"Aku ragu. Sebab, sepertinya Lathia mencintai Sean," ungkap Crish lirih. Setelah mengatakan itu, Crish menghela nafas kasar sembari mencengkeram keningnya.
Di sisi lain, Asya untuk ke sekian kalinya terkejut. Tapi Asya mulai memaklumi itu, saat tau bahwa Crish sangat memahami Lathia, Crish juga pasti tau perasaan kekasihnya itu.
"Aku tidak bodoh, Asyara. Dia berulang kali terus menatap ke arah Sean, bahkan aku sempat memergokinya menelpon tengah malam. Aku juga pernah melihat lockscreen ponsel Sean yang bergambar Lathia. Aku sangat bingung saat ini. Pikiranku penat, jika Lathia mencintai Sean, mengapa dia ingin pergi dari rumah kami? Mengapa dia memberi kode padaku agar aku segera menikahinya ...?" Crish terus meluapkan seluruh isi hatinya.
Beberapa kali terdengar keluhan dari bibir Crish. Ia kembali memejam mata erat, berusaha menahan air matanya. "Jika memang itu keinginannya, aku siap melepaskan dia. Asalkan Sean dan Lathia bisa bersama, dan bahagia ...." Crish tak bisa menahan air matanya. Lelaki itu tau dia sudah dewasa, tak layak baginya menangis dan mengeluh seperti ini, apalagi di hadapan seorang gadis. Tapi kepenatan di hatinya, ingin sekali Crish curahkan.
Asya menatap Crish miris, gadis itu ikut sedih. Asya bisa paham perasaan Crish. Sebab Asya sendiri tau apa yang sebenarnya terjadi. Crish adalah lelaki yang pintar, dia banyak meraih prestasi dan pasti akan sadar akan hal sekecil apapun, termasuk hubungan rahasia Sean dan Lathia. Meskipun Crish tak tau detailnya bagaimana.
Melihat Crish yang nampak bingung dan frustasi, Asya mengangkat tangannya dan menggunakan telunjuknya untuk mengusap pelan air mata di pelupuk Crish. Crish langsung membuka matanya, terdiam beberapa detik lalu melirik ke arah Asya.
Untuk waktu yang lama, Crish terpaku, dengan apa yang dilakukan Asya dan senyuman gadis itu yang terarah padanya. Pupil mata yang indah, dengan bulu mata yang lentik dan panjang. Jangan lupakan bibir cantik Asya yang melengkung membuat Crish membatu, dengan perasaan kagum yang timbul di benaknya.
"Pak Crish jangan berpikir seperti itu," ucap Asya memecahkan lamunan Crish. "Mungkin saja ... Lathia hanya dekat dengan Sean saja, untuk menanyakan kabar Pak Crish. Sean juga sering bercerita padaku, jadi aku sedikit tau," ungkap Asya berbohong, walaupun begitu ia tetap tau kebenarannya.
"Dan Pak Crish jangan sampai salah paham terhadap adikmu. Sean ini juga pacarku, lho. Membicarakan kedekatan Sean dengan orang lain di depan pacarnya itu menyakitkan tau!" Asya meringis.
"Eh? Bukannya kamu dan Sean sudah putus?" tanya Crish.
Asya menggeleng cepat. "Kami masih pacaran. Kemarin kami hanya bertengkar. Biasalah hubungan anak muda. Hahahaha." Asya tertawa garing. Ia berbohong, demi menjaga perasaan Crish.
"Lagi pula, mana mungkin Sean berpacaran diam diam dengan Lathia padahal dia sudah punya aku. Aku akan menghajarnya jika Sean berani selingkuh. Hahahaha," lanjut Asya menguatkan alibinya.
Tidak salah 'kan jika Asya berbohong? Lagi pula, Lathia sudah memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Sean, dan Sean pun sudah mulai mengabaikan Lathia.
Crish tersenyum kecil. Entah hanya perasaan Crish atau apa. Tapi Asya ... terlihat jelas sedang berbohong. Crish tak tau pasti, tapi meskipun ucapan Asya adalah kebohongan, benak Crish tetap terasa menghangat dan perasaannya pun mulai mereda.
Keduanya lalu saling tertawa kecil. Sementara itu, tanpa Asya dan Crish sadari, Sean sudah berada beberapa meter dari mereka. Sean mengamati mereka dengan payung transparan yang ia pegang. Sean juga memegang kartu tanda anggota milik Asya yang sempat gadis itu tinggalkan.
Dalam hati, Sean bertanya, kenapa Crish terlihat sangat senang saat berbicara dengan Asya? Bahkan kakaknya itu terlihat lebih ceria daripada saat bersama Lathia.
***
Asya terdiam, melihat isi paper bag yang diberikan Crish. Beberapa buah-buahan segar, camilan, susu dan vitamin. Astaga, Crish baik sekali. Jangan lupakan buku PR miliknya juga ada di sana. Asya baru tau kalau bukunya ada di tangan Crish? Tapi, bagaimana bisa?
Dengan cepat, Asya membuka buku tersebut dan memeriksanya. Asya tak ingin membayangkan ekspresi Crish saat membaca jawaban-jawaban yang Asya kerjakan. Pasti memalukan. Saat Asya membuka halaman terakhir dia melihat sebuah catatan berukuran kecil di sudut kertas, bertuliskan :
'Nilaimu sangat bagus. Dan jawabannya pun sempurna. Nilaimu jauh lebih berkembang dari nilaiku saat bersekolah di SMA. Aku bertaruh, kamu akan sukses di masa depan.'
Asya mengusap catatan itu sembari tersenyum kecil. Tulisan tangan Crish rapi sekali. Tapi, pikirannya tiba-tiba terarah pada perkataan Asya tadi siang. Asya mengaku pada Crish bahwa Asya dan Sean masih pacaran.
"Aku tidak menjalin hubungan apapun dengan Sean. Semuanya hanya palsu," gumam gadis itu.
Dzzzzrt! Dzzzzrt!
Ponsel Asya berdering. Gadis itu mengeryitkan kening saat mendapati nomor tak dikenal. Tak ingin ambil pusing, Asya segera mengangkatnya.
"Halo?" sapa Asya.
"Datanglah ke sini, ke lantai dua. Aku ingin mengatakan sesuatu," suara seseorang dari seberang telpon.
Asya langsung membatu, detak jantungnya terasa berhenti berdetak. Suara lelaki yang ada di telpon itu tak asing baginya. Apa itu Sean? Asya tak bodoh, itu benar Sean! Mendadak Asya panik. Bagaimana bisa Sean tau nomornya? Padahal Asya belum pernah memberikan nomor apapun pada Sean.
"Asyara. Datanglah! Aku akan memecat ibumu jika kamu tak datang ke sini!" ancam Sean.
Asya ingin membanting dirinya sendiri sekarang. Gadis itu panik sekali. Namun, Asya langsung menghela nafas panjang saat dirasa ia terlalu berlebihan dalam menanggapi Sean.
"Baiklah aku ke sana." Tanpa pikir panjang Asya langsung menutup sambungan telpon. Gadis itu berjalan menggebu-gebu menuju lantai dua. Dasar Sean!
"Ada apa?!" tanya Asya dengan suara lantang saat sampai di lantai dua.
Sean yang saat itu tepat ada di depan pintu lantas langsung melirik ke arah gadis itu. "Hai, Sayang. Apa kabar?" tanya Sean dengan senyum jahil lalu merentangkan tangannya menuju Asya.
Asya melotot dan langsung berpindah tempat untuk menghindari Sean. Apa katanya? Sayang?
"Jika tak ada yang ingin kau katakan, sebaiknya jangan memanggilku." Asya menundukkan wajah, berusaha untuk tak melihat wajah Sean.
"Huh? Ada apa? Kenapa kau dingin seperti itu? Di perpustakaan tadi juga, sombong sekali," cibir Sean mendekat.
Asya semakin mundur, hingga tubuhnya merapat dengan tembok. Sementara itu, Sean menatap Asya datar. Setelah berhasil mengepung gadis itu, Sean tetap merasa aneh. Asya terlihat tertutup sekali hari ini, bahkan memandang wajahnya pun Asya nampak enggan.
"Katakanlah. Apa yang ingin kamu katakan," ucap Asya to the point.
Jujur saja, benak Sean bertanya-tanya tentang perubahan sikap Asya. Namun, ia memilih tak peduli. Sebab Sean juga ingin segera membicarakan keinginannya. Lelaki itu merogoh saku jaket yang ia pakai, sebuah amplop coklat berisi uang yang sangat tebal ia keluarkan dari sana.
Selanjutnya, Sean meraih lengan mungil Asya dan memberikan amplop itu pada tangan Asya. Asya tersentak, gadis itu menatap amplop yang ada di tangannya dengan ekspresi yang sulit dicerna.
"A-apa ini?" tanya Asya mendongak, menatap Sean penuh tanda tanya.
"Itu bayaranmu. Tadi siang, kamu sudah menghibur Kak Crish dan mengakui hubungan kita. Ini imbalan, karena dengan tak sengaja juga, kamu menjaga rahasiaku dan Lathia."
***
~Bersambung~