"Aku akan membunuhmu jika sekali lagi berani mencampuri urusanku!" tekan Sean dengan gigi yang mengatup kuat, tanda bahwa lelaki itu benar-benar marah sekarang.
Asya merasakan jantungnya terasa ditusuk oleh jarum saat tatapan dan ucapan Sean menembus pertahanan dirinya. Namun, dirinya justru bingung sekarang. Bingung harus bereaksi bagaimana.
Sean mendorong tubuh Asya hingga gadis itu menabrak tembok, hingga akhirnya, Sean sadar dengan apa yang ia lakukan pada gadis itu. Sean langsung melepaskan cengkeramannya pada kerah baju Asya. Dengan cepat, Sean memalingkan muka. Merasa bahwa perkataan Sean barusan benar-benar keterlaluan.
Di sisi lain, Asya terdiam dengan tatapan kosong, tidak. Ia memikirkan sikap Sean barusan. Apa ucapannya salah?
"Maaf," ujar Asya kembali membuka mulut, membuat Sean yang tengah merutuki dirinya sendiri langsung menoleh ke arah gadis itu. "Aku tak bermaksud mencampuri urusanmu. Dan aku tak memiliki maksud untuk menceramahimu, tapi—"
"Sudahlah," potong Sean cepat, telinganya terasa panas sekarang, ia anti mendengar ceramah untuk saat ini. "Jangan mengatakan apapun lagi jika tak ingin berurusan denganku," lanjut Sean, masih dengan tatapan dinginnya. Selanjutnya, lelaki itu berlalu dari hadapan Asya, dengan tatapan dingin yang masih lelaki itu pertahankan.
Asya hendak membuka mulutnya, namun Asya tahan. Gadis itu rasa, ia sudah menyinggung perasaan Sean. Tapi, bukankah apa yang dikatakan Asya itu benar? Ya, tepat sekali. Kebenaran itu memang terkadang menyakitkan. Dan Sean nampaknya tidak mau menerima kebenaran yang sudah jelas ada di depan mata.
"Lelaki itu, namanya Sean, bukan? Gadis tadi memanggilnya dengan nama itu," gumam Asya menatap jejak kepergian Sean.
***
Lathia melangkah dengan cepat. Wajah gadis itu memerah padam, tanda bahwa gadis itu tengah berada di situasi yang amat emosional. Setelah mengatakan kejujuran isi hatinya pada Sean, Lathia langsung kembali ke aula pesta. Crish pasti akan mencarinya, dan sebisa mungkin Lathia tak boleh membuat kekasihnya itu kecewa.
Lathia menghentikan langkah kakinya yang kini tengah berpijak memakai high heels hitam yang pernah dibelikan oleh Crish. Ia menatap Crish dari kejauhan, yang nampak mengobrol dengan teman-teman SMA-nya, sembari tertawa lebar, senyum tampan yang benar-benar membuat Lathia tak tega menghapusnya. Lathia tersenyum kecil, lalu melangkah mendekati Crish.
"Crish," panggil Lathia lembut. Crish langsung melirik ke arah sumber suara, diikuti teman-temannya yang ikut terpancing dengan suara panggilan Lathia. Lathia dengan senyum yang terus merekah kemudian mendekati mereka dan menggandeng lengan Crish.
"Perkenalkan, ini Lathia. Orang yang sangat dekat denganku, lebih tepatnya pacarku," ujar Crish memperkenalkan sembari menggandeng bahu gadis itu.
Teman-teman Crish yang hampir semuanya mayoritas laki-laki langsung berseru senang, sekaligus menggoda Crish.
"Habis lulus kuliah, on the way lulus juga seleksi buat nikah nih!" seru Frans tertawa kecil, diiringi sindiran teman lainnya yang sukses mengundang gelak tawa.
Crish hanya tersenyum kecil, ikut terkecoh dengan candaan teman-temannya. Sementara itu, Lathia tak sengaja menangkap perawakan Sean dari kejauhan, yang menatapnya dengan tatapan terdiam. Namun, Lathia tak ingin terlarut dalam rasa bersalahnya. Gadis itu harus tegas akan takdirnya. Ia lalu semakin mengeratkan gandengannya pada lengan Crish.
"Crish, bagaimana kalau kita duet lagu? Aku sangat ingin bernyanyi denganmu," pinta Lathia serius.
Crish mengangkat alisnya, lelaki itu nampak ragu. Ia lalu tertawa hambar. "Aku sangat ingin bernyanyi denganmu. Tapi ... Bukankah suaraku sumbang? Akan sangat memalukan jika aku yang menyanyi di atas panggung," ujar Crish jujur sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia khawatir akan merusak pestanya sendiri. Kkkk.
"Hahaha. Lucu sekali, Crish. Jika kamu merusak pestamu, itu tak jadi masalah. Kami tak akan meninggalkan pesta ini, justru kami akan semakin menikmati pestanya saat kamu menyanyi di atas panggung," saran Rebecca, teman Crish yang lain.
Crish yang masih merasa ragu kemudian menatap Lathia yang ternyata begitu memelas kepadanya. Lathia memang memiliki suara yang bagus, namun Crish? Sumbang, Crish tak memiliki bakat menyanyi.
"Benar apa katamu. Ayo, aku tak akan mengajakmu bernyanyi dengan nada tinggi," ajak Lathia lagi. Tanpa menunggu persetujuan dari Crish, Lathia menarik lengan lelaki itu, mengajaknya ke panggung. Sambutan dan tepuk tangan meriah mereka berdua terima. Antusiasme ini membuat Crish perlahan percaya diri, hingga akhirnya, Crish dan Lathia mulai bernyanyi, menyanyikan lagu Ed Sheeran - Perfect. Lagu yang menurut Crish melambangkan Lathia malam ini.
Semua penonton menikmati jamuan dan juga hiburan yang ditampilkan. Sementara itu, Sean masih berdiri menatap Crish dan Lathia yang begitu bahagia di atas panggung. Mereka sangat cocok, membuat hati Sean semakin mencelos. Apalagi saat mengingat kata-kata Lathia tadi. Lelaki itu lalu berbalik badan, hendak kembali ke kamarnya.
Sean rasa, ia tak bisa menikmati pesta lebih lama lagi. Hatinya berdenyut sakit. Dan Sean tak bisa melakukan apapun lagi. Apalagi, beberapa menit lagi akan ada pesta dansa. Sean tak berminat berdansa, karena ia tak memiliki pasangan. Namun, saat Sean mulai melangkah, lelaki itu teringat dengan seorang gadis yang ada di lantai 2 ruangan pelayan. Sean terdiam beberapa saat.
Ia tahu, Lathia tengah memamerkan kemesraannya bersama Crish, dan Sean sekarang memiliki keinginan untuk melakukan hal yang sama. Dengan cepat, Sean berbalik, melangkah dengan cepat ke area pelayan dan mencari keberadaan gadis tadi.
Sean tahu ia tak sopan. Namun ia tak peduli, karena ia anak pemilik rumah ini, Sean bisa melakukan apapun sesuka hati. Manik lelaki itu mengedar ke penjuru ruangan. Beberapa kamar yang tertutup membuat Sean bingung di mana keberadaan gadis itu. Hingga Sean memilih untuk menaiki tangga menuju lantai dua, siapa tau gadis tadi masih berada di sana.
Sean jujur saja ingin memanggil nama Asya, namun ia tak tahu menahu nama gadis itu. Sean hanya ingat wajahnya. Hingga saat Sean sampai di balkon, lelaki itu melihat perawakan seorang gadis tengah duduk sembari bersandar pada sebuah kursi. Akhirnya Sean bisa menemukan Asya!
Namun, Asya terlihat memejam matanya, dengan headset yang menyumpal telinganya. Sean terdiam beberapa detik saat menyadari bahwa Asya tengah tertidur. Apa Sean harus membangunkannya? Tiada waktu sekarang. Ia duduk di samping Asya, sembari memikirkan bagaimana caranya membangunkan dan mengajak gadis itu untuk menghadiri pesta. Tanpa ragu, Sean mengangkat sebelah tangannya, hendak menepuk pundak Asya, namun gadis itu terlebih dahulu bergerak. Sembari bergumam kecil, Asya menyandarkan kepalanya di pundak Sean tanpa sadar.
Sean langsung membatu. Namun dengan cepat, ia menyingkir hingga tubuh Asya langsung terhuyung ke samping karena tiada pijakan. Manik Asya langsung terbuka karenanya. Gadis itu terkejut sekali.
Kening Asya mengerut, tanda bahwa ia tengah mengumpulkan nyawanya untuk mencerna apa yang terjadi dengannya.
"Bangunlah," titah Sean cepat.
"HHah?!"
***
—Bersambung—