Dita datang ke danau itu lagi tanpa ditemani siapapun. Sendiri saja. Ia ingin membuka kembali portal kerajaan itu. Gelap. Hanya berbekal senter, ia masuk menelusuri semak-semak. Biasanya Frans selalu datang saat Dita memikirkannya.
"Frans," panggil Dita pelan, siapa tahu bisa tersambung ke batin Frans. Nihil. Dita tetap berada sendirian. Seandainya ada Virsha, ia bisa minta bantuan. Tiba-tiba ia mendengar suara orang bernapas.
"Siapa di sana?" tanya Dita dengan suara agak keras.
"Di-ta," panggil suara lelaki itu. Dita menoleh, ia melihat Frans di belakangnya. Wajah itu pucat pasi, ia meraih uluran tangan Dita sekuat tenaga.
"Frans?" tanya Dita bingung sementara Frans rubuh sebelum meraih tangan Dita.
"Ya ampun! Frans!" erang Dita lalu merengkuh tubuh Frans, senternya jatuh ke tanah membentuk bulatan sinar lurus ke depan.
"Kamu kenapa?" tanya Dita.
"Energiku habis karena terlalu banyak ada di dunia manusia," jawab Frans.
"Ayo pulang," ajak Dita.
"Kamu jangan ikut, Tian sudah di sini, kamu baik-baik ya," Frans terlihat lemah.
"Itu bukan Tian, aku yakin!" ungkap Dita.
"Kenapa begitu?"
"Tian tatapan matanya nggak pernah kosong begitu, biji matanya fokus, ada tujuan hidup," ujar Dita.
"Kalau begitu, ayo kamu aku ajak jadi warga di Aquarez," ajak Frans.
"Hah? Aku harus meninggalkan dunia ini?" erang Dita.
"Nggak, tentunya kamu harus tinggal di dimensi kami selama beberapa waktu," ujar Frans.
"Baiklah, aku mau jadi penduduk aquarez," ucap Dita yakin. Frans menunduk, wajahnya pucat seperti vampir.
"Bi-ar a-ku..." Frans menggantung kalimatnya di tengah rasa penasaran Dita yang masih menghantui.
"Frans, gimana?"
"Aku istirahat sebentar, nanti kamu akan kujemput," ujar Frans. Sepersekian detik kemudiam bayang Frans memudar, sedikit demi sedikit sampai hilang sama sekali.
"Frans?" panggil Dita. "Frans!" ulangnya. Terlambat, Frans menghilang bagai debu. Kini hanya tinggal Dita sendiri di danau. Badannya mulai terasa dingin, angin menembus di setiap sela pakaiannya. Ia menyilangkan tangan depan dada. Konyol rasanya ke sana di malam hari. Namun penyesalannya sirna saat ada kilat cahaya turun dari langit. Cahaya berwarna putih terpancar seperti petir. Dita menyipitkan mata, ia melihat sesosok pria dengan mahkota emas tinggi di atas kepalanya.
"Tian?" mulutnya bergumam saat menyadari Tian ada di atas danau. Pria itu berdiri melipat tangan di depan dada, dagunya terangkat memberi kesan sombong. Pria yang kini menjadi raja itu tampak berbeda. Tidak ada lagi wajah innocent dan imut, yang ada sekarang hanya kesan angkuh sang raja.
"Tian!" seru Dita lagi. Ia melambaikan tangan dengan harapan Tian bisa sadar akan keberadaannya. Nihil, pria itu tidak melirik sedikitpun.
Ditapun kecewa, ia berbalik hendak meninggalkan danau. Dalam hatinya berniat untuk segera pulang, tidak ada gunanya di danau dalam waktu lama. Di lain sisi, cahaya putih itu sirna. Dita menghela napas, ia sekali lagi kehilangan Tian.
"Apa yang harus aku lakukan?" keluhnya. Kini ia bagai gelandangan yang tak tentu arah tujuan. Frans hilang, Tian juga lenyap. Dia sendirian di danau. Dalam gelap itu, ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Reaksinya datar saja menembus kegelapan.
Tiba-tiba, ada seseorang membekap Dita dari belakang. Gadis itu memberontak, tangannya memukul-mukul punggung tangan orang yang membekapnya.
"Lepasin!" teriaknya saat mulutnya sedikit terlepas dari cengkeraman tangan itu. Tidak bisa. Ia tak lagi berdaya, hela napasnya makin sesak. Dirinya tak lagi bisa menangkap oksigen di sekitar.
***
Tersadar, entah Dita ada di mana. Matanya menerjap, terlihat di jarak pandangnya ada sekelebat bayangan warna biru khas air dalam. Paru-parunya bisa menangkap udara, ia masih belum tahu berada di mana sampai datang Frans di sebelahnya.
"Frans?" tanya Dita.
"Dita, maaf tadi aku sempat meninggalkanmu, aku butuh air untuk mengisi tenaga," jawab Frans.
"Aku di mana?" tanya Dita. Pandangannya tertuju pada lingkungan sekitar. Sekali lagi ia bisa bernapas dengan mudah dalam air.
"Dunia Aquarez," jawab Frans.
"Aku kenapa di sini?" tanya Dita lagi.
"Kenapa nanya lagi?" nada Frans terdengar sewot.
"Ngga maksudku, kok aku bisa dengan mudah ada di sini?"
"Kamu menyamar sebagai warga Aquarez. Si janda bolong itu nggak akan sadar, di cantik tapi bloon, hehe."
Secara sadar Frans telah mengejek ibunya sendiri tapi memang itu kenyataannya. Ia bicara jujur tentang ibunya yang genit.
"Loh, dia ibumu," kata Dita heran.
"Iya, tapi sudahlah karena itu memang benar. Orang itu memang semena-mena."
"Nggak ada asap kalau nggak ada api, Frans."
"Aku akan cari tahu, aku ngga paham karena baru lahir setelah seribu tahun," terang Frans.
"Hah? kamu udah berapa tahun?" tanya Dita heran.
"Coba tebak," ujar Frans.
"20, 30?"
"Sudah 2000 tahun di dimensi ini."
"Lalu apakah yang ada di dunia ini bisa hidup ribuan tahun?"
"Tergantung bisa bertahan hidup sampai kapan, jika kamu bisa lebih sakti dari sekarang maka kamu bisa hidup lebih lama," ujar Frans.
"Aku ingin hidup sampai Tian kembali," ujar Dita yakin. Frans tersenyum, dia juga ingin Dita tersenyum lagi. Jujur makin lama ia bosan menemani gadis yang selalu menceritakan pria lain di depannya.
"Aku bisa menemanimu sampai sakti, sampai bisa punya kekuatan sendiri untuk menghadapi dunia baik dunia air maupun dunia manusia," ucap Frans. "Sekarang lihat tubuhmu," lanjutnya.
Dita bingung, ia hanya bisa melihat jemarinya warna hijau bersisik.
"Kok aku seperti ikan?" tanyanya.
"Maaf, kekuatan yang aku miliki masih kurang untuk membuatmu cantik seperti manusia. Aku hanya bisa membuat wujudmu seperti setengah ikan. Ikan berbadan manusia."
"Mana cermin? Aku nggak mungkin menemui Tian dengan wajah buruk rupa," ujar Dita.
"Dunia ini tidak ada cermin," kata Frans.
"Lalu bagaimana aku bisa bertemu Tian?" tanya Dita.
"Nggak usah buru-buru, kamu boleh sampai kapanpun di sini. Paru-parumu sudah mulai menyesuaikan diri dengan kondisi dalam air."
"Bukan itu maksudku, aku ingin melihat wajahku sekarang," desak Dita.
"Tidak bisa, kamu pasrah aja. Bentuk fisik seperti apapun, kamu tetap terlihat cantik, " hibur Frans.
"Sampai kapan aku ada di sini?" tanya Dita. Ia masih tidak yakin dengan semua yang ia lihat. Dalam waktu yang sangat cepat, ia sudah berpindah dimensi. Bagaimana kuliahnya? Keluarganya? Teman-temannya?
Di pandangan Dita kali ini hanya dalamnya air dengan ikan-ikan berenang di sekitar. Entah bagaimana cerita di danau yang tidak terlalu dalam itu bisa tercipta dimensi lain. Ada makhluk yang hidup dan berkembang di kerajaan tak terlihat ini.
"Frans, tadi di danau aku ngelihat Tian muncul ke permukaan, apa dia Tian?"
"Raja muncul ke permukaan sewaktu-waktu. Cih, mana bisa kerajaan dipimpin sama orang baru diculik. Benar kan, si ibu ratu emang tolol!" rutuknya.
Bersambung