Asya terus terpaku pada amplop berisi uang tebal yang baru saja Sean berikan padanya. Asya bertanya pada hati. Kenapa? Kenapa Sean memberikan uang itu?
Imbalan? Atas dasar apa Sean memberikan Asya uang itu hanya karena Asya mencoba menghibur Crish? Entah mengapa, Asya merasa harga dirinya cukup direndahkan sekarang. Seolah Asya ini melakukan suatu hal karena Sean, padahal ini murni keinginannya sendiri.
Asya mengatup gigi kuat. Tidak bisa dibiarkan. Ia ingat perkataan Alma, harga diri mereka akan diinjak apabila dekat dengan orang kaya. Benar, orang kaya dengan seenaknya menghamburkan banyak uang, hanya untuk hal murahan seperti ini. Gadis itu menatap Sean tajam, kesampingkan rasa malunya karena telah berpagutan dengan Sean. Asya hanya ingin memberi Sean pelajaran sekarang. Selanjutnya, Asya menampar pipi Sean kuat dengan amplop uang itu.
Plak!
Sean terbelalak. Lelaki itu langsung membatu dengan wajah yang sudah tertoleh ke samping. Untuk beberapa detik, Sean terhenyak. Kenapa Asya menamparnya? Padahal, Sean tak melakukan hal yang menyebalkan, namun gadis itu bertindak seenaknya.
Sean mengusap pipinya sembari menatap Asya emosi. "Dua kali! Kamu menamparku dua kali!" bentak Sean marah. "Memangnya apa salahku?! Kau itu tak tau malu! Aku sudah—"
Plak!
Kali ini, amplop tersebut Asya lembar pada wajah Sean. Tatapan gadis itu serius dan sangat menusuk sekali. "Kau yang tak tau malu," balas Asya dingin. "Aku melakukannya bukan untuk dirimu, bukan untuk diberi imbalan seperti ini, dan bukan pula untuk menuruti keinginanmu. Aku melakukannya hanya untuk menghibur Crish yang menjadi korban dari hubungan rahasia kalian. Dan aku melakukannya dengan senang hati." Tatapan Asya sungguh berani, membuat Sean terpaku dengan tatapan Asya yang tak biasa itu.
"Jadi jangan pernah memberikan imbalan apapun lagi. Itu melukai harga diriku," final Asya. Tanpa menunggu jawaban dari Sean, gadis itu beranjak menuju pintu untuk kembali ke lantai bawah.
Sean menatap punggung Asya. "Apa itu karena kemarin malam?" tanya Sean tanpa ragu, sukses membuat Asya langsung menghentikan langkahnya, meskipun tanpa mau berbalik menghadap Sean.
"Kamu menjauhiku, karena kemarin aku menciummu begitu?" tanya Sean lagi. Sean tersenyum miring. "Asya, itu bukan ciuman, tapi hanya nafas buatan. Ciuman bukan seperti itu!" tekannya. "Aku datang ke sini sebenarnya untuk menanyakan hal ini juga."
"Aku tak butuh apapun! Mau nafas buatan atau apa! Kita ... kita tetap ...," Asya menggantungkan ucapannya, saat dirasa wajahnya mulai memanas. Sialan, padahal ia sudah bagus bisa menyudutkan Sean.
"Tidak! Sudah kubilang itu hanya nafas buatan!"
"Berisik!" Asya frustasi. Tanpa melirik ke arah Sean, Asya mengepalkan kedua tangannya.
Sean menghela nafas pendek. "Terserah kamu menganggapnya apa. Tapi tindakanmu kemarin ... menyelamatkanku. Jika kamu tak memberiku nafas buatan, mungkin aku sudah tak bisa berdiri di belakangmu seperti ini. Dalam artian lain ... aku mungkin sudah mati."
Mendengar ucapan Sean, hati Asya terasa sakit. Entah apa penyebabnya, Asya tak tahu persis. Yang jelas, ia juga merasa bersalah karena telah kasar pada Sean, padahal kejadian kemarin terjadi memang karena Asya harus melakukannya.
"Jangan katakan apapun lagi," ujar Asya pelan. Selanjutnya ia melanjutkan langkahnya dan kembali turun ke lantai bawah. Tak lupa, ia menutup pintunya terlebih dahulu.
Sean kini berdiri sendirian, menatap pintu yang sudah tertutup. Lelaki itu terdiam sejenak, sembari berpikir. Sean lalu memegang dadanya, yang terasa tak enak sekali.
"Ngh." Sean mengeluh, meremas kaos bagian dada. "Hatiku sakit," gumamnya. Ia masih menatap pintu, sembari membayangkan tatapan tajam Asya yang memberinya kebencian.
"Apa akan terjadi lagi? Apa aku ... akan ditinggalkan orang lain lagi ...?"
***
Suasana sekolah mulai ramai, sebab akan diadakan lomba sebagai tanda memperingati Anniversary SMA 4, tempat Asya bersekolah.
Jangan lupakan, beberapa murid sudah latihan keras untuk acara yang digelar beberapa hari lagi. Sementara itu, beberapa lomba dimulai dari hari sekarang, agar nanti pengumuman pemenang diumumkan di atas panggung. Karena itu suasana sekolah ramai sekali, karena beberapa murid dari sekolah lain mengikuti lomba ini. Lombanya pun begitu banyak pilihan, semakin membuat setiap murid sangat antusiasme mengikutinya.
Asya menatap tulisan yang terpampang di salah satu jendela kelas.
'Lomba Cerita pendek'
Begitu tulisannya. Asya tersenyum dan masuk ke ruangan itu. Sebab ia memilih mengikuti lomba cerpen, jangan lupa Asya juga mengikuti lomba cerdas cermat, kontes kecantikan, parsel, model, dan matematika. Karena lombanya dilaksanakan beberapa hari, Asya bisa bersantai.
Saat masuk ke sana, Asya terkejut ketika mendapati Crish yang menjadi pengawas di ruangan itu. Crish menyadari kehadiran Asya, dan langsung melambai dengan senyuman tampan di wajahnya. Semua siswi yang ikut lomba cerpen langsung bergumam membicarakan ketampanan Crish. Asya membalasnya dengan senyuman kecil, lalu beranjak ke salah satu kursi.
"Pagi," sapa seseorang dengan nada jail.
Asya langsung membatu. Suara seseorang barusan, tak asing. Ia melirik ke samping, dan langsung terbelalak saat mendapati Sean sudah duduk di sampingnya. Sean tersenyum miring dengan dagu ditopang.
"Wah ... akhirnya aku bisa satu meja denganmu," goda Sean.
Asya memalingkan wajahnya. Wajahnya panik, sekaligus kembali memerah. Ya ampun, kenapa Asya jadi salah tingkah begini? Padahal kemarin malam ia sukses mencampakkan Sean. Sean hanya mendengus geli melihatnya, meskipun begitu jujur saja Asya terlihat sangat menggemaskan dengan sikap malu-malunya.
'Sial. Kenapa Sean harus ikut lomba yang sama dengaku, sih?!' Asya berteriak dalam hati. Gadis itu hendak berlari ke meja lain, namun ia urungkan saat sadar tak ada lagi meja yang kosong. Bahkan Reina yang tadinya sudah janjian duduk bersama Asya pun, nampak tak melirik ke arah Asya. Hal itu membuat Asya frustasi, was was dengan keberadaan Sean di sampingnya.
Crish mulai membuka acara lomba cerita pendek. Lelaki itu lalu mulai membagikan kertas yang harus diisi dengan karangan cerita oleh para peserta. Saat melihat Sean duduk dengan Asya, Crish tersenyum kecil.
Meskipun berulang kali Sean berulah, menggoda Asya dengan berbagai cara, seperti menyembunyikan penghapus milik Asya, pulpen, menyenggol lengan gadis itu hingga Asya terpaksa harus menulis ulang sebab tulisannya tak sengaja tercoret.
Sean sungguh menyebalkan, tapi Asya berusaha tak terpancing dengan ulah Sean, ia hanya tersenyum kecil, sabar ... serta menahan emosinya. Asya tak mengerti mengapa Sean bisa bersikap seusil itu. Padahal, waktu awal bertemu Sean nampak sangat dingin dan tak ada potensi Sean akan bersikap jahil seperti ini.
Setelah beberapa puluh menit berlalu, akhirnya Asya menyelesaikan ceritanya. Gadis itu menghela nafas panjang sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya yang agak pegal.
Sean diam-diam membaca cerita milik Asya, dengan judul : Pangeran Tidur dan Ksatria Wanita. Lelaki itu ingin tertawa dengan judulnya. "Kenapa kamu membalikkan judul ceritanya? Biasanya seorang putri yang tertidur, bukan pangeran," cibir Sean.
"Berisik," tandas Asya tak peduli. Lagi pula, ini karangan, jadi Asya bebas mengarang apapun.
Sean menyodorkan kertas ceritanya. "Lihat, ini judul ceritaku." Asya melirik, lalu membaca judul cerita milik Sean. Kisah Satu Malam : Ciuman atau Nafas Buatan?
Asya melotot seketika. Ia hendak meraih kertas milik Sean, namun Sean dengan cepat menaikkannya ke atas. "Ada apa?" pancing Sean.
"Apa yang kau lakukan!" desis Asya murka.
Sean tersenyum miring. "Aku menuliskan kisah nyata yang kita alami."
Oh, sial. Sean jahil sekali, ingin sekali Asya menerkam lelaki itu.
"Apa?" Seorang gadis entah sejak kapan berdiri di samping meja yang diduduki Asya dan Sean. Asya yang hendak meraih kertas milik Sean langsung melirik ke arah suara.
Baik Sean maupun Asya, keduanya terkejut, karena ternyata seorang gadis itu adalah Lathia. Lathia tersenyum ke arah mereka, lalu mengambil kertas Sean tanpa sepengetahuan mereka. Gadis itu membaca kertas tersebut.
Membuat Asya cukup panik, gadis itu langsung menunduk. Lathia menutup mulutnya, menatap Asya dan Sean bergantian.
"Oh, ya ampun. Ternyata kalian sudah berciuman?" Lathia nampak pura-pura terkejut, hal itu langsung membuat para murid dan Crish melirik ke arah bangku Sean dan Asya.
Sial!
***
~Bersambung~