Hanya ada satu Tian di dunia, Bastian Nugraha. Dia yang menjadi korban penculikan ratu Oseanna. Namun kini ia kembali dengan wujud yang sama. Sayangnya ia merasa separuh jiwanya hilang. Dia tidak mampu mengingat selain dirinya pernah lahir di dunia. Hanya saja dia lebih sensitif dengan air. Sedikit saja rasa panas di tubuhnya, ia langsung ingin menyentuh air. Ini aneh, karena selama ini dia suka berpetualang di bawah sinar matahari.
"Aku sebenarnya siapa? atau apa?" tanya Tian saat mendapati dirinya tidak menemukan bayangan di cermin.
Ia sekarang berada di kamar, samar-samar ada sekelebat bayangan masa lalu dalam benaknya saat dia masih sering berada di kamar itu.
'Kamu... ikut...'
Bisikan itu terdengar dekat sekali di telinga Tian. Terdiam, ia menoleh ke arah suara itu namun tidak ada siapapun. Suara perempuan yang serak seolah mengajaknya ikut tadi tidak jelas ke mana.
Suara itu ia anggap angin lalu, ia keluar dari kamarnya untuk mencegah hal buruk terjadi.
Bruk!
Tubuh Tian menabrak mamanya.
"Tian! Ngapain?" tanya Rosalia, mamanya Tian.
"Maaf, Ma."
"Tian, kamu kenapa sih? Pucat banget loh, kayak vampir," ujar mama.
"Nggak kenapa-napa, Ma. Cuma rada aneh aja rasanya," jawab Tian seperti orang linglung.
"Tian, kamu kenapa sih?" tanya Mama lagi. Ia heran melihat Tian begitu pucat seperti kekurangan darah.
"A-aku mau mandi," ujar Tian lalu bergegas lari ke kolam renang.
Byur! rupanya Tian sangat menginginkan berada di dalam air. Kesegaran yang begitu nikmat terasa di setiap inci tubuhnya. Anehnya, dia bisa bernapas seperti saat berada di darat. Tian seperti punya insang dalam tubuhnya. Matanya terbuka dan bisa melihat dengan jelas. Tian seperti pernah hidup dalam air.
Ia berenang sampai puas. Caranya tidak seperti olahraga pada umumnya. Kakinya rapat lalu meluncur dan menggerakkan kaki bagai gelombang. Orang bilang, gerakan itu adalah gaya puteri duyung. Kepala Tian keluar dari air setelah puas berada di dalam. Ia mengibaskan kepalanya, membuat titik-titik air berjatuhan dari ujung rambut.
"Tian," Mama berjalan mendekati kolam. Perasaan seorang ibu sangat tajam, dirinya merasa Tian bukanlah orang yang dulu. Langkahnya terhenti di pinggir kolam, memandangi anaknya.
"Kamu lagi nggak baik-baik aja, ikut mama ke dokter," ajaknya.
"Dokter? Untuk apa?" tanya Tian bingung.
"Periksa kesehatan kamu, mama khawatir karena kamu pucat banget kayak mau amit-amit mau meninggal, Nak."
Mama Tian merasa diri anaknya berbeda sejak hilang dari danau. Ia tidak percaya takhayul tapi perubahan anaknya membuatnya yakin kalau bukan cuma manusia yang ada di bumi ini.
"Ma, apa yang terjadi padaku?" tanya Tian masih tetap dalam rendaman air kolam.
"Ini semua gara-gara perempuan namanya Dita. Dia ngajak kamu ke tempat sepi sampai hilang beberapa hari," cerita Mama. Tian makin bingung. Dita? Mungkin saja wanita bermata sipit yang sering hadir di benaknya itu.
Tatapan mata Tian bertumpu pada satu titik. Bola matanya tidak berpindah dari ujung kolam. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Saat itu sang mama tidak menyadari bahwa Tian tidak memiliki bayangan.
******
Dita mengikuti langkah Frans menuju portal dimensi di permukaan danau. Misi kali ini adalah menyelamatkan Tian di dimensi manusia karena ternyata lebih gawat ketimbang di Aquarez. Tian dan Dita bisa musnah jika separuh jiwa mereka tidak kembali.
"Dita, percayalah, aku akan membantu agar Tian mau kembali menjadi manusia," janji Frans. Tangannya tidak lepas dari genggaman tangan Dita seperti menggandeng anak kecil yang butuh bimbingan.
"Aku harus berbuat apa?"
"Temui Tian, yakinkan dia."
"Nggak semudah itu," keluh Dita.
"Jangan batasi diri, kamu satu-satunya orang yang berani melawan Ratu Oseanna. Seorang Dita pasti bisa mengarungi semua rintangan," Frans meyakinkan. Dita menghela napas. Dunia ini benar-benar baru baginya. Entah saat ini dia masih satu semesta bersama Tian atau tidak.
Masih dalam lingkaran portal, kilatan cahaya biru bercampur hijau bergerak perlahan membawanya ke atas. Dita merasa pusing, ia memejamkan mata hingga ada hembusan angin menggelitik di puncak kepalanya. Ia merasa dirinya bergerak ke atas saat genggaman tangan Frans sudah terlepas. Sedikit demi sedikit ingatannya kembali, separuh jiwa Dita akan melengkapi raga di dimensi manusia. Masih dengan mata terpejam, ia merasa jiwanya melayang tak tentu arah. Terus berjalan tanpa henti sampai menemukan satu titik di mana raga Dita dengan separuh jiwa sedang tidur lelap.
******
"Cukup!" seru Frans pada ibunya.
"Kamu nggak usah ikut campur," ujar sang ratu tidak mau kalah.
"Aku sudah bilang, ibu hanya mengambil separuh jiwa Tian, jangan kau cuci otaknya," ucap Frans.
"Dia suamiku," belanya.
"Kapan ibu bosan?"
Frans tahu, ibunya bisa mendepak Tian kapanpun saat dia bosan seperti sebelum-sebelumnya.
"Tidak, Frans. Aku benar-benar mencintai lelaki ini," bela ratu Oseanna. Frans menggeleng, ia tidak percaya ibunya mengenal cinta.
"Cinta? Haha, ibu mengenal cinta? Apa ibu lupa saat membuang ayahku ke bumi?"
Mata ratu menerawang, ia sedikit teringat masa lalu saat melakukan kesalahan jatuh cinta pada manusia sampai terjadi pengkhiatan.
"Aku bahkan tidak tahu siapa ayahku. ibu tidak pernah bercerita padaku."
"Kamu tidak perlu tahu, itu urusanku."
"Kita ini ibu dan anak tapi seperti orang yang tidak saling kenal. Kita tidak saling bicara," ungkap Frans.
"Apa yang harus kita bicarakan?" tanya ratu.
"Ibu, tolonglah kembalikan Tian ke dunia," ujar Frans. Emosi sang ratu tiba-tiba meninggi, dirinya teringat dengan gadis Trisula itu.
"Ternyata kau anak bodoh!" umpat sang ratu. Frans sudah biasa mendengar umpatan sang ibu baginya. Di dunia Aquarez, ia hidup begitu saja tanpa mengingat masa kecil karena sudah ribuan tahun.
"Frans masih saja diperdaya oleh wanita manusia itu. Apa yang sudah di beri padamu?" suara ratu Oseanna bergema ke seluruh istana. Dia merasa amarah memuncak tiba-tiba setelah mendengar Tian harus kembali ke dunia.
"Satu yang harus kamu tahu, Elnorez akan tetap jadi milikku!" serunya dengan suara menggelegar. Frans melengos, harus dengan cara apa lagi agar ibunya bisa mengembalikan Tian seperti pendahulunya.
Satu hal yang ia tahu memang saat sudah menikah, ratu akan mengikat Elnorez untuk selamanya di Aquarez. Namun dia masih percaya akan ada celah agar Tian bisa kembali. Tidak ada yang tidak mungkin selama masih dalam satu semesta.
Kejadian itu disaksikan sendiri oleh Tian. Ia melihat semua kejadian dengan tatapan kosong. Tian tidak mengerti apa-apa saat ini, ingatannya di dunia manusia sudah terhapus begitu saja. Pencucian otak ratu Oseanna tidak main-main. Mungkin benar kata ratu, ia cinta dengan Tian tapi apa benar cinta jika mengikat seerat itu?
******
Dita bangun seketika saat adegan berkejaran dengan ratu Oseanna berlangsung di mimpinya. Dahinya berkeringat dingin, ia begitu takut. Sadar ia sudah terjaga, ia langsung melangkah ke depan cermin. Semua berjalan seperti biasa. Ada bayangan dirinya dalam cermin. Dia kembali seperti layaknya manusia. Hidungnya menarik oksigen sebanyak-banyaknya. Ia kibaskan tangan ke udara, tidak ada air melintas. Ini artinya ia sudah kembali menjadi manusia bukan lagi makhluk Aquarez. Dita menyapu pandangan ke seluruh ruangan. Ada bingkai foto dirinya dan Tian di meja belajar. Dada Dita terasa sesak, ingatannya kembali seperti semula termasuk saat dirinya bersama Tian.
"Tian," bisik Dita lirih. Ia tidak ingin membuang waktu, ia langsung bergegas mengambil bingkai foto itu lalu memasukkannya dalam tas. Ia harus segera menemui Tian untuk sekedar bercengkerama. Jiwa Dita telah terkumpul secara utuh, dia ingat semua petualangan yang terjadi di Aquarez dan di dimensi manusia termasuk saat ia kehilangan bayang dirinya.
Semua mulai dari awal tapi ia yakin bahwa tidak ada yang benar-benar mulai dari nol. Tian harus kembali padanya entah bagaimana. Dita akan hadapi meskipun ia harus perang berulang kali. Ia ingin menaklukkan kerajaan yang dipimpin sang ratu dengan tangannya sendiri.
"Virsha!" seru Dita tepat di depan cermin. Ia harus bersama Virsha untuk menemui Tian karena orang tua Tian sangat tidak menyukai Dita.
Untuk kali ini Virsha bertindak sebagai tameng, ia menemui Tian di rumahnya untuk dia ajak ke taman dengan rumah Tian. Dita sudah menunggu di sana. Namun betapa terkejutnya Virsha saat melihat kulit wajah dan tubuh Tian pucat seperti vampir.
"Ti-tian, i-kut ke taman," ajak Virsha. Ia agak merinding melihat setetes darah mengalir di sudut bibir Tian.
"Mau apa?" tanya Tian. Nadanya sangat dingin dan beku.
"Ada yang mau ketemu," jawab Virsha. Ia berusaha setenang mungkin agar tidak terlihat takut.
"Oke, sebentar saja."
Nada bicara Tian terdengar kaku seperti robot. Sungguh bukan Tian yang biasa. Tak lama kemudian Tian berjalan beriringan dengan Virsha menuju taman yang dimaksud.
Satu yang Virsha perhatikan adalah sosok Tian tanpa bayangan. Namun sebagai seorang indigo, Virsha tidak merasa kalau dirinya sedang bersama makhluk asthral. Tian adalah manusia tapi tanpa bayangan, sama persis seperti Dita.
"Tian," panggil Dita gembira sesampainya Tian di taman. Akhirnya ia kembali bertemu dengan kekasihnya.
Lalu apa yang akan terjadi selanjutnya?
Nantikan kelanjutan di bab berikutnya!
Bersambung.