Tian tidak bergeming, ia tidak ingat apapun tentang Dita padahal dulunya gadis itu yang paling dia cintai. Malam ini saat bulan purnama terang benderang menghiasi langit. Semilir angin sejuk menyentuh kulit mereka, mengiringi irama detak jantung saat Dita bertemu mata dengan Tian.
"Tian, ini aku Dita. Kamu ingat siapa aku?" tanya Dita dengan emosi mendalam. Ia tidak marah, hanya saja merasa kalau Rian sekarang sudah bukan lagi Tian yang ia kenal. Suaranya terdengar begitu antusias membuat Tian risih.
Tampilan Tian pucat seperti vampir dengan bibir merah. Mata Dita jeli menangkap ada sedikit sisik di pipi Tian.
"Aku tidak ingat," jawab Tian jujur. Hanya Dita yang sulit ia ingat. Aneh sekali, Virsha saja dia bisa ingat sebagai mahasiswa satu kampus.
Sadar Dita butuh bantuan, ia memanggil nama Frans tiga kalo dalam hatinya.
Frans...
Frans...
Frans....
Selang beberapa detik, bayang Frans muncul kemudian menebal hingga membentuk sosok dirinya.
"Frans," panggil Dita pelan. Tian terkejut, rasanya ia pernah ingat tentang pria berjubah hijau di suatu tempat.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Dita. Frans menoleh sebentar, tangannya terulur memegang leher Tian.
"Frans! Jangan!" tukas Dita panik. Ia kira Frans akan mencekik leher Tian.
"Tenang saja, aku sedang mengisi tenaganya," tukas Frans. Jiwa Tian yang tinggal setengah, membuat energinya terkuras habis. Frans membagi tenaga yang ia punya agar Tian mampu hidup lebih lama. Sesuai peraturan dunia Aquarez jika ada orang yang kembali ke dunia nyata maka separuh jiwanya akan tertahan di Aquarez. Namun jika terlalu lama, energi akan habis lalu musnah. Musnah dalam artian menghilang begitu saja tanpa ada jasad yang tertinggal atau bisa dikubur. Frans saja baru tahu aturan ini setelah dua ribu tahun.
Energi itu tersalur melalui kilatan cahaya seperti petir dari langit atas. Frans menyalurkan tenaga cukup banyak agar Tian tetap hidup. Semua ia lakukan demi Dita.
Virsha melongo melihat kejadian itu. Betapa kilatan cahaya dari langit berjatuhan di kepala Tian. Selang beberapa detik, kilatan cahaya itu berkurang sampai berangsur hilang.
Tian jatuh lemas, Dita panik lalu menangkap tubuh Tian sebelum tergeletak di tanah.
"Frans, lo apain Tian?" tanyanya panik.
"Lihatlah, kulitnya tak lagi pucat, aliran darahnya sudah mengalir ke seluruh tubuh," ujar Frans.
"Kenapa dia pingsan?" tanya Dita lagi. Ia khawatir dengan keadaan Tian saat itu.
"Sebentar lagi dia akan bangun," jawab Frans. Benar, mata Tian perlahan terbuka. Kulitnya tak lagi pucat seperti tadi.
"Jika aku tidak mengisi tenaganya, dia bisa musnah," ujar Frans.
"Tian, ini Dita."
"Dita," nama itu keluar dari mulut Tian. Begitu saja, hati Dita sudah berbunga-bunga. Sedikit kemajuan, Tian sudah mengingat nama Dita.
"Tian nggak apa-apa, Kan?"
Sementara itu Virsha menghampiri Frans untuk bertanya perihal makhluk apa sebenarnya.
"Kamu sebenarnya makhluk apa? Jin? Setan? Malaikat?" todong Virsha.
"Aku berbeda dimensi dengan kalian, bukan jin, bukan juga malaikat," jelas Frans.
"Kamu... aku nggak tahu kamu baik atau jahat, yang jelas kamu harus kita waspadai," ujar Virsha. Kemampuan indigonya tidak mampu menembus dimensi tempat tinggal Frans. Satu yang membuat dia heran saat Dita sampai bisa berhadapan dengan sang ratu.
"Ada kerajaan di dalam danau yang dipimpin oleh ratu," jelas Frans.
"Kerajaan tak kasat mata?"
"Kalau kamu tahu segala hal, banyak sekali hal tak kasat mata di dunia ini."
"Aku tahu karena terkadang aku bisa melihatnya," ujar Virsha.
"Terkadang berarti bukan semua hal," ungkap Frans.
Di dalam semesta ini hanya sebagian yang masih kita ketahui. Banyak hal yang masih misteri termasuk kejadian yang sedang mereka alami. Sebuah peristiwa di luar nalar. Dimulai dari penculikan Tian hingga sepanjang ini.
Saat ini yang ada dipikiran Dita hanya keadaan Tian. Masih di pangkuannya, Tian mencoba untuk kembali sadar setelah tubuhnya bagai disengat listrik.
"Tian, kamu ngga apa-apa?"
Pertanyaan klasik itu keluar dari mulut Dita. Sudah jelas sebenarnya kalau Tian tidak sedang baik-baik saja. Sekujur tubuhnya berkeringat dingin meskipun tak lagi sepucat tadi.
"Nggak," ujar Tian. Ia lalu duduk di sebelah Dita. Matanya terasa berkunang, napasnya berangsur lancar, Tian seperti baru mendapat semangat.
"Kamu udah nggak pucat seperti tadi," ujar Dita.
"A-aku," Tian tidak mampu menjelaskan apapun. Ia masih shock dengan kejadian tadi. Di tengah rasa kebingungan itu, Frans menengahi.
"Tian, kamu bisa hidup lebih lama. Kenali Dita, mulai dari awal sekali lagi. Tidak ada salahnya, Dita wanita yang baik."
"Tian, akuilah aku sebagai masa lalumu kalau kamu udah nggak lagi mengingatku," tambah Dita. Tian hanya memberi senyum. Senyuman pertama yang mencairkan kebekuan dalam diri Tian.
"Tian, ayo kita berteman," ajak Dita. Pintanya sekali lagi karena Dita memang ingin mengulang kembali kebersamaan itu. Virsha hanya bisa melongo saat menjadi saksi dari semua kejadian malam ini. Ia tidak sempat untuk sekedar membuka handphone lalu merekam apa yang sudah ia lihat.
Tian tidak menjawab, dia hanya memandangi wajah Dita seolah mengingat kembali semua yang pernah terjadi. Samar, senyum Dita dengan pipi bulat bersemu merah muncul di benaknya.
"Kamu, aku pernah aku ingat."
Kemajuan pesat, Tian bisa mengingat kembali wajah Dita meskipun tidak ingat kalau mereka pernah menjalin asmara. Frans memberi isyarat agar Dita tetap tenang. Sekuat tenaga, Dita menahan luapan perasaannya.
"Nikmati waktu, panggil aku jika ada sesuatu yang darurat. Aku akan usahakan selama aku mampu membantumu," ujar Frans.
"Frans, Tian bisa hidup sampai kapan?" tanya Dita penasaran.
"Aku tidak bisa menjamin. Jika nanti Tian terlihat semakin pucat dari waktu ke waktu, itu tanda energinya semakin menipis. Segera panggil aku jika kamu menyadarinya," ujar Frans.
"Baik," ujar Dita patuh sementara Tian masih termangu memandangi Frans dan Dita. Untuk saat ini hanya Frans yang bisa membantu. Dia adalah pangeran sakti yang jengah atas tingkah laku ibunya. Durhaka? Sepertinya tidak, jika memang kelakuan ibunya kurang baik.
"Aku pamit," ujar Frans. Tubuhnya membungkuk lalu menghilang bagai debu.
"Dita, tolong jelasin!" seru Virsha. Ia merasa kebingungan dengan semua kejadian yang dialami Dita.
"Panjang banget ceritanya. Sekarang, gue mau duduk berdua sama Tian."
Dita bermaksud menyindir Virsha agar pergi dari situ. Tahu diri, ia pergi dari taman agar Tian dan Dita bisa duduk berdua. Virsha merasa kelebihan indigonya sudah tidak berguna lagi. Langkahnya terus maju tanpa henti tak peduli dinginnya malam yang semakin menusuk sementara itu Tian dan Dita sedang mencoba mengulang kembali apa yang sudah mereka jalani sejak dulu.
"Tian, kamu itu lagi diculik sama ratu dari kerajaan gaib dalam air."
"Apa? Kerajaan?" tanya Tian.
"Iya, lokasi kerajaan itu dari danau santofe. Kita pernah ke sana, kesalahan kita adalah menembus papan dilarang masuk lalu kamu diculik, hilang gitu aja," jawab Dita.
"Ini aku ada di sini?" tanya Tian bingung.
"Kata Frans, ratu Oseanna hanya mengurung separuh jiwamu. Separuhnya lagi untuk kamu hidup di dunia."
"Frans, dia yang mencekikku tadi?"
"Dia hanya menyalurkan tenaga padamu bukan ingin membunuhmu."
"Siapa Frans?"
"Frans adalah makhluk baik, dia tidak mungkin mencelakaimu," mata Dita menerawang penuh makna, ia sedang membayangkan wajah Frans yang selalu menyenangkan. Frans selalu ada untuk menolongnya. Dari situ Dita menganggap Frans tulus. Namun apa yang ada dalam hati adalah misteri, tidak ada yang paham maksud dari perbuatan Frans yang terlalu baik pada Dita.
Tik.. Tik.. Tik...
Rintik hujan mulai turun dari langit bersamaan dengan hembusan angin dingin menerpa tubuh Tian dan Dita.
"Gerimis... Air..."
Bagai anak kecil riang gembira saat hujan turun. Tian menengadahkan tangan ke langit, ia rasakan butiran air menyentuh kulitnya. Air adalah penghidupannya saat ini. Separuh jiwa Tian sangat gembira mendapati titik air jatuh ke tubuhnya. Dita ikut gembira melihat lengkungan senyum di bibir Tian. Lama tidak terlihat di wajah Tian yang begitu dingin belakangan ini.
"Tian, i still love you..." ungkap Dita jujur. Hanya Tian yang membuat wibawa Dita sebagai wanita lebur begitu saja. Atas nama cinta, Dita mengungkapkan yang ada dalam hatinya. Tianlah yang membuat Dita rela menjadi pahlawan wanita.
"Apa yang pernah terjadi pada kita berdua?" tanya Tian. Setelah lama menunggu akhirnya Tian bertanya seperti itu pada Dita.
"Kita pernah menjalin cinta," ujar Dita.
"Kurasa hubungan itu terjadi ribuan tahun yang lalu," ucap Tian. Dita terhenyak, ia tidak mengerti kalimat yang meluncur dari bibir Tian.
Grep!
Dita tidak peduli. Ia memeluk Tian dari belakang.
"Sebentar saja, Tian. Aku kangen," ungkap Dita mencurahkan segenap kerinduannya.
*******
Sementara itu Frans berjalan terseok-seok di istana. Energinya habis setelah mengisi tenaga untuk Tian.
"Demi apa aku melakukan ini semua?" keluhnya sambil berjalan tertatih ke kamarnya. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk memulihkan kekuatannya, ia harus masuk ke ruangan khusus untuk mengisi tenaga. Namun ia ingin lebih dulu istirahat.
"Dita..." bisiknya lirih. Wanita itu mulai mengisi hatinya setelah ribuan tahun ia sendiri. Dalam hati Frans mulai tumbuh benih asmara. Sayangnya Dita hanya memikirkan Tian tanpa sadar kalau pengorbanan Frans untuknya tidak kalah hebat.
Bruk!
Frans menjatuhkan diri ke tempat tidur. Di Aquarez, tak ubahnya seperti kehidupan manusia. Mereka butuh makan, tidur, dan cinta.
Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya?
Bersambung.