"Tunggu!" tahan Asya tanpa sadar.
Sean yang hendak menaiki tangga langsung menghentikan langkahnya dan melirik Asya dengan malas. "Ada apa?" tanyanya. Setengah kesal.
Asya membuka mulutnya, hendak menanyakan sesuatu pada Sean. Namun, entah kenapa lidahnya terasa kelu, seolah kata-kata yang ada dipikirannya mendadak hilang.
Melihat reaksi Asya yang malah terdiam seperti kebingungan, Sean hanya memandang Asya remeh. "Membuang-buang waktuku saja, dasar," cibir Sean menatap Asya dingin. Selanjutnya, tanpa menunggu reaksi dari Asya, Sean menaiki tangga dengan cepat untuk menyusul langkah Lathia yang lebih dulu menuju ke lantai atas.
Asya terdiam di tempat sembari menatap kepergian Sean. Gadis itu bertanya-tanya dalam hati, kenapa bisa Sean bisa ada di rumah ini? Dan siapa gadis yang barusan dikejar oleh Sean? Asya sungguh bingung. Namun, tak memungkiri, Asya adalah gadis yang cepat mengambil kesimpulan. Asya berpikir, bahwa Sean juga salah satu orang yang tinggal di rumah ini. Atau bisa juga salah seorang tamu yang datang ke pesta yang diadakan oleh keluarga Alexander. Entahlah, Asya tak tau menahu. Gadis itu hanya penasaran saja, apa yang akan dilakukan mereka berdua di atas? Dilihat dari tingkahnya, sepertinya Sean dan Lathia tengah bertengkar.
Dengan keberanian dan rasa penasarannya, Asya mulai melangkah menaiki tangga, mengikuti jejak-jejak Sean. Saat beberapa anak tangga lagi ia akan sampai di lantai dua, Asya mendengar sayup-sayup suara Lathia tengah memarahi Sean.
"Lathia, tolong dengarkan aku, apa kamu akan menyerah begitu saja?!" tanya Sean menatap Lathia tak habis pikir. Di sisi lain, Asya menguping di balik tembok, mendengarkan apa yang tengah menjadi topik pembicaraan mereka.
Lathia terlihat menunduk, dengan kedua tangan yang mencengkeram gaun hitam yang ia pakai dengan kuat. Semburat cahaya rembulan menerpa wajah cantik gadis itu, wajah yang sudah dipolesi make up itu semakin memesona dan mampu menghipnotis orang yang melihatnya.
"Maaf, Sean. Aku tak bisa. Kita tak bisa bersama, ataupun menjalin hubungan lagi," ujar Lathia dengan suara pelan. Wajah gadis itu mulai memerah, dengan manik mulai berair.
Sean mendengus kecil, tak habis pikir dengan Lathia yang begitu saja menyerah tanpa ada usaha untuk memperjuangkan. Lelaki itu lalu memegang ke dua bahu Lathia, dan memberi isyarat Lathia untuk menatap ke arahnya.
"Lihatlah kedua mataku," titah Sean serius.
Lathia mengangkat wajahnya dan menatap Sean tanpa ekspresi.
"Lathia, jika kamu memang mencintaiku, pada perjuangankanlah hubungan kita. Aku selama ini sudah sabar menjaga hubungan ini, tanpa sepengetahuan keluargaku, dan berjuang menjaga hati selama jauh darimu. Dan ketika kamu pulang ke sini, kamu seenaknya memutuskan hubungan kita? Aku tak menerimanya," ujar Sean dengan wajah dingin.
Lathia masih terdiam, lalu memutuskan kontak matanya. Ia melepaskan ke dua tangan Sean yang memegang ke dua bahunya. Lalu Lathia beralih mengusap pelan pipi Sean, menatap manik Sean lekat, dengan sudut bibir terangkat samar-samar. "Kamu menjalin hubungan denganku di saat aku ada di luar negeri. Saat itu, aku sudah menerima Crish sebagai pacarku. Crish orang yang sangat baik, dia perhatian dan selama ini membantuku. Apa aku harus mengkhianatinya?" tanya Lathia, berharap Sean mengerti. "Sean, Crish ini adalah kakakmu. Dia sangat percaya pada kita berdua. Aku tak bisa mengkhianatinya lebih lama. Terlebih, kita akan segera memulai ke jenjang yang lebih serius. Jadi, sebelum itu terjadi, aku ingin kita berhenti sampai di sini. Tolong lupakan aku sekarang, sebelum Crish dan aku menikah, kamu harus melupakanku. Aku mohon," lanjut gadis itu dengan suara bergetar dan lembut. Ia tersenyum manis, penuh harapan, sekaligus pilu yang mendera di dadanya.
Selama di luar negeri—Amerika, Lathia terkadang memiliki koneksi dengan Sean. Awalnya, Sean sering berkomunikasi dengan Lathia sekedar menanyakan kabar Crish yang terkadang sibuk dengan kuliahnya. Namun, lambat laun rasa suka Sean hadir, sebelumnya, Sean juga sudah menyukai Lathia. Hingga Sean dan Lathia diam-diam menjalin hubungan di tengah-tengah Crish yang saat itu juga sudah menetapkan Lathia sebagai gadis yang akan dinikahinya kelak. Karena itu, Lathia ingin mengakhiri hubungannya dengan Sean sekarang, bagi Lathia, Sean tak ada apa-apanya dibanding Crish.
Setelah itu, Lathia mundur dan dengan cepat, gadis itu pergi dari sana, menuruni tangga untuk kembali ke aula pesta. Crish pasti akan mencarinya. Namun, setidaknya Lathia sudah menjelaskan dan memberikan keputusannya pada Sean.
"Aku rasa aku tak akan menyesal, aku sudah sangat bersyukur memiliki Crish. Aku tak ingin menyakiti harinya," gumam Lathia yang telah meninggalkan Sean sendirian.
Di sisi lain, Sean masih terdiam. Larut pada kesunyian di tempat itu, dengan pikiran yang terus terpaku dengan kata-kata yang dilontarkan Lathia padanya. Sean merasa, tak percaya dengan apa yang Lathia bicarakan, seolah-olah perkataan gadis itu enggan dicerna oleh pikirannya. Apa ini mimpi? Sean rasa, jika ini mimpi, tolong bangunkan dirinya agar tak mendengar kata-kata yang menyesakkan seperti itu lagi.
Hingga lamunan Sean buyar, saat ia sadar bahwa Lathia telah pergi meninggalkannya. Sean ingin mengejar Lathia, berusaha mencari kesempatan agar hubungan rahasinya dengan gadis itu tak semudah itu berakhir. Lelaki itu berbalik badan, dengan perasaan yang tak ingin menyerah, Sean berlari, hendak menuruni tangga tersebut.
Namun, saat beberapa langkah Sean beranjak, suara seorang gadis berhasil menarik perhatiannya.
"Ouh, jadi seperti itu," ucap Asya yang membuat langkah Sean membeku. Selanjutnya, Sean melirik ke arah Asya dengan cepat, dan mendapati gadis itu tengah menatapnya sembari melipat kedua tangan.
"Mencintai gadis yang sudah menjadi milik kakakmu? Sungguh miris. Ck ck ck," cibir Asya tersenyum miring.
Sean tak berkutik. Ia hanya melontarkan tatapan dingin pada Asya, emosi yang ia tahan karena Lathia ia limpahkan pada Asya lewat tatapan mautnya.
"Bukannya aku ingin mencampuri urusan orang lain, tapi gadis tadi benar. Kamu tak seharusnya mempertahankan hubunganmu dengannya," ujar Asya tanpa tau apa konsekuensi karena telah mengatakan hal itu pada Sean.
Sean menatap Asya tak habis pikir. Lelaki itu mendengus, lalu tertawa renyah. Apa Sean tak salah dengar? Asya menasehatinya?! Dengan cepat, Sean menarik kerah baju gadis itu, hingga tubuh Asya terangkat sedikit ke udara dan kakinya terjinjit.
Asya langsung terbelalak dengan nafas yang tertahan. Gadis itu terkejut dengan apa yang dilakukan Sean. Apalagi, jarak wajahnya dengan lelaki itu. Asya dapat dengan jelas melihat kilat kebencian di mata Sean sekaligus nafas lelaki itu yang nampak begitu beremosi.
"Aku akan membunuhmu jika sekali lagi berani mencampuri urusanku!" tekan Sean dengan gigi yang mengatup kuat, tanda bahwa lelaki itu benar-benar marah sekarang.
***
—Bersambung—