Keluarga kecil Pak Arman telah berkumpul di ruang makan. Pak Arman, Nyonya Sonya, Crish, Sean dan Latha, mereka semua duduk melingkari meja makan.
Beberapa pelayan, mulai berdatangan dengan membawa banyak sekali hidangan yang mereka masak. Sean saat itu duduk berhadapan dengan Lathia yang duduk di samping Crish. Sean kesal dalam hati, saat sadar bahwa hanya ia seorang yang tak memiliki pasangan.
"Papa, kenapa tak mengundang keluarga kita yang lain? 'Kan lebih hangat jika kita makan bersama keluarga kita yang lain," ujar Sean memecah keheningan.
Semua mata tertuju pada Sean, tak terkecuali Pak Arman. "Sean, pamanmu sedang sibuk. Papa tak ingin mengganggu mereka. Mereka juga memiliki pekerjaan yang harus mereka urus. Apa begitu saja kamu tak paham?" Pak Arman menjelaskan sembari menasehati.
"Lagi pula, ini makan malam khusus keluarga untuk merayakan pekerjaan perdana Crish di perusahaan Papa. Dan, setelah makan, Papa dan Crish akan berbicara sesuatu pada kalian semua," lanjut Pak Arman, yang sukses membuat Sean, Sonya dan Lathia cukup terkejut.
"Apa itu?" Sonya ikut penasaran. Tangan wanita berumur itu sudah mengambil sendok sayur untuk menuangkan beberapa sendok sayur ke dalam piring.
"Nanti saja. Sekarang, kita makan malam. Crish butuh tenaga banyak setelah hampir seharian ini sibuk di ruang kerjanya," timpal Pak Arman. Pria itu lalu mengambil piring yang sudah dialaskan oleh istrinya, Sonya.
Sean sedikit termenung. Pak Arman rasanya perhatian sekali pada Crish, bahkan terlihat memprioritaskan anak sulungnya itu. Setau Sean, selama ini ia belum pernah diprioritaskan oleh Pak Arman seperti saat Pak Arman memprioritaskan Crish.
Tak ingin terlarut dalam percakapan batinnya, Sean kemudian mengambil piring dan mengalaskan nasi, lelaki itu hendak mengambil lauk pauk dan langsung membatu saat menyadari bahwa menu makan malam keluarganya kali ini adalah sea food.
"Ada apa, Sean?" tanya Nyonya Sonya saat melihat keterdiaman Sean.
Sean melirik ke arah ibundanya, menatap Sonya serius. "Aku sudah lama tak makan sea food, karena saat kecil pernah diberi tahu dokter untuk menghindari makanan ini, katanya aku alergi," jawab Sean. Lelaki itu lalu menatap kembali menu yang ada di meja makan. "Aku bingung. Bagaimana kalau alerginya kambuh?" Sean menatap Pak Arman dan Nyonya Sonya bergantian.
"Oh, begitu? Maaf, Sean. Kamu bisa memesan lauk pauk baru. Mama panggilkan Bi Alma untuk memasak, ya?" tawar Nyonya Sarah.
"Benar, Sean. Maafkan aku, jika menu makan kali ini cenderung ke makanan favoritku. Sesuai kata Mama, kamu sebaiknya memesan yang baru," saran Crish tersenyum.
"Tidak perlu," potong Pak Arman cepat.
Semua mata langsung tertuju pada pria berumur itu. "Sean, alergimu sudah sangat lama terjadi, 'kan? Dan kamu hanya pernah sekali merasakan alergi. Jadi lebih baik kamu makan saja menu ini, tak akan berpengaruh. Kekuatan imun tubuhnya harusnya sudah meningkat pesat dari saat kamu kecil," lanjut Pak Arman menerangkan, menatap Sean tepat ke manik lelaki itu.
Crish hendak menengahi, tapi Sean tak bergeming, Sean terlihat menghela nafas dan tersenyum kecil. "Baiklah," pasrah Sean. Lelaki itu lalu mengambil menu sea food tersebut dengan setengah hati, ia tersenyum pahit.
Sementara Nyonya Sonya tak bisa berbuat banyak, sebab Pak Arman nampaknya tak ingin menghancurkan makan malam yang dibuat khusus untuk merayakan hari perdana Crish bekerja. Begitu pun dengan Crish, sementara itu Lathia memerhatikan Sean, yang jelas sekali terlihat sedikit muram. Lathia juga menghela nafas kecil, ia sudah paham dengan perasaan Sean sejak tinggal di sini.
Lelaki itu sering terlihat murung saat berhadapan dengan ayahnya. Lathia sadar, Sean diperlakukan tak seistimewa Crish yang amat disayang oleh Pak Arman, dan melihat Sean seperti itu membuat benak Lathia diam-diam merasa iba.
"Dan wajahmu itu kenapa, Sean? Kenapa wajahmu terluka seperti itu? Apa kamu bertengkar?" tanya Pak Arman lagi, membuat semua orang tertuju pada Sean, untuk ke dua kalinya.
Sean tak menatap ayahnya. "Aku terjatuh," jawab Sean seadanya sembari menyuapkan sesuap nasi ke mulutnya.
"Jangan sampai kamu mendapatkan luka karena bertengkar. Papa tak ingin semua pendidikanmu sia-sia jika hanya digunakan untuk bertengkar," nasehat pria itu.
"Hm." Sean hanya bergumam.
Acara makan malam pun berjalan dengan lancar. Menu yang para pelayan buat sangatlah enak. Bahkan, Crish berulang kali menambah. Hal itu membuat Pak Arman benar-benar senang, karena upayanya berhasil dalam mengapresiasi kerja keras Crish.
Beberapa pelayan pun mulai membawa bekas bekas makan seperti piring kotor dan sisa makanan. Sedangkan menu selanjutnya diganti menjadi puding buah sebagai cuci mulut, sungguh menyegarkan.
"Baiklah. Karena makan malam sudah selesai, Papa ingin berbicara serius, tentang Crish," ungkap Pak Arman memulai topik. Semua orang memandang Pak Arman dengan serius. Tak terkecuali Crish yang memang sudah tau apa yang akan dibicarakan ayahnya.
"Crish berencana untuk menggelar pertunangan dengan Lathia," ujar pria itu to the point. Pak Arman tak ingin bertele-tele tentang hal ini.
"Apa?" Nyonya Sonya cukup terkejut. Begitu pun dengan Lathia, namun seulas senyum langsung terukir di bibirnya.
Sedangkan Sean yang saat itu sedang meminum jus, langsung tersedak. Lelaki itu menatap Pak Arman tak percaya. "Pertunangan?" tanyanya dengan nada pelan.
"Benar. Mungkin, ada alasan mengapa Crish ingin segera bertunangan. Crish juga sudah dewasa dan memiliki umur yang matang," jelas Pak Arman. Ia lalu melirik ke arah Crish untuk menerangkan.
Sebelum itu, Crish melirik ke arah Lathia dan beralih menggenggam tangan gadis itu. "Aku sudah mengenal Lathia sejak lama. Dan aku pikir, menjadikan dia wanita yang akan menua bersamaku adalah keputusan yang bagus." Crish berusaha menerangkan walaupun sebenarnya dalam hati Crish punya segudang keraguan. "Ya, ini hanya rencana. Aku masih memikirkan waktu yang tepat untuk menggelarnya." Crish tersenyum. "Jika Papa dan Mama setuju, mungkin aku akan segera melaksanakan pertunangannya."
Nyonya Sonya terdiam. "Begini, Crish. Bukan kan kamu masih memulai pekerjaan? Jika kamu menikah, kamu harus memiliki tabungan. Lagi pula, kamu belum bisa mewarisi perusahaan keluarga, jangan terburu-buru untuk memutuskan," ucap Nyonya Sonya memberi saran, hal itu membuat Lathia membuka mulutnya, cukup tak menyangka dengan saran Nyonya Sarah.
"Papa rasa ibumu benar. Lathia juga masih 18 tahun. Meskipun dia sudah lulus kuliah, tak menjamin Lathia siap dari segi fisik dan mental. Papa sarankan kamu menikah dengannya di usia dua puluh ke atas. Dan Crish, kamu bisa mempersiapkan diri dari sekarang," ujar Pak Arman serius.
Crish tak menjawab dan hanya tertegun sembari mempertimbangkan saran kedua orang tuanya. Ia melirik Lathia sekilas. Ya, Crish sepertinya harus memberitahukan ini pada Lathia.
"Baiklah. Papa dan Mama bisa mempertimbangkan pertunanganku terlebih dahulu. Dan jika kalian menyetujui kalau aku dan Lathia akan bertunangan dalam waktu yang tepat, maka aku tak akan menundanya lagi," final Crish menyimpulkan.
***
~Bersambung~