanpa pencahayaan sedikit pun. Ruangan ini berada di bagian belakang istana, seperti tidak pernah dijamah oleh kehidupan luar.

Dewa Nao, Dewa Tur, dan Dewa Tan berdiri bersisian. Sedangkan Xavier, dia berdiri tepat di depan Dewa Tur.

Tangan Dewa Nao memegang pundak kiri Xavier, sedangkan tangan Dewa Tan memegang pundak kanan Xavier.

Dalam hitungan detik, dengan beberapa kalimat yang diucapkan oleh Dewa Nao dan Dewa Tan, kedua sayap Xavier hilang sekejap mata.

Xavier tentu saja terkejut. Dia tiba-tiba saja merasa ringan di bagian belakang punggungnya.

"Apakah kamu sudah siap?" tanya Dewa Tur rendah.

Dua tangan Dewa lainnya masih mendarat di bahu Xavier. Dan kini, Dewa Tur menaruh tangannya tepat di bagian belakang punggung Xavier—tempat di mana biasa sayapnya berada-.

Xavier menarik napasnya dalam-dalam. Waktunya sudah tiba.

Dan dengan begitu, Xavier pun menganggukkan kepalanya sebagai bentuk balasan.

Dewa Tur mengangkat tangan satunya tinggi-tinggi ke udara, lalu tangannya yang menggenggam tongkat itu terayun ke depan.

Sebuah cahaya muncul di dinding. Cahaya itu sangat silau. Awalnya hanya lubang kecil yang mengeluarkan cahaya, namun lama kelamaan menjadi sebuah lubang besar dengan cahaya yang sangat menyilaukan mata.

Xavier sedikit menyipitkan matanya. Dia tahu, itu adalah portal yang dibuat oleh Dewa Tur untuk menurunkannya ke bumi.

"Tutup matamu dan juga tegapkan badanmu. Setelah itu, berjalan lah pelan-pelan ke portal," kata Dewa Tur.

Xavier menurut. Sudah saatnya bagi dia diturunkan ke bumi. Karena hal itu pula, Xavier mulai membuka kakinya, menjejakkan langkah pertamanya. Dan dalam hitungan detik, sosok itu sudah hilang menembus portal.

Seketika itu pula, ruangan yang sempat terang benderang dibanjiri oleh cahaya yang menyilaukan mata kini beralih temaram.

Dewa Nao, Dewa, Tur, Dan Dewa Tan saling pandang.

Hingga sedetik kemudian, Dewa Tur berkata, "Mari kita lihat sampai sembilan puluh hari ke depan."