Tepat satu bulan setelah acara kelulusan SMP Nusa Bangsa. Zahra McKenzie sekarang resmi menjadi siswa SMU di salah satu sekolah menengah umum favorit di kotanya. Dan hari ini, tepat hari pertamanya masuk ke sekolah yang selama ini selalu diidamkannya.
Masih dengan mengenakan seragam SMP Nusa Bangsa, Zahra McKenzie melangkah dengan yakin menuju gerbang sekolah favorit pertama di kota itu. Menyapa ramah penjaga sekolah, atau beberapa orang yang ia duga sebagai guru di sekolah barunya.
David Long, pengawal Zahra McKenzie terlihat mengekor di belakangnya. Zahra McKenzie yang memintanya untuk menjaga jarak. Sungguh memalukan jika para siswa yang lain mengetahui bahwa ia ke sekolah bersama 'pengasuh'. Hal ini tidak bisa ia hindari. Beberapa kali membuat ulah agar para pengawalnya dipecat, sang ayah selalu merekut pengawal yang baru untuk dirinya. Sebagai satu-satunya pewaris dari pengusaha kaya, Dahlan McKenzie, harus memastikan putrinya selamat dari ancaman para pesaing bisnis yang tidak suka padanya.
Seluruh siswa dan siswi baru, telah berkumpul di lapangan, untuk mendapatkan pengarahan dari panitia MOS. Satu per satu siswa dan siswi dipanggil untuk masuk ke dalam kelompoknya masing-masing. Kemudian mereka yang telah memiliki kelompok diminta untuk memilih ketua kelompoknya masing-masing.
Zahra McKenzie terpilih menjadi ketua kelompok, untuk itu ia bertanggung jawab untuk mengambil tugas bagi kelompoknya pada ketua panitia MOS.
Agar makin akrab dan saling mengenal siapa saja panitia MOS yang bertugas, satu per satu panitia memperkenalkan diri mereka. Jumlah panitia seluruhnya ada lima belas orang, terdiri dari tujuh siswa laki-laki dan delapan siswa perempuan. Panitia MOS dipimpin oleh Ketua OSIS yang baru saja menjabat selama enam bulan lalu di kelas dua, sebelum kenaikan kelas. Nama ketua panitia itu Alghifari Fauzi, yang biasa dikenal dengan panggilan Alghi.
Setelah semua panitia memperkenalkan diri, barulah para ketua kelompok mengambil tugas kelompoknya di ketua panitia. Masing-masing ketua kelompok mengambil tugasnya. Tiba giliran Zahra McKenzie untuk maju ke depan dan mengambil tugas di meja panitia. Saat itulah sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Ketua panitia membiarkan Zahra McKenzie mengambil sendiri tugas bagi kelompoknya. Netranya menatap wajah Zahra McKenzie begitu lekat. Membuat Zahra McKenzie merasa gugup.
Zahra McKenzie mengenali siapa ketua panitia MOS yang sekaligus ketua OSIS. Dia adalah pemuda tampan penyelamat dirinya sebulan yang lalu.
Zahra McKenzie menelan salivanya dengan gugup, berharap ketua panitia MOS tidak mengenalinya saat itu. Penampilan Zahra McKenzie memang sedikit berbeda, ia memotong rambut panjangnya hingga tinggal sebahu. Menuruti permintaan ibunya. Agar putrinya itu terlihat lebih segar di sekolah barunya. Menurut ibunya, Wilhelmina Gie, penampilan yang segar di tempat baru, akan memberikan aura positif pada dirinya. Dan, Zahra McKenzie bersyukur, ia menuruti permintaan ibunya. Pemuda di hadapannya sepertinya tidak mengenalinya.
Tugas bagi kelompoknya telah berada di tangan Zahra McKenzie, ia pun terburu-buru membalikkan badannya untuk kembali ke barisan kelompoknya. Tiba-tiba saja pemuda yang bernama Alghifari Fauzi menegurnya.
"Hei kamu!! Tunggu dulu!!" seru Alghifari Fauzi dengan suara lantang. Membuat Zahra McKenzie seketika mematung. Belum berani membalikkan badannya. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Memicu adrenalin. Perlahan peluh mulai bermunculan di dahinya.
"Siapa namamu?" tanya Alghifari Fauzi.
Zahra McKenzie membalikkan badannya perlahan, pandangannya jatuh ke sepatunya, seolah itu adalah objek yang menarik. "Ziezie, Kak."
"Nama lengkap? Tatap lawan bicaramu saat menjawab! Jangan menunduk seperti itu!" Suara tegas Alghifari Fauzi membuat nyali Zahra McKenzie menciut.
David Long, yang ditugaskan ayah Zahra McKenzie, dari kejauhan melihat nona mudanya diintimidasi oleh kakak kelasnya, sehingga ia memutuskan untuk turun tangan. "Apakah ada masalah dengan nona muda?"
Zahra McKenzie dan Alghifari Fauzi menoleh bersamaan ke arah asal suara yang menginterupsi. Pandangan Alghifari Fauzi terlihat mencemooh.
"Tidak ada, Tuan David, silakan mundur. Aku bisa menangani ini." Tiba-tiba saja Zahra McKenzie mendapat keberanian untuk menatap wajah lawan bicaranya, Alghifari Fauzi.
Zahra McKenzie mengalihkan pandangannya, menatap Alghifari Fauzi, tepat di iris matanya yang berwarna cokelat tua. "Nama lengkapku Zahra McKenzie. Apakah cukup?"
"Oke. Lain kali, jangan lupa memperkenalkan dirimu pada orang baru." Alghifari Fauzi lantas melepaskan begitu saja Zahra McKenzie.
Selamat! Syukurlah Zahra McKenzie selamat pada hari ini. Alghifari Fauzi tidak mengenalinya. Untuk sementara identitasnya aman.
Mengerjakan tantangan menyampaikan pesan melalui gambar yang dibuat di balik punggung teman satu kelompoknya. Masing-masing anggota kelompok yang terdiri dari lima orang, bergantian menggambar di atas selembar kertas, dengan alas punggung temannya. Anggota yang paling akhir kemudian menebak gambar apa yang mereka dapatkan dari anggota pertama. Begitu seterusnya hingga kelima anggota mendapatkan giliran memberi tebakan dan menjawab tebak gambar.
Tugas selanjutnya masih berupa tebak-tebakkan. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk memperagakan suatu pekerjaan atau profesi, dan kelompok yang lain harus menebak dengan benar profesi apa yang diperagakan. Jika kelompok penebak bisa menjawab dengan benar, mereka akan mendapatkan satu poin, namun jika salah menebak, poin akan diberikan kepada kelompok peraga.
Sesi berikutnya tebakan bonus dari panitia MOS, kelompok yang berhasil menebak paling banyak, soal yang diberikan panitia MOS akan mendapatkan sepuluh poin. Ini merupakan kesempatan bagi kelompok yang nilainya rendah untuk mengejar.
Lagi-lagi kelompok yang dipimpin Zahra McKenzie yang berhasil menjawab tebakan paling banyak, dari soal-soal yang diberikan oleh panitia. Kemenangan telak sudah di depan mata.
Dan MOS hari pertama pun berhasil terlewati dengan baik. Kelompok Zahra McKenzie berhasil menyelesaikan tugas yang diberikan panitia dengan sempurna dan mendapat nilai tertinggi atas kekompakan mereka.
Zahra McKenzie pun merayakan kemenangan kelompoknya pada hari pertama, tertawa dengan riang gembira. Yang tidak Zahra McKenzie sadari, ada seseorang yang memerhatikan raut wajah bahagianya dari kejauhan. Seorang laki-laki.
Laki-laki itu terpaku dengan lesung pipit yang tercetak di kedua pipi Zahra McKenzie. Senyuman yang terlihat familier.
Kilasan kejadian sebulan lalu kembali berputar di kepala laki-laki itu. Mulai dari dihadangnya motor yang sedang dikendarai laki-laki itu di jalanan yang sepi oleh seorang perempuan. Kemudian memaksanya untuk memacu kencang motornya dari kejaran para preman, bersama seorang perempuan yang diboncengnya. Mendengarkan cerita dari perempuan itu yang begitu menyedihkan.
Hingga mereka tiba di depan sebuah rumah kumuh yang tidak layak huni. Dan, di sanalah laki-laki itu baru menyadari bahwa ia telah tertipu dan dibodohi.
Rumah yang diklaim perempuan yang terlihat lemah itu, bahkan bukan tempat persembunyian yang perempuan itu sebutkan di awal. Melainkan hanya sebuah rumah kosong. Dan perempuan itu menghilang begitu saja setelah memberikan kompensasi untuk membayar hutangnya.
Seketika, laki-laki bernama Alghifari Fauzi itu menggertakkan giginya. Tangannya terkepal. Ternyata perempuan itu. Akhirnya Alghifari Fauzi dipertemukan kembali dengan perempuan murahan itu. Saatnya membuat perhitungan dengannya. Senyum licik terlukis di bibir Alghifari Fauzi.