Dita masih bingung, ia menatap cermin tanpa bayangan. Matanya menerjap, tetap tidak ada bayangan memantul di cermin.
"Kok bisa?" tanyanya heran pada dirinya sendiri. Kedua tangannya memegang dua sisi cermin.
"Eh lu tahu nggak..."
"Yeah, we'll see..."
Terdengar suara-suara dari luar toilet wanita, tanda ada yang ingin masuk. Dita terkesiap, ia lalu bersiap masuk ke dalam bilik agar tidak ketahuan kalau dirinya adalah manusia tanpa bayangan.
Di dalam bilik, Dita mengaduk tas selempangnya mencari sekotak bedak. Ia membuka bedak lalu memandangi cermin. Tetap saja, tidak ada bayangan dirinya.
"Aduh, gimana nih?" erangnya. Ia lalu segera membuka pintu, menghambur keluar dari toilet. Saking cepatnya, ada angin terkibas setelah ia melewati lorong kamar mandi.
Dita terus berlari sampai ia menemukan Virsha yang saat itu sedang berjalan sendirian di koridor.
"Vir, Virsha!" seru Dita.
"Iya, Dit?" tanya Virsha.
"Lihat ini, kamu nggak akan percaya," ujar Dita. Ia mengeluarkan cermin lalu mengarahkan ke wajahnya. Kosong, cermin tidak memantulkan bayangan Dita.
"Loh, bayangan lo mana?"
"Ngga ada, cermin itu nggak memantulkan bayangan gue."
"Udah gue bilang, jangan main-main sama dimensi lain. Mereka beda dunia dengan kita," nasehat Virsha.
"Gue cuma mau Tian balik," ujar Dita.
"Tian udah seliweran di kampus ini. Lo mau ngejar apa lagi?"
"Semuanya aneh, apalagi saat gue dan dia nggak saling kenal," elak Dita.
"Udahlah, lo mending jalani aja diri lo sebagai Dita yang sekarang. Lupain Tian, mulai hidup baru."
"Tapi masalahnya ini gimana? Gue nggak bisa ngaca, nggak ada bayangan juga, apa gue manusia?" cecar Dita.
"Coba tanya sama bokap gue," saran Virsha. "Beliau punya tingkatan indigo jauh di atas gue," lanjutnya.
"Oke, kapan?"
"Pulang kampus ini aja, siapa tahu dia ada di rumah. Lo tenang dulu, relax, nanti semoga bokap gue ngerasakan apa yang lo juga rasakan," ujar Virsha. Dita mulai sedikit tenang. Sedikit-sedikit ia melihat ke arah bawah, tetap saja tidak ada bayang dirinya.
"Tetap ngga ada bayangan," keluh Dita. "Lo lihat gue, Vir? Apa gue udah jadi hantu?" lanjutnya.
"Nggak, lo masih bisa disentuh cuma gue nggak tahu masalah bayangan itu. Beneran di luar jangkauan gue," balas Virsha.
"Ya ampun, gue sampai begini demi Tian."
"Ikhlasin dia ketimbang lo menderita kayak gini. Gue yang ngga tega!" seru Virsha geram.
"Terlanjur, gue akan tetap jadi manusia tanpa bayangan," keluh Dita.
"Eh, itu Tian," jemari Virsha menunjuk ke arah Tian. Dia berjalan sendirian menuju gerbang, sepertinya ia hendak keluar kampus.
"Udahlah, mau ngomong apa juga?" Dita mulai kehabisan kata.
"Ya udah, begini aja selamanya. Urus diri lo dulu, cari tahu kenapa lo sampai ngga ada bayangan begini."
"Gue cari di google ngga ketemu."
"Ya iyalah, itu jarang banget terjadi sama manusia. Lagian, ayo deh, kita makan siang," ajak Virsha.
"Nanti aja, gue mau mandi dulu. Panas," keluh Dita lagi. Ia segera berlari meninggalkan Virsha yang tengah bengong melihat tingkah Dita.
"Dit-Dita, lo harus sadar kalau Tian nggak akan kembali," gumam Virsha. Percuma, Dita sudah lari menuju kostannya.
Jarak kampus ke kostan Dita tidak terlalu jauh. Hanya keluar gerbang, berjalan beberapa meter lalu masuk gang kecil, dari gang ada dua rumah, kost Dita ada di sisi kiri. Dia bergegas membuka pagar, langkah kakinya menuju kamar nomor 5 di pojok sebelah tangga. Fasilitas kamar mandi ada di dalam kamar, dia membuka pintu kemudian membuang tas ke lantai.
Tubuhnya terasa panas seperti dipanggang dalam oven. Ia menyiramkan air dari bak mandi dengan gayung ke atas kepalanya. Pakaian masih melekat di tubuhnya.
"Gila panas banget," ujar Dita dengan napas terengah-engah.
"Tuhan, aku sebenernya kenapa?" sejuta tanya di benak Dita mengingat semua yang terjadi sangatlah aneh. Mulai dari dirinya yang tidak sadar di samping danau, tiada bayang dirinya, sampai kulitnya yang mudah terasa panas.
******
Sementara itu Tian di dunia manusia masih merasa asing. Dia seperti berada di dunia yang berbeda. Ia berjalan pulang dari kampus, sendirian karena tidak ada yang dia ingat pernah menjadi temannya. Ada banyak yang menyapa bahkan menepuk punggungnya tapi Tian sama sekali tidak ingat.
Cekrek! Cekrek!
Suara tombol shutter di kamera mengarah ke Tian, tanpa dia sadari. Luna memotret dirinya saat berjalan, ia terkejut saat berjalan di seberang Tian.
"Manusia tanpa bayangan," gumamnya sambil memandangi layar handphone dengan penuh rasa kagum. Dia berhasil menangkap satu fenomena langka yakni bertemu dengan manusia tanpa bayangan sampai berhasil memotretnya.
"Ini bakal jadi konten yang keren!" serunya gembira. Ia adalah seorang youtuber konten daily vlog. "Nggak menutup kemungkinan aku bisa angkat konten tentang fenomena ini," gumamnya riang.
Tian tidak sadar kalau ada yang memotretnya. Luna berniat untuk mengunggah kejadian itu ke kontennya.
"Apa ntar aja ya? Masih aku cari fenomena ini, kenapa, dan bagaimana ini bisa terjadi?" gumamnya masih menggenggam foto itu. Ada banyak pertimbangan terkait privasi sang pemilik foto. Ia takut kalau empunya foto nanti akan tersinggung, ia dituntut, disuruh tutup akun! Serem banget, akun itu satu-satunya sumber penghasilan yang ia miliki. Dari mana lagi ia akan cari uang?
"Mas, Mas!" panggil Luna spontan. Ia ingin berkenalan dengan Tian agar urusan konten bisa lancar. Langkah Tian terhenti, ia merasa terganggu dengan suara cempreng milik Luna.
Tian hanya merespon sekilas ternyata seorang gadis jangkung sedang menjajari langkahnya.
"Hai, mau kemana?" tanya Luna sok akrab.
"Pulang," jawab Tian tanpa melirik sedikitpun.
"Aku nyasar, bisa temenin?" pinta Luna. Tian semakin tidak merespon. Luna sampai seperti orang yang benar-benar nyasar tidak tahu arah dan tujuan.
"Sorry," Tian mulai menjaga jarak. Ia berjalan semakin menjauh dari Luna. Menurut Tian, dekat dengan orang asing hanya buang waktu saja.
Entah Luna mungkin sudah muka tembok, ia tetap berjalan mengikuti Tian masih dengan harapan ia akan mendapat jawaban dari pertanyaan tentang manusia tanpa bayangan. Namun nihil, Tian tetap susah dijangkau, Luna tidak menemukan jawaban mengapa Tian tidak memiliki bayangan.
Asumsi Luna, vampir itu ada mengingat yang dia lihat adalah lelaki tampan berwajah pucat pasi. Namun asumsinya masih belum bisa dibuktikan jadi Luna hanya diam menatap punggung Tian menjauh darinya meninggalkan rasa penasaran yang besar.
******
Sementara itu di kerajaan Aquarez, ratu sedang bermesraan dengan Tian di dalam kamar. Di saat yang sama, Frans lewat kamar mereka, ia agak jijik melihat kelakuan ibunya. Iseng, Frans mengetuk pintu.
Ratu yang sedang berada di posisi atas langsung terkaget, ia segera merapatkan bajunya lalu membuka pintu.
"Astaga, Frans. Mau apa?" rutuknya kesal.
"Pimpin wargamu jangan bercinta terus," ledek Frans.
"Jangan ikut campur," ujar sang ratu.
"Kembalikan Tian ke dunia manusia," Frans memperingatkan.
"Bukannya sudah?" ujar ratu.
"Sudah?" tanya Frans.
"Sudah aku kembalikan raga dan separuh jiwanya. Dia kembali tapi seperti orang linglung, kehilangan arah karena jiwanya sudah terikat denganku."
"Jadi Tian sudah di dimensi manusia?"
"Tian palsu, aslinya ada bersamaku."
"Maksud ibu?"
"Tian di dunia manusia kan musnah sewaktu-waktu jika jiwanya yang bersamaku ini tidak kembali."
"Kalau begitu..." Frans menggantung kalimatnya. Ia juga dengan segenap kekuatan telah membuat Dita bisa tinggal di Elnorez dengan mengambil separuh jiwanya sementara raganya masih di bumi. Ia baru paham peraturan ini, jika Dita tak kunjung pulang ke dimensi manusia, Dita akan musnah.
"Hey, mau ke mana?" tanya ratu Oseanna saat Frans berbalik.
"Ada urusan," jawab Frans tanpa menoleh sedikitpun. Ia akan menemui Dita untuk membicarakan akan hal ini, peraturan yang baru saja Frans ketahui.
*****
Dita sedang bercengkrama dengan warga yang berwujud ikan bisa bicara. Begitu pangeran datang, ikan-ikan itu takut lalu berenang menyebar ke sana ke mari menuju tempat yang menurut mereka aman.
"Frans," sapa Dita.
"Dita, ada hal yang perlu kamu tahu," ujar Frans.
"Apa itu?"
"Ini sangat rumit, kamu harus segera mengambil keputusan," ucap Frans yakin.
"Ada apa sih?" Dita semakin penasaran.
"Raga Dita yang ada di dunia manusia akan musnah jika kamu, separuh jiwa yang aku bawa ke sini tidak segera kembali ke dunia manusia," jelas Frans.
"Dita di dunia akan musnah?"
"Tapi entah kapan, itu semua tergantung kamu," ujar Frans. "Begitu juga dengan Tian," lanjutnya.
"Ya ampun! Aku harus gimana," tukas Dita panik.
"Menurutku ada dua pilihan, Tian harus segera sadar untuk kembali atau kamu yang pulang ke dimensi manusia untuk menyelamatkan dirimu," ujar Frans.
"Tian gimana?" tanya Dita semakin bingung dibuatnya.
"Aku masih di sini, untuk membantu melepaskan Tian dari jerat ibuku," janji Frans.
"Nggak gitu, Frans. Aku masih kepikiran takut Tian ngga bisa kembali," keluhnya.
"Menurutku kamu harus pulang untuk memyelamatkan dirimu," ujar Frans. "Jika kamu tidak pulang, kamu akan terperangkap di sini selamanya begitupun Tian," lanjutnya.
"Kalau aku pulang, apa yang harus dilakukan?"
"Dekati Tian di dunia manusia, mulai dari awal lagi, lindungi dia dari marabahaya, ingatkan dia tentang masa lalu dan negeri ini. Ambil ini, Dita," ujar Frans lalu mengambil sebuah bros permata warna zamrud dari kantong jubahnya.
"Apa ini?" tanya Dita saat mengambil bros itu sambil memandanginya lekat-lekat.
"Kalau kamu butuh aku di dunia, genggam bros ini lalu panggil namaku tiga kali," ujar Frans.
Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Bersambung..