"Kamu bisa, 'kan?" Sean menatap manik Asya lekat, menusuk tepat ke retina gadis itu.
Sementara itu, Asya cukup terkejut dengan permintaan Sean. Menjadi pacar palsunya lagi? Hey, ayolah! Asya malas sekali dengan title palsu lagi, benar-benar merepotkan dan tentunya tidak berguna! Namun, tatapan serius lelaki itu entah mengapa membuat Asya betah melihatnya untuk beberapa detik, larut dalam keseriusan itu.
"Asyara," panggil Sean mengguncang pelan bahu Asya, sukses membuat gadis itu menghentikan lamunannya.
Asya mengerjap, namun tatapan Sean yang terlalu intens melihatnya, membuat Asya malu. Gadis itu melirik ke lain arah untuk menghindari tatapan Sean.
"Ekhm! Ah! Layanganmu terbang! Gulungan kailnya ikut tertarik!" pekik Asya tiba-tiba saat melihat gulungan kail milik Sean yang sempat lelaki itu simpan di sampingnya ternyata ikut melayang ke udara, tertarik oleh layangan yang masih terbang. Ini karena angin masih berhembus cukup kencang, dan karena Sean mengabaikannya, akhirnya gulungan itu mulai melaju, menjauh dari tempat yang Sean pijaki.
Sean terbelalak dan langsung mengikuti arah pandang Asya. Dan benar saja, gulungannya tertarik!
"Ah, sial! Layanganku!" teriak Sean terperanjat sembari melangkah di atas genting untuk mencapai gulungannya. Namun, gulungan semakin menjauh, membuat Sean kesulitan meraihnya. Lelaki itu tak bisa memperhatikan alas pijakannya yang berupa genting. Belum lagi kondisi atap yang miring membuat keseimbangan tubuh Sean tak bisa ia jaga dengan baik.
"Hey! Hati-hati!" teriak Asya memperingati saat Sean nampak kesulitan melangkah.
Namun, langkah kaki Sean tak sengaja tersandung, hingga akhirnya tubuh lelaki itu jatuh dengan keras, menimpa genting hingga beberapa gentingnya pecah. Tubuh Sean merosot ke bawah dan terguling beberapa kali.
BRUGH! TAK! TAK! TAK!
"Sean!" Asya berteriak histeris. Gadis itu lalu melangkah menuju Sean yang sudah tengkurap lemah, tak berdaya. Asya melangkah dengan hati-hati. Kondisi atap miring membuat siapapun rentan terjatuh dari sana. Namun untungnya tubuh Sean masin bertahan.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Asya cukup panik. Gadis itu menepuk punggung Sean, dan lelaki itu hanya menjawabnya dengan gumaman kecil.
"Gulungan kailku ... layanganku ...," gumam Sean lirih.
Asya memutar bola matanya. "Lupakan tentang itu. Pikirkan dirimu sendiri! Ayo, bangkit!" titah gadis itu sembari membantu Sean untuk bangkit. Gadis itu lalu memapah tubuh bongsor lelaki itu, dengan langkah pelan dan hati-hati.
Setelah sampai di genting yang kondisinya datar, Asya mendudukkan lelaki itu. Gadis itu langsung berdesis ngilu ketika melihat luka yang dialami Sean.
Wajah lelaki itu terdapat lecet-lecet cukup mengerikan. Dagu, leher, pelipis dan bibir. Bercak-bercak darah pun menghiasi wajah tampannya.
"Oh, ya ampun. Ini cukup parah," ujar Asya sembari mengangkat kedua tangannya, hendak memeriksa luka luka Sean tapi Asya bingung harus bagaimana saking paniknya.
Sean menahan tangan Asya dan menatap gadis itu tanpa ekspresi. "Jangan panik seperti itu." Sean memperingati, membuat Asya terdiam menatap lelaki itu, akhirnya Asya menghela nafas pelan dan mengembuskannya.
"Baiklah, tapi biarkan aku memeriksa lukamu. Mungkin aku bisa mengobatinya," ujar Asya. Tangan gadis itu terulur dan meraih kedua rahang Sean, Asya sedikit mengangkat rahang lelaki itu untuk melihat luka di sekitar leher. Ia meniup luka itu pelan.
Asya berdesis. "Pasti perih sekali," gumamnya.
"Kenapa kamu malah meniup lukanya?" protes Sean memandang Asya aneh.
"Mamaku bilang meniup luka bisa menetralisir infeksi," jawab gadis itu.
"Tch, mitos," balas Sean cepat.
Asya tak memedulikan hal itu. Gadis itu kembali memeriksa luka Sean dengan serius, meniup luka lecet di pelipis lelaki itu. Tanpa Asya sadari, Sean memerhatikan wajah gadis itu, dari dekat. Sangat dekat, hingga Sean dapat melihat bulu mata milik Asya yang panjang dan lentik, indah sekali. Manik Asya yang berbinar pun turut menjadi perhatian Sean.
Melihat Asya sedekat ini, membuat Sean merasakan sesuatu yang lain. Hingga saat Asya yang masih menopang kedua dagu Sean, gadis itu tanpa sadar meniup luka di bibir lelaki itu. Asya meniupnya cukup dekat, beberapa detik Asya terhenyak, saat merasa bahwa jarak bibirnya dengan bibir Sean terlalu dekat. Asya terpaku dengan luka lelaki itu hingga tak sadar bahwa posisinya terlalu dekat dengan Sean.
Asya merasakan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Aroma mint, khas Sean merebak ke hidungnya. Sial, Asya terlalu menyukai aroma ini. Gadis itu menjauhkan wajahnya dari Sean, ia terlanjur malu. Namun sebelum itu terjadi, Sean menahan lengan Asya, membuat Asya terkejut dan langsung menatap lelaki itu.
Tatapan intens kembali Asya dapatkan, manik yang menatapnya dengan dalam.
"Kenapa kau selalu mengendus saat dekat denganku?" tanya Sean dengan suara rendah.
Asya mengangkat alisnya. "Ah, hanya perasaanmu saja. Aku tak mengendus apapun," jawab Asya berusaha menyembunyikan kebiasaannya.
Sean tersenyum miring. "Jadi, bagaimana jawabanmu? Kamu mau jadi pacar palsuku lagi?" tanya Sean mengulang.
Asya kembali terjebak dengan permintaan lelaki itu. Asya harus bagaimana? Ia jelas ingin menolak. Yang benar saja, kalau Asya menerimanya, sama saja dengan dipermainkan. Lagi pula, Asya teringat Alma yang terlihat kecewa saat mengetahui Asya dekat dengan Sean.
Asya melepaskan tangannya dari pegangan tangan Sean. Gadis itu lalu berdiri. "Aku punya banyak PR. Oh! Aku juga akan membawakan betadine dan kapas. Kamu tunggu, ya! Permisi," pamit Asya, dengan cepat gadis itu melangkah menuju balkon dan masuk ke dalam, meninggalkan Sean sendirian di sana.
Sean terhenyak mendapatkan reaksi seperti itu dari Asya. Apa itu bentuk penolakan? Hey, ayolah. Semua gadis yang ia temui bahkan sangat senang menjadi pacar Sean walaupun tau Sean hanya pura-pura. Namun, lihatlah Asya, gadis itu nampak gengsi sekali. Padahal Sean tak mengajaknya pada kejahatan, dan tentunya tak akan merugikan Asya sendiri. Karena reaksi Asya yang seperti itu, Sean mulai menyimpulkan bahwa Asya mungkin ingin imbalan untuk menjadi pacar pura pura, tapi berapa rupiah uang yang harus Sean keluarkan untuk meluluhkan Asya?
***
Asya melangkah cepat menuruni tangga dari lantai dua, gadis itu tak peduli dengan resiko kakinya tersandung saking cepatnya mengabsen satu persatu anak tangga. Gadis itu lebih mempedulikan detak jantungnya yang berdegup tak karuan.
Asya memejam mata, berusaha menetralkan nafas sembari memegang area jantung. Bayangan saat ia meniup bibir Sean membuat benak Asya berdesir, lalu tatapan intens lelaki itu ... sial! Mengapa Sean begitu memesonanya?!
Namun, saat sadar apa yang tengah ia pikirkan, Asya langsung menggelengkan kepalanya cepat. Jangan sampai Asya terjebak dengan pesona lelaki itu. Ia lebih memilih masuk ke kamar dan mengambil kapal dan betadin, setelah itu Asya kembali naik ke lantai dua untuk memberikan obat luka pada Sean.
Saat Asya sampai, ia tak melihat keberadaan seseorang pun. Hampa, dan Sean sepertinya sudah pergi dari sana, padahal Asya baru meninggalkan lelaki itu beberapa menit.
***
~Bersambung~