"Tunggu, Galant!" Galant terkesiap ketika Arghi cepat bangkit dengan menegakkan punggungnya, dia menghadap Galant dan pegangan tangan Arghi mengerat pada Glant sekarang.
Galant mengangkat alisnya bingung dan bertanya kalau-kalau ada sesuatu yang tengah mengganggu pikiran Arghi sekarang. "Ada apa, Arghi?"
"Mengapa... Mengapa kamu tumbuh begitu cepat?" tanya Arghi cepat.
"Hah?" Bukan hanya diri Galant sendiri yang sadar Arghi pun menyadari dengan perubahan tubuh Galant yang aneh. Dia tidak tahu sejak kapan perubahannya dimulai, ini tampak mustahil dan juga tidak masuk akal.
Arghi mengurai genggaman tangan mereka dan dia mulai meraba telapak tangan Galant perlahan, Galant memperhatikan jemari-jemari Arghi menari-nari di permukaan kulit Galant. Tidak, ini mungkin bukan Galant yang tumbuh membesar akan tetapi Arghi yang menyusut. Bagaimana bisa dia sekarang lebih besar dari pada Arghi sementara sebelumnya dia memiliki tubuh yang sebaliknya hanya dengan rentang ketika mereka tidur siang berdua.
"Kamu bisa melihat perbedaannya, Galant. Aku sangat ingat tadi pagi lenganmu tidak sebesar ini Galant." Arghi tetap mempercayai kata-katanya sendiri, dia masih terus menelusuri tangan Galant dengan jari-jemarinya.
"Tidak, kamu salah, Arghi. Ini mungkin karena kamu yang mengecil." Galant sendiri ragu dengan kata-katanya sendiri sebenarnya.
"Aku tahu dengan tubuhku sendiri, Galant." Kening Arghi berkerut dan tangan Galant yang lain tiba-tiba saja berinisiatif untuk mengurai kerutan itu, hingga terealisasi dengan naik dan mengusapnya pelan di sana.
Ketika tangan Galant naik dan sejajar dengan garis pandang Galant, pada akhirnya dia menyadari dan terperangah dengan bagian tubuhnya sendiri. Dia membuka suaranya dan mengatakan pada Arghi, "Arghi, bagaimana ini bisa terjadi?"
"Kamu memang dalam masa pertumbuhan Galant, tetapi ini sangat mustahil untuk terjadi, kan?"
Galant tidak menanggapi apapun, dia masih memperhatikan dirinya sendiri yang mengalami keanehan ini tiba-tiba. Namun, mungkin ini bukanlah masalah sekarang dengan dia seperti ini akan mempermudah bagi Galant untuk menjaga Arghi nantinya.
"Mungkin aku memang baru menyadarinya, maksudnya aku tidak melihatnya, kan?" kata Arghi suaranya yang pelan menarik Galant dari lamunan panjang.
Lagi. Arghi kembali menyinggung dengan apa yang terjadi pada matanya dan Galant merasakan sebuah jarum tak kasat mata menembus dadanya. Galant kemudian bergumam juga dia tidak terlalu berharap bahwa Arghi juga akan mendengarnya. "Bukankah kita telah berjanji untuk tidak membicarakan tentang ini lagi."
Arghi mendengarnya, tetapi dia tidak menanggapi apapun dan justru kembali menyandarkan punggungnya ke kursi.
Galant memuji dirinya sendiri atas pengendalian diri yang kuat terhadap aroma segar yang menguar dari tubuh Arghi tepat di sebelahnya. Dia bahkan telah merasakan darah memenuhi bagian dalam mulutnya sejak dia mulai duduk di sebelah Arghi karena menggigit kencang pipi dalamnya menahan untuk tidak membiarkan dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal aneh pada sahabatnya ini.
"Galant, apa yang kamu lakukan?"
Galant tersentak ketika Arghi mendorongnya menjauh dan seketika itu juga mata Galant melebar saat dia baru menyadari apa yang telah Galant lakukan barusan terhadap Arghi. Dia sungguh benar-benar tidak tahu apa yang telah dia lakukan pada Arghi barusan.
"Aku tidak tahu, Arghi. Sungguh, aku tidak tahu." Galant melihat Arghi tengah memegangi lehernya.
"Bagaimana bisa kamu tidak tahu, Galant? Kamu menggigit leherku secara sadar." Arghi berkata dengan napasnya yang terengah-engah dan mata Galant bergulir pada bagian leher Arghi ketika tangan Arghi menjauh dari sana.
Tidak salah lagi di sana Galant menemukan bercak merah halus pada permukaan leher Arghi. Apakah Galant yang melakukannya? Namun, Galant sama sekali tidak menyadari itu. Badan Galant sendiri seolah bergerak autopilot, dia telah menahan mati-matian agar tidak melakukan hal-hal seperti ini pada Arghi, mengapa pada akhirnya dia lantas kehilangan kendali?
"Arghi, aku sungguh tidak tahu. Aku... Aku tidak tahu apa yang telah aku lakukan." Galant tidak dapat menahan rasa panas menyelimuti matanya ketika Arghi tak kunjung berpindah dari tempatnya.
Mata kosong itu yang mengarah pada Galant seolah membawa beban berat lainnya menghantam dada Galant. Apa yang telah dia lakukan terhadap Arghi memang tidak normal, terlepas dari Arghi sendiri yang memang seorang gay setelah Arghi mengakuinya sendiri beberapa tahun yang lalu.
Ketika mata Galant terpejam dalam kekusutan pikirannya yang sangat sulit terurai, dia tiba-tiba merasakan perasaan hangat membelai tangannya kembali. Hingga Galant mendongak melihat Arghi yang 'menatap' Galant dengan lembut.
"Aku mempercayaimu, Galant. Tidak apa-apa, kamu dalam masa pubertas, kan? Aku mengerti, sangat sulit memang untuk mengendalikan diri ketika hormonmulah yang mendominasinya."
Alis Galant mengerut, dia tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Arghi sebenarnya sekarang.
"Jadi, kamu mungkin harus mulai keluar dan mencari gadis yang cocok untukmu, Galant. Aku yakin itu tidak akan susah untukmu." Arghi berkata seolah dia tengah memberikan perhatian lebih ketika Galant tidak ingin memakan sayur di piringnya.
Bagaimana bisa dia mencari orang lain ketika tubuh dan juga pikirannya mengatakan dengan kencang bahwa dia hanya menginginkan Arghi sekarang. Hal itu memang terdengar tidak normal, ketika dirinya menginginkan sahabatnya yang bukan hanya seorang sahabat, tetapi dia juga adalah seorang laki-laki sama seperti Galant.
Galant sendiri tidak tahu kapan ini dimulai yang jelas sejak dia mulai mencium aroma Arghi, Galant menjadi kacau.
"Aku akan melakukannya."
Mulut Galant sendiri yang berkhianat dengan tubuh dan juga pikiran Galant sendiri. Sialan.