"Tian, ini aku!" teriak Dita refleks saat melihat Tian di singgasananya. Berhubung nama Tian telah berganti, ia tidak menoleh. Kata Frans, namanya sekarang adalah raja Elnorez. Dita mencoba memanggil sekali lagi.
"Elnorez!"
Dita melakukan kesalahan, ia memanggil tanpa sebutan raja dan teriakannya terdengar sampai ke telinga pengawal. Ia meringkuk agar tidak ketahuan, kedua tangannya menutup telinga, napasnya tertahan.
"Siapa di situ?" tanya si pengawal. Dita diam saja, tidak menjawab sepatah katapun sampai Frans mendekatinya.
"Pacarku," bela Frans saat si pengawal mulai menemukan keberadaan Dita.
"Hm, baiklah," ujar si pengawal kemudian kembali ke posisi semula. Dita berdiri si sebelah Frans.
"Makasih," bisiknya. Frans hanya tersenyum tipis, ia beralih pandang ke arah sang raja. Tatapan raja Elnorez kosong, ratu sudah mencuci otaknya sampai ke akar. Ingatan Tian akan dunia manusia hanya tersisa 1% saja. Sisanya hanya diisi dengan kepemimpinan di kerajaan Aquarez.
Dita sudah sedekat itu dengan sang raja. Hanya ada di jarak 10 meter. Namun Tian tak bergeming, ia tak tahu lagi harus melakukan apa untuk mengingatkan Tian kembali pada masa lalunya di dunia manusia.
Frans menggiring Dita menuju ruang lain di istana. Dita pasrah mengikutinya, anggap saja wisata. Ia dengan mudah hidup dan bernapas dalam air sampai ia heran, siapa sebenarnya dirinya?
Mata Dita tertumbuk pada ornamen kerajaan yang dipenuhi oleh terumbu karang layaknya lautan. Terumbu karang berbagai bentuk berjajar di segala sudut. Ruangan di istana hampir sama seperti rumah besar di dunia manusia. Dari sini Dita paham bahwa ada dunia lain selain yang hidup selain manusia. Semesta begitu luas tanpa batas. Laut hanya 5% yang diketahui, selebihnya adalah misteri. Misteri yang akan Dita ketahui.
"Frans, kok banyak banget batu karang? Kan dalam danau?" tanya Dita penasaran.
"Ibuku sangat menyukai lautan. Aku juga tidak tahu mengapa," jawab Frans.
"Aku juga menyukai terumbu karang," ujar Dita.
"Dita, namamu aku ganti. Kamu ingin nama apa?"
"Isabel," jawab Dita untuk menyempurnakan penyamarannya.
"Nama Dita sudah familiar di telinga ratu. Jika kamu ketemu ibu, bilang saja kalau kamu kekasihku."
"Iya," Dita menurut. Masih banyak waktu untuk mendapat Tian kembali.
"Isabel, kamu kelihatan cantik," puji Frans untuk mengalihkan perhatian. Ia mengajak Dita ke sudut lain di kerajaan. Dia menuju depan kamar sang ratu. Pintu kamar besar berwarna cokelat berbentuk seperti huruf U terbalik. Ada dua gagang pintu di kanan dan kiri.
"Cantik apaan, gue kayak ikan gini loh," keluh Dita.
"Ya memang begitu warga dunia ini. Kamu nggak perlu khawatir ketahuan," bisik Frans. Tangannya menggandeng Dita untuk menggiringnya ke kamar.
"Frans," panggil seorang wanita. Frans dan Dita menoleh. Ratu Oseanna muncul dari balik pintu. Ia menyipitkan mata saat melihat Dita.
"Siapa dia?" tanya sang ratu.
"Dia kekasihku," ujar Frans dengan nada datar.
"Akhirnya setelah 1000 tahun," ujar sang ratu. Dia mengerti soal anaknya. Selama ini Frans tidak pernah mengajak wanita ke istana.
"Jadi dia tidak punya kekasih selama 1000 tahun?" tanya Dita mencoba mengakrabkan diri dengan ratu. Siapa tahu saja, semakin dekat mereka, semakin ada celah untuk merebut Tian kembali.
"Iya, begitulah," sang ratu menjentikkan jarinya, ia melengos berganti arah ke Frans.
"Kau sekali lagi aku harus tekankan, carilah perempuan yang bermartabat," ujarnya.
"Martabat seperti apa? Puteri kerajaan laut?" tantang Frans.
"Jangan, aku tidak mengizinkan jika kamu dengan puteri kerajaan laut. Dia..." ratu menunjuk wajah Dita.
"Aku puteri man..."
"Mandiri, iya, dia seorang wanita dari kerajaan diri yang bekerja sendiri untuk menghidupi keluarganya," potong Frans seakan tahu Dita akan mengucapkan kata "manusia".
"Kerja di mana?" tanya Ratu.
"Aku menjual produk perawatan kulit dalam air," Dita mengarang. Tanpa sadar ia mengucapkan kata yang terlintas di pikirannya.
"Wow, boleh juga agar penduduk kerajaan ini wangi, tidak berbau amis."
"Betul, Baginda."
Dita mencoba mendekati sang Ratu. Di saat yang sama ia merasa seperti deja vu. Ia familiar ketika melihat ratu Oseanna dari dekat. Entah siapa dia, yang jelas Dita merasa sangat akrab dengan sang ratu.
"Baginda, aku tidak pernah menyangka kau secantik ini dari dekat," ujar Dita.
"Ah, kamu berlebihan. Yah, aku memang selalu cantik dan muda," ujar ratu. Frans mengulum senyum. Ia menahan tawa saat melihat tingkah ibunya. Astaga, sudah berumur ribuan tahun masih begitu kelakuannya.
"Tapi aku juga pernah melihatmu," ujar ratu pada Dita. Jantung berdetak lebih cepat, Dita takut sang ratu tahu akan jati dirinya. Makhluk gaib seperti itu pasti punya kesaktian seperti halnya Frans. Namun ratu Oseanna hanya mengatakan pernah melihat Dita selebihnya tidak ada kelanjutan. Ratu meninggalkan mereka tanpa pamit. Frans mulai bisik-bisik di telinga Dita.
"Tuh kan, ku bilang juga apa, dia bodoh."
"Hei, dia ibumu!" desis Frans.
"Setidaknya aku pernah menumpang di rahimnya. Kalau memang rahim, sepertinya dia bertelur saat itu. Aku sudah lupa," ujar Frans.
"Frans, aku pengen lihat raja."
Frans mengawal Dita menuju singgasana raja. Mereka terdiam saat tidak menemukan Tian di sana. Yang ada hanya kursia kosong.
"Kosong, Dit. Eh, Abel," ujar Frans. Dita menatap singgasana dengan nanar, ia tak sanggup lagi menunggu, berdiam tanpa kepastian akan kembali Tian ke dunia. Harus menunggu berapa lama lagi?
*****
Dita keluar kerjaan dengan perasaan yang masih bergejolak. Ia ingin merebut Tian kembali, semakin lama terasa semakin jauh. Letih, ingin rasanya cuek, membiarkan Tian berpindah dimensi. Namun ada tanggung jawab yang lebih besar daripada sekedar cinta.
Untuk mengisi waktu setelah keluar dari istana, ia berjalan santai menuju tempat tinggalnya di pondok kecil arah selatan dekat muara ke laut. Di tengah perjalanan ia menemukan sebuah harpa besar tertancap di tanah. Penasaran, Dita meraih harpa sedikit berlumut itu. Jemarinya mampu memainkan senar harpa membentuk nada yang indah. Ia nekat bernyanyi menunjukkan suara indahnya. Sebuah lagu menyayat hati ia nyanyikan dengan harapan ada yang mendengar. Bagai mimpi rasanya jika suaranya bisa menggetar seluruh kerajaan.
Kebetulan yang indah saat Dita bernyanyi dengan penuh penghayatan, sang raja Elnorez lewat di depannya. Dita terus bernyanyi sebuah lagu barat lama sampai raja menontonnya bernyanyi.
"Siapa dia?" tanya sang raja pada pengawal di belakangnya.
"Saya tidak asing dengan wajahnya, Yang Mulia," ujar salah satu pengawal dengan sedikit membungkuk.
"Aku ingin berkenalan dengan dirinya, suaranya sangat indah," pinta sang raja. Pengawal tak dapat menolak, ia lantas menjadi perantara untuk mengenalkan Raja Elnorez pada Dita.
"Nona pemain harpa, sang raja ingin berkenalan," ujar salah seorang pengawal. Dita mengatupkan bibir, lidahnya kaku, ia sadar kalau sekarang ia hanya penduduk di Aquarez, bukan lagi Dita dari dunia manusia.
Bersambung.